Artikel 5

,00 0000 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 448 kali

PERBEDAAN .PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA TK DITINJAU DARI LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL

 

Hilda Irmawaty dan Sri Oetami

Fakultas Psikologi Untag Surabaya

 

Abstrak

 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perilaku prososial siswa TK yang tinggal di lingkungan mewah perkotaan, perkampungan kota dan perkampungan kumuh. Adapun jumlah subyek terdiri dari 50 subjek dari siswa TK yang tinggal di perumahan mewah, 50 siswa TK yang tinggal di perkampungan serta 50 orang siswa TK yang tinggal di perkampungan kumuh.  Total keseluruhan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 150 siswa TK. Hasil perhitungan dengan tehnik anova satu jalur menunjukkan bahwa untuk variabel X (lingkungan tempat tinggal) dengan Y (perilaku prososial) diperoleh nilai F = 1,427 pada taraf signifikansi p = 0,242 (p>0,05).  Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial ditinjau dari lingkungan tempat tinggal.

Kata kunci : perilaku prososial, lingkungan tempat tinggal

 

 

Pendahuluan     

       Memiliki anak yang sehat baik secara fisik, mental dan sosial merupakan keinginan dan harapan orang tua, sehingga setiap orang yang memiliki anak akan berupaya seoptimal mungkin mencari cara agar hal tersebut dapat dicapai.  Periode dini perkembangan anak dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari asupan gizi hingga lingkungan yang mendukung perkembangan anak.  Asupan gizi yang cukup akan mengoptimalkan pertumbuhan fisik anak sehingga anak memiliki pertumbuhan badan yang normal, demikian pula lingkungan sosial diperlukan guna mendukung perkembangan mental dan sosial pada diri anak (Hurlock, 2005).

      Lingkungan sosial anak adalah lingkungan tempat dimana anak berada, sehingga lingkungan tersebut dapat terdiri dari orang tua, saudara, teman sebaya atau pun tetangga.  Pada saat anak mendapatkan pendi-dikan dengan lingkungan sosial yang baik dan mendukung, anak akan ber-kembang dengan kesehatan mental dan sosial yang baik pula, namun sebaliknya jika anak mendapatkan pendidikan dengan lingkungan sosial yang kurang mendukung maka hal ini memungkinkan perkembangan kesehatan mental dan sosial anak kurang baik.   

      Anak-anak dengan perilaku suka berbagi, suka menolong dikatakan sebagai anak yang memiliki perilaku prososial seperti yang dikatakan oleh Baron, Byrne & Branscombe (2006) bahwa perilaku prososial adalah tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong. Perilaku prososial dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor situa-sional dan faktor dari dalam.  Faktor situasional terdiri dari bystander (keberadaan orang di sekitar lokasi kejadian), daya tarik, atribusi terha-dap korban, ada model, desakan waktu dan sifat kebutuhan korban.  Faktor dari dalam berupa suasana hati (mood), sifat, jenis kelamin, tempat tinggal serta pola asuh. (Sarwono, 2009).  

      Peneliti menduga bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh masing-masing anak berbeda-beda dan ada kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal mereka. Lingkungan  tempat tinggal anak yang hidup di perkampungan kumuh tentunya memiliki kondisi  yang berbeda dengan lingkungan tempat tinggal anak yang ada di perkam-pungan kota ataupun di perumahan.  Perbedaan kondisi ini tidak terlepas dari kepadatan baik itu kepadatan di dalam (inside density) atau pun di luar rumah (outside density).  

           Perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.  Keberadaan perilaku prososial sangat diperlukan oleh seseorang dalam menjalin interaksi sosial dengan orang lain, karena dengan perilaku tersebut seseorang akan lebih disukai dan diterima secara sosial oleh masyarakat lingkungan sekitarnya. Perilaku ini tidak saja dapat ditunjukkan dan diamati pada diri orang dewasa, tetapi pada remaja dan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. 

      Perilaku prososial sebagai bagian dari perkembangan sosial dapat mulai diamati pada  anak-anak usia dini  yang duduk di bangku pra sekolah atau taman kanak-kanak sebagai perilaku nampak sehari-hari, misal suka menolong, bersedia mengalah, berbagi mainan atau pun makanan dengan teman sebaya.   Kemunculan perilaku ini tidak sama pada masing-masing anak, seperti halnya pada orang dewasa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas perilaku prososial pada anak siswa TK, misalnya faktor lingkungan tempat tinggal anak.

      Holahan (1982) berpendapat bahwa perilaku yang kurang proso-sial merupakan dampak dari kepa-datan.  Kepadatan ini selanjutnya akan dipersepsikan menjadi kese-sakan (crowding). Kepadatan  adalah banyaknya jumlah manusia dalam suatu batas ruang tertentu.  Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangan.  Kepadatan berbeda dari masing-masing tempat tinggal memiliki dampak yang berbeda-beda, baik kepadatan di dalam rumah (inside density) atau pun di luar rumah (outside density). 

      Pada anak-anak yang tinggal di perumahan mewah kota kemung-kinan memiliki perilaku prososial yang berbeda dengan anak yang ting-gal di perkampungan kota ataupun perkampungan kumuh.  Perumahan mewah adalah sekelompok rumah hunian yang terletak di sebuah kawasan tertentu dengan dilengkapi kebutuhan dasar fisik lingkungan, seperti : jalan, pembuangan sampah, saluran listrik, saluran air atupun saluran telepon.  Adapun perumahan mewah kota adalah suatu lokasi perumahan yang terletak di dalam kota yang didalamnya tidak hanya tersedia kebutuhan dasar fisik lingkungan tetapi juga dilengkapi sarana-sarana penunjang lainnya seperti sarana rekreasi keluarga seperti taman, kolam renang, bahkan ada pula yang dilengkapi dengan sekolah, rumah sakit dan kawasan perbelanjaan.

Lingkungan perumahan me-wah biasanya dihuni oleh orang-orang dengan tingkat ekonomi yang mapan dengan bentuk bangunan yang mewah dan luas.  Kondisi bangunan yang luas serta halaman yang cukup lebar membuat orang merasa nyaman dan jauh dari kesesakan.   Tingkat kepadatan ling-kungan perumahan mewah kota yang tinggi di luar dan rendah di dalam membuat anak merasa enggan untuk keluar dan merasa lebih nyaman berada di dalam ruangan (rumah).  Keadaan ini menjadikan anak yang tinggal di lingkungan perumahan mewah jarang keluar rumah untuk berinteraksi dengan anak-anak usia sebaya (tetangga) yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut, sehingga kemungkinan untuk mengenal dan berhubungan baik antara satu tetangga dengan tetangga lain sangat kecil kemungkinan.  Dalam kondisi hubungan yang kurang baik dapat menyebabkan kurangnya perilaku prososial antara individu yang satu dengan yang lain, baik dalam bentuk kepedulian atau pun sikap tolong menolong. 

      Lingkungan perkampungan kota adalah kawasan  atau daerah yang ditinggali sejumlah keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah dengan tatanan rumah yang saling berdempetan dan ukuran rumah yang bervariasi, mulai dari kecil, sedang dan besar.  Lingkungan perkam-pungan memiliki tingkat kepadatan yang cukup rendah baik di dalam maupun di luar rumah.  Kepadatan yang tidak terlalu tinggi ini kemungkinan membuat anak tetap merasa nyaman baik di dalam ataupun di luar rumah, sehingga anak yang tinggal di kawasan perkam-pungan biasanya juga sangat akrab dan dekat antara keluarga satu dengan yang lain.  Interaksi antara satu anak dengan anak usia sebaya dalam suatu kawasan perkampungan juga berjalan dengan baik sehingga perilaku prososial dan bentuk-bentuk kepedulian dalam masyarakat akan lebih mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. 

      Lingkungan perkampungan ku-muh merupakan sebuah kawasan dengan ciri-ciri : a.  Memiliki fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai; b. Memiliki penghasilan yang kurang memadai hingga dapat dikategorikan sebagai orang yang kurang mampu atau miskin; c. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi peng-huni; d. Mempunyai mata penca-harian dan tingkat pendapatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.  Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal (Suparlan, 1995).

      Kondisi luas bangunan rumah dengan ukuran yang kurang memadai dengan penghuni yang cukup banyak dan saling berhimpitan antara satu rumah dengan rumah lain menciptakan kepadatan yang cukup tinggi baik di dalam maupun di luar.  Akan tetapi jarak personal orang-orang yang tinggal di lingkungan ini justru menimbulkan keakraban dan komunikasi yang efektif.  Jarak personal yang berada pada rentang 0,5-1,3 m di antara anak-anak yang tinggal di perkampungan kumuh justru mendorong anak menjadi dekat satu dengan lain.  Situasi tersebut memungkinkan  perilaku prososial antar anak menjadi tumbuh dengan baik.

          Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas maka hipotesa  penelitian ini, yaitu : ada perbedaan  perilaku prososial siswa TK antara yang tinggal di lingkungan mewah perkotaan, perkampungan kota dan perkampungan kumuh

 

Metode Penelitian      

      Metoda penelitian yang digu-nakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pende-katan kuantitatif.  Penelitian deskrip-tif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi suatu permasalahan secara sistematis, fak-tual dan akurat terkait dengan fakta-fakta dan sifat suatu populasi (Suryabrata, 1983).  Pendekatan kualitatif adalah sebuah model pendekatan dalam penelitian yang menekankan hasil analisanya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika.  Dengan metoda penelitian kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifi-kansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 2012).

      Adapun jumlah subyek pada penelitian ini terdiri dari 50 subjek dari siswa TK yang tinggal di perumahan mewah, 50 siswa TK yang tinggal di perkampungan serta 50 orang siswa TK yang tinggal di perkampungan kumuh.  Total keselu-ruhan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 150 siswa TK. 

 

Hasil Penelitian

       Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan anova satu jalur atau disebut juga uji-F yang digunakan untuk menguji ada atau tidak perbedaan perilaku prososial pada siswa TK yang tinggal di lingkungan mewah, perkam-pungan kota dan perkampungan kumuh.  Uji-F dilakukan dengan menguji perbedaan variabel bebas (X) yaitu lingkungan tempaat tinggal yang terdiri dari lingkungan perumahan mewah (A1), lingkungan perkampungan kota (A2) dan lingkungan perkampungan kumuh perkotaan (A3), dengan variabel terikat (Y) yaitu perilaku prososial.      

      Hasil perhitungan dengan analisa anova satu jalur atau juga disebut uji F menunjukkan bahwa untuk variabel X (lingkungan tempat tinggal) dengan Y (perilaku prososial) diperoleh nilai F sebesar 1,427 pada taraf signifikansi                (p) 0,242>0,05.  Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial ditinjau dari lingkungan tempat tinggal. 

      Hasil analisa data tambahan dengan menggunakan uji Z yang dimaksudkan untuk uji beda rerata empris dengan rerata hipotesis pada ubahan Y pada masing-masing kelompok sampel (A1, A2, A3).  Berdasarkan analisis tambahan dari uji perbandingan antara rerata empiris dan rerata hipotesis dengan menggunakan uji Z Multi Kelompok didapatkan hasil sebagai berikut; pada ubahan Y (perilaku prososial) untuk kelompok sampel A1 (lingkungan perumahan mewah) antara rerata hipotesis dengan rerata empiris diperoleh hasil uji Z = 11,224 pada taraf signifikansi (p)n= 0,000 signifikan.  Hal tersebut menunjukkan bahwa antara rerata hipotesis dan rerata empiris pada variabel tersebut terdapat perbedaan yang signifikan.  Hasil rerata empiris 83,240 sementara rerata hipotesis 72.  Hal ini menunjukkan bahwa rerata empiris lebih tinggi dibandingkan rerata hipotesis, yang berarti dapat disimpulkan bahwa perilaku proso-sial pada kelompok A1 berada pada kategori tinggi, menunjukkan inten-sitas yang tinggi dalam perilaku prososial.

      Pada ubahan Y (perilaku prososial) untuk kelompok A2 (lingkungan perkampungan kota) antara hipotesis dengan rerata empiris diperoleh hasil uji Z = 10,266 pada taraf signifikansi (p) = 0,000 signifikan.  Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dimana nilai rerata empiris (83,220) lebih tinggi jika dibangingkan dengan rerata hipotesis (72).  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial pada kelompok ini berada pada kategori tinggi, menunjukkan intensitas yang tinggi dalam perilaku prososial. 

      Pada ubahan Y (perilaku prososial) untuk kelompok A3 (lingkungan perkampungan kumuh perkotaan) antara hipotesis dengan rerata empiris diperoleh hasil uji Z = 6,193 pada taraf signifikasi (p) = 0,000 signifikan.  Hal ini menun-jukkan adanya perbedaan yang signifikan antara rerata hipotesis dengan rerata empiris, dimana rerata empiris (80,780) lebih tinggi jika dibandingkan dengan rerata hipotesis (72).  Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa perilaku prososial pada kelompok ini juga pada kategori tinggi, menunjukkan intensitas yang tinggi dalam perilaku prososial.

      Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dengan menggu-nakan anova satu jalur diperoleh hasil yang menunjukkan tidak ada perbedaan perilaku prososial pada siswa TK yang tinggal di perumahan mewah, perkampungan kota dan perkampungan kumuh perkotaan, dengan demikian hasil penelitian menolak hipotesis yang telah diajukan.  Penolakan hipotesis dalam penelitian ini diduga disebabkan adanya variabel lain yang mungkin turut memberikan pengaruh terhadap variabel tergantung yaitu diantaranya pembelajaran melalui meniru atau modeling, pembelajaran melalui teman sebaya ataupun pembelajaran dengan conditioning melalui pemberian reward dan punishment

            Anak yang tinggal di peru-mahan mewah terbiasa dengan suasana yang lengang dengan tingkat kepadatan yang rendah di dalam dan tinggi di luar.  Keadaan ini membuat anak merasakan kelonggaran atau persepsi kesesakan yang rendah di dalam rumah, sehingga anak cenderung lebih nyaman mengha-biskan waktu dengan tinggal dan bermain di rumah dengan anggota keluarga ataupun menonton televisi.  Anak jarang berinteraksi dengan orang atau anak usia sebaya yang tinggal di sekitarnya. Bangunan yang mewah dan luas dengan ruangan yang berukuran besar memung-kinkan jarak personal yang cukup lebar antara penghuni di dalam rumah sehingga interaksi antar penghuni menjadi kurang akrab dan memicu sikap yang kurang prososial terhadap lingkungan sekitar.  Tetapi perilaku modeling atau meniru masih dimungkinkan terjadi pada anak-anak yang tinggal di lingkungan ini.  Adanya waktu khusus yang disediakan orang tua bersama anak serta adanya orang lain yang tinggal bersama dalam keluarga juga mendorong kemungkinan terjadinya imitasi perilaku. Proses meniru secara langsung (melalui orang-orang di sekitar anak) ataupun tidak langsung (melalui tayangan media informasi televisi) justru dapat mendorong tumbuhnya perilaku prososial dalam diri anak.  Saat orang dewasa di sekitar anak menunjukkan sikap yang empati,  menolong orang lain dapat ditiru oleh anak dan menjadi perilaku yang prososial. 

        Data dari angket yang telah disebar memperlihatkan adanya keragaman orang yang tinggal bersa-ma anak di rumah cukup tinggi.  Keberadaan pembantu yang meng-gantikan orang tua di rumah ataupun anggota keluarga besar lainnya seperti bibi, paman, nenek ataupun kakek dapat dilihat pada tabel 1 dan waktu khusus yang disediakan orang tua untuk bersama anak dapat dilihat ada tabel 2

Tabel 1

 Keragaman orang yang tinggal bersama anak di lingkungan perumahan mewah

Orang yang tinggal bersama anak di lingkungan perumahan mewah

Keluarga inti

21

Keluarga inti dan pembantu

17

Keluarga inti dan keluarga besar

8

Keluarga inti, pembantu dan keluarga besar

4

 

 

Tabel 2

 Waktu khusus bersama anak pada lingkungan perumahan mewah

Waktu khusus

Frekuensi

1kali/bulan

3

2 kali/bulan

8

3 kali/bulan

1

4 kali/bulan

16

>4 kali/bulan

22

1kali/bulan

3

 

            Keberadaan orang lain yang tinggal di dalam lingkungan yang sama  memungkinkan anak untuk belajar bersikap melalui contoh yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitarnya (Gunarsa, 1984).  Bandurah dalam teorinya tentang pembelajaran melalui imitasi atau modeling mengatakan bahwa orang belajar melalui pengamatan dan meniru tindakan tersebut untuk dirinya sendiri.  (Sandtrock, 2007).  Tingkah laku orang yang tinggal di lingkungan rumah anak akan memberikan kontribusi besar pada pola perilaku anak, ketika orang tua atau orang dewasa menunjukkan sikap yang empati kepada orang lain secara tidak langsung juga akan mendorong anak untuk mencontoh perilaku yang sama pada saat yang lain.  Orang tua atau orang dewasa akan menjadi model bagi anak dalam pembentukan pola-pola perilaku sosial karena pada usia TK (4-6 tahun) anak banyak belajar dengan mencontoh orang-orang disekitarnya. 

      Kecenderungan menonton tele-visi juga turut mendorong munculnya pembelajaran melalui modeling.  Melalui tontonan-tontonan media yang mengandung pesan sosial serta rasa peduli pada orang lain diduga juga turut mendorong tingginya perilaku prososial pada siswa TK yang tinggal di perumahan mewah.   Hasil angket yang telah disebarkan menunjukkan bahwa dari 50 anak dari lingkungan perumahan mewah sebanyak 49 anak menonton TV dan 1 orang tidak menonton TV dimana dari 49 orang anak ini sebanyak 47 orang anak menonton dengan pendampingan sementara 2 orang anak menonton sendiri.  Sprafklin, Liebert dan Poulos dalam Baron Byrne (2005) dan Sears (1991) berpendapat bahwa model yang menolong dalam media juga berkontribusi pada pemben-tukan norma sosial yang mendukung munculnya perilaku prososial.

 

Pembahasan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tingginya perilaku prososial pada siswa TK yang tinggal di lingkungan perumahan mewah dapat muncul karena pengaruh pembelajaran melalui meniru, baik secara langsung ataupun melalui perantara media.

            Pada lingkungan perkam-pungan kota, kondisi rumah yang cukup longgar meski tidak selonggar di kawasan perumahan mewah menimbulkan persepsi kese-sakan yang rendah dan memung-kinkan masing-masing penghuni untuk menyatakan kepemilikan terhadap wilayah teritori dan memiliki privacy.  Luas bangunan yang tidak terlalu besar, yaitu 54 m2 - 200 m2 memungkinkan jarak personal yang nyaman untuk menciptakan komu-nikasi antar penghuni di dalam rumah. Komunikasi yang baik antara orang tua atau orang dewasa dengan anak dapat dijadikan salah satu faktor pendukung munculnya perilaku prososial dalam diri anak (Papalia, 2008), selain itu interaksi dengan teman sebaya juga memberikan kontribusi dalam pembentukan perilaku prososial.  Tabel 3 menunjukkan data tentang interaksi sosial anak dengan orang di lingkungan perkampungan kota. 

 

Tabel 3

 Interaksi sosial anak di lingkungan perkampungan kota

Interaksi sosial anak di lingkungan perkampungan kota

Bersama kakak/adik

35

Bersama tetangga

5

Bersama pembantu

1

Lain-lain (bibi, nenek, dll)

8

 

Kondisi lingkungan permu-kiman yang rapat memungkinkan anak-anak yang tinggal di lingkungan ini untuk berinteraksi secara aktif dalam kehidupan sehari-hari.  Interaksi sosial bersama teman sebaya memberikan pengalaman bagi anak, jika seorang anak ingin diterima oleh lingkungannya maka ia harus mengubah perilaku (Hurlock, 2005).    Bronfenbrenner berpen-dapat bahwa perkembangan dipenga-ruhi oleh lima sistem lingkungan yang berkisar pada konteks interaksi langsung dengan orang-orang yang ada di lingkungan terdekat hingga konteks budaya berdasarkan luas.  Salah satu sistem lingkungan yang mempengaruhi perkembangan adalah mikrosistem yang merupakan ling-kungan tempat tinggal individu.  Keluarga, teman sebaya, sekolah dan tetangga merupakan lingkungan yang berpengaruh langsung pada perilaku sosial anak (Sandtrock, 2007).   Dengan demikian, intensitas perilaku prososial yang tinggi pada anak-anak yang tinggal di perkampungan kota diduga turut dipengaruhi oleh interaksi anak dengan orang-orang dalam keluarga dan anak yang tinggal di lingkungan tersebut.

      Hasil analisa data menunjukkan perilaku prososial di lingkungan kumuh perkotaan menunjukkan intensitas yang tinggi.  Keadaan tersebut diduga dipengaruhi adanya pengkondisian orang tua terhadap perilaku anak. Lingkungan kumuh perkotaan dengan tatanan rumah yang tidak beraturan, fasilitas umum yang kurang memadai serta luas bangunan yang sempit dengan ukuran di bawah 20 m2 sangat tidak memungkinkan seseorang untuk memiliki privacy dan teritory karena kecilnya bangunan dan banyaknya penghuni di dalam rumah.  Pemba-gian ruangan seperti tempat tinggal pada umumnya juga tidak memung-kinkan, meski demikian jarak personal yang dekat memungkinkan terjadinya komunikasi yang nyaman dan akrab di antara penghuni rumah.  Kondisi ini mendorong orang tua untuk mengajarkan berbagi ruangan dan barang dengan penghuni rumah lainnya, sehingga anak menjadi terbiasa dengan kondisi demikian. 

       Pada usia di bawah 5 tahun pemikiran moral anak berupa realisme moral, yaitu gagasan yang kaku dan tidak fleksibel tentang benar dan salah dimana keadilan didominasi otoritas orang tua.  Perilaku anak pada usia ini lebih banyak terbentuk dengan basis rumah, dimana saat orang tua telah memberikan batasan baik dan buruk dari sebuah perilaku maka anak akan patuh dan tunduk pada aturan tersebut (Piaget dalam Mussen dkk, 1989).

      Perilaku prososial juga meru-pakan salah satu perkembangan moral yang dapat dipelajari.  Orang tua atau oranng dewasa yang ada di sekitar anak menjadi orang pertama yang meletakkan dasar-dasar bersikap prososial melalui reward dan  punishment,   jika orang tua memberikan reward terhadap perilaku yang mengarah pada prososial secara konsisten serta pemberian punishment pada perilaku yang tidak prososial secara konsisten pula maka akan mendorong  berkembangnya perilaku prososial pada diri anak  (Kohlberg dalam Santrock, 2007).

      Luas bangunan yang tidak sebanding dengan banyaknya penghuni di pemukiman kumuh menyebabkan kepadatan di dalam rumah cukup terasa sehingga persepsi terhadap kesesakan juga cukup tinggi dan membuat anak merasa lebih nyaman berada di luar rumah dan bermain bersama teman.  Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4 tentang interaksi sosial anak.

 

Tabel 4

Interaksi sosial anak di lingkungan perkampungan kumuh perkotaan

Interaksi sosial anak

Bersama kakak/adik

20

Bersama tetangga

26

Bersama pembantu

-

Lain-lain (bibi, nenek, dll)

4

 

 Interaksi sosial anak di lingkungan sekitar rumah bersama teman sebaya akan memberikan pengalaman bagi anak tentang penerimaan sosial.  Anak mempe-lajari pandanngan pihak lain tentang perilakunya dan hal-hal yang menyebabkan diterimanya sebuah perilaku dalam sebuah kelompok, dimana ketika seorang anak ingin diterima oleh kelompok sosial maka ia harus dapat mengubah perilakunya seperti yang dikehendaki kelompok  (Hurlock, 2005).     

 

Kesimpulan Dan Saran

      Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial pada siswa TK yang tinggal di lingkungan perumahan mewah, perkampungan kota maupun lingkungan perkam-pungan kumuh perkotaan.  Ini berarti hipotesis penelitian ditolak.

      Diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian yang lebih kepada anak terutama dari sisi perhatian, kasih sayang dan keber-samaan.  Perhatian dapat diberikan dalam bentuk pengarahan pada saat ada kesempatan bersama orang tua dan anak, baik dengan intensitas yang terjadwal ataupun tidak.  Kebersamaan yang baik antara orang tua dan anak diharapkan akan membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga untuk memunculkan perilaku positif yang akan berguna bagi diri anak dalam interaksi dengan masyarakat yang lebih luas.  Orang tua diharapkan juga dapat menjadi contoh yang baik dalam berperilaku mengingat anak pada usia TK lebih banyak belajar melalui imitasi.  Kebanggaan terbe-sar dalam diri orang tua adalah saat mampu mengantarkan putra-putrinya menuju kehidupan yang sesung-guhnya dengan kondisi yang siap tidak hanya dari sisi ketrampilan berpikir tetapi juga ketrampilan bersosialisasi dan bermasyarakat.

      Peran sekolah selain mengem-bangkan kompetensi anak juga diharapkan mampu mendidik guru dan orang tua sebagai mitra sekolah tentang pentingnya pendidikan yang mengedepankan optimalisasi tumbuh kembang anak.  Peran sekolah untuk membangun kesadaran tersebut pada diri guru dan orang tua merupakan kontribusi terbesar dalam pendidikan anak bangsa.                

       Variabel lain di luar tempat tinggal yang kemungkinan mempe-ngaruhi perilaku prososial pada diri anak antara lain gaya pengasuhan orang tua dan urutan kelahiran.  Adanya kemungkinan tersebut diha-rapkan akan menjadi motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan perilaku prososial pada anak usia dini.

 

Daftar Pustaka

Arikunto,S, 2002, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,  Cetakan ke- 9, PT Bumi         Aksara.

Azwar, S, 1997, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Baron, Robert A. ; Byrne, Donn, 2005,  Psikologi Sosial, jilid 2, Jakarta : Erlangga.

Black, A. J dan Champion, D. J, 1999, Metode dan masalah Penelitian Sosial,     cetakan kedua, PT. Refika

Dayakisni, T dan Hudaniah, 2009 Psikologi Sosial, Malang : UMM Press.

Gunarsa, S. D, 1984, Psikologi Perkembangan, Cetakan ke-4, PT. BPK Gunung Mulia.

Holahan, Charles J, 1982.  Environmental psychology, New York : University of  Texas at austin. Random House.

Horby,at all, 1974, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current Englih, New ork:Oxford University Press.

Hurlock, E. B, 2005, Perkembangan Anak, Erlangga.

Mukono, J. 2000.  Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya : Airlangga          University Press.

Mussen, P. H, 1989, Child Development and Personality,  Alih bahasa Fx. Budianto,

Gianto Widianto, Arum Gayatri Perkembangan dan Kepribadian Anak Edisi 6,  Arcan

Myers, David G, 1997, Social Psychology Ninth Edition, McGraw-Hill International.

Nawawi, H, 1990, Metode Penelitian Bidang Sosial, cetakan keempat, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nazir, M, 2005, Metodologi Penelitian, cetakan keenam, Bogor Selatan : Ghalia

         Indonesia.

Papalia, D. E, et, all, 2008, Psikologi Perkembangan, cetakan ke-1, Jakarta :        Kencana Predana Media Group

Santrock, J. W, 2007, Perkembangan Anak, Jilid 2, Jakarta : Erlangga.

Sarwono, S. W, 1995. Psikologi Lingkungan, Grasindo.

Sarwono, S. W  dan Meinarno, E. A, 2009. Psikologi Sosial, Jakarta : Salemba  Humanika.

Sears, D. O, dkk, 1991 Psikologi Sosial, Jakarta : Erlangga.

Sukmana, O, 2003, Dasar-dasar Psikologi Lingkungan, Malang :UMM Press.

Suparlan, P, 1995, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Suryabrata, S, 1983, Metodologi penelitian, Jakarta : C.V Rajawali.

-------2009, Juni, Vol VII. No. 9.  Biar Si Kecil Sehat Terus.  Majalah Parenting        Guide,  hal 99.

-------2010, Permendiknas no. 58 Th 2009.  Standart Pendidikan Anak Usia Dini

--------Lingkungan Pemukimandari http://lh.surabaya.go.id/SLHD/religi.html

 

 


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya