Artikel 5

Jumat,10 Mei 2019 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 34509 kali

HUBUNGAN POLA ASUH OTORITER DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI LESBI

 

Dwi Sarwindah S.  &  Faisyani Hapsarini

 

Fakultas Psikologi Untag Surabaya

 

Abstrak

 

Homoseksualitas dikalangan wanita disebut cinta Lesbis atau lesbianisme. Dalam prosesnya, lesbianisme biasanya diperankan oleh pasangan wanita dengan penampilan tomboy dan perempuan dengan sisi feminimnya namun tidak semua wanita yang berpenampilan tomboy menjalin hubungan dengan sesama jenis. Tomboy akan tampak pada diri seorang perempuan yang lebih maskulin atau memiliki ciri-ciri kelaki-lakian baik secara biologis maupun psikologinya. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri. Pola asuh yang salah dapat menyebabkan seorang anak melakukan perilaku yang menyimpang. Orang tua yang terlalu mendominasi akan membuat anak tidak dapat mengembangkan kreativitasnya yang akhirnya anak akan melakukan perilaku agresif serta menyimpang diluar lingkungan keluarga. Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi terbentuknya homoseksual. (Adesla, 2009). Pola asuh orangtua yang cenderung otoriter dan lebih banyak menggunakan kekerasan untuk menghukum anak mempengaruhi kepribadian anak. Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat mempengaruhi proses pendidikan anak terutama dalam pembentukan kepribadiannya karena disiplin yang dinilai efektif oleh orang tua (sepihak) belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Adapun sampel penelitian ini adalah remaja wanita usia 17 – 13 tahun yang diketahui disekitar kampus Untag, Unitomo, dan Perbanas Surabaya yang berjumlah 100 orang. Pengambilan sampel tersebut menggunakan sampel dengan teknik quota sampling dan pelaksanaan penyebaran skala dilakukan secara insidental.Analisis data  yang dilakukan adalah Analisis Korelasi Product Moment dariPearson, diperoleh r = 0,773 dengan p = 0,000 < 0,05.. Ini berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh otoriter dengan kecenderungan lesbi.

 

Kata kunci : pola asuh otoriter, kecenderungan menjadi lesbi

 


Pendahuluan

Homoseksual merupakan wacana yang pada belakangan ini banyak menarik berbagai pihak, homo-seksual yang merupakan orientasi seksual terhadap sesama jenis yang ada diberbagai budaya dan disepanjang sejarah umat manusia. Homoseksual terbagi menjadi dua, salah satunya adalah Lesbianisme. Homoseksualitas dikalangan wanita disebut cinta Lesbis atau lesbianisme. Dalam prosesnya, lesbianisme biasanya diperankan oleh pasangan wanita dengan penampilan tomboy dan perempuan dengan sisi feminimnya namun tidak semua wanita yang berpenampilan tomboy menjalin hubungan dengan sesama jenis. Tomboy akan tampak pada diri seorang perempuan yang lebih maskulin atau memiliki ciri-ciri kelaki-lakian baik secara biologis maupun psikologinya.

Cukup beragam faktor-faktor penyebab dari munculnya sekelom-pok orang yang mengaku dan menunjukkan status mereka sebagai seorang homo atau lesbian. Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan seseorang itu menjadi homoseksual atau lesbian. Faktor pertama yaitu faktor hormonal termasuk yang mempengaruhi seseorang berperilaku seksual sebagai lesbian maupun gay.. kondisi hormon ini tidak dapat dilihat secara kasat mata, hanya kaum mereka yang tahu dan dapat merasakannya. Lesbian dan gay ini terjadi karena ada hormon yang mempengaruhi yaitu feromon, dan mereka tahu ciri khusus mana seorang lesbi atau gay, hal ini dapat terlihat dari jalannya, bibirnya atau yang lainnya. Ada yang berpendapat bahwa homoseksualitas adalah suatu pilihan hidup yang dibuat-buat sementara sebagian kalangan menganggap salah satu penyebab seseorang menjadi gay atau lesbi karena masalah psikis tapi kebanyakan faktor lingkungan mempengaruhi seseorang untuk menjadi gay atau lesbi (Hastaning, 2008).

         Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orang-orang disekitar anak. Keluarga adalah orang yang terdekat bagi anak dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Segala perilaku orang tua yang baik dan buruk akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang baik demi pembentukan kepribadian anak yang baik. Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengendalikan anak, sehingga anak yang juga hidup dalam masyarakat, bergaul dengan lingkungan dan tentu anak mendapatkan pengaruh dari luar yang mungkin dapat merusak kepribadian anak, akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang tua.

Kenny & Kenny (1991) menyatakan bahwa pola asuh merupakan segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk mem-bentuk perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman. Pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang penuh pembatasan dan hukuman (keke-rasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendak, sehingga orang tua dengan pola asuh otoriter memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anak. (Santrock, 1998).

Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anaknya (Theresia,2009).

          Pola Asuh menurut agama adalah cara memperlakukan anak sesuai dengan ajaran agama berarti memahami anak dari berbagai aspek,dan memahami anak dengan memberikan ola asuh yang baik ,menjaga anak dan harta anak yatim, menerima, mamberi perlindungan, pemeliharaan, perawatan dan kasih sayang sebaik – baiknya (QS Al Baqoroh:220)

         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan sewenang-wenang. Pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan penda-pat sendiri.

          Pada pola asuhan ini akan terjadi komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan melaksana-kan tugas dan kewajibannya. Jadi anak melakukan perintah orang tua karena takut bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.

           Hubungan baik yang tercipta antara anak dan orang tua akan menimbulkan perasaan aman dan kebahagiaan dalam diri anak. Sebaliknya hubungan yang buruk akan mendatangkan akibat yang sangat buruk pula, perasaan aman dan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan anak tidak lagi dapat terbentuk, anak akan mengalami trauma emosional yang kemudian dapat ditampilkan anak dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti menarik diri dari lingkungan, bersedih hati, pemurung, tempramen dan sebagainya (Hurlock, 1994).

           Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama yaitu sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama. Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu. http://id.wikipedia. org/wiki/Homoseksualitas)

          Dalam Psikoanalisa Freud, dikatakan pengalaman hubungan orang tua dan anak pada masa anak-anak sangat berpengaruh terhadap kecenderungan homoseksual. Freud percaya, pria maupun wanita memiliki kecenderungan biseksual. Hanya dengan pengalaman perkem-bangan yang "normal" maka anak akan tumbuh sebagai heteroseksual..

      Homoseksual merupakan waca-na yang pada belakangan ini banyak menarik berbagai pihak, homo-seksual yang merupakan orientasi seksual terhadap sesama jenis yang ada diberbagai budaya dan disepanjang sejarah umat manusia. Homoseksual terbagi menjadi dua, salah satunya adalah Lesbianisme. Homoseksualitas dikalangan wanita disebut cinta Lesbis atau lesbianisme. Dalam prosesnya, lesbianisme biasanya diperankan oleh pasangan wanita dengan penampilan tomboy dan perempuan dengan sisi feminimnya namun tidak semua wanita yang berpenampilan tomboy menjalin hubungan dengan sesama jenis. Tomboy akan tampak pada diri seorang perempuan yang lebih maskulin atau memiliki ciri-ciri kelaki-lakian baik secara biologis maupun psikologinya.

         Cukup beragam faktor-faktor penyebab dari muncul sekelompok orang yang mengaku dan menunjukkan status mereka sebagai seorang homo atau lesbian. Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan seseorang itu menjadi homoseksual atau lesbian. Faktor pertama yaitu faktor hormonal termasuk yang mempengaruhi seseorang berperilaku seksual sebagai lesbian maupun gay.. kondisi hormon ini tidak dapat dilihat secara kasat mata, hanya kaum mereka yang tahu dan dapat merasakannya. Lesbian dan gay ini terjadi karena ada hormon yang mempengaruhi yaitu feromon, dan mereka tahu ciri khusus mana seorang lesbi atau gay, hal ini dapat terlihat dari jalannya, bibirnya atau yang lainnya. Ada yang berpendapat bahwa homoseksualitas adalah suatu pilihan hidup yang dibuat-buat sementara sebagian kalangan menganggap salah satu penyebab seseorang menjadi gay atau lesbi karena masalah psikis tapi kebanyakan faktor lingkungan mempengaruhi seseorang untuk menjadi gay atau lesbi (Hastaning, 2008).

           Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orang-orang disekitar anak. Keluarga adalah orang yang terdekat bagi anak dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Segala perilaku orang tua yang baik dan buruk akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang baik demi pembentukan kepribadian anak yang baik. Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengendalikan anak, sehingga anak yang juga hidup dalam masyarakat, bergaul dengan lingkungan dan tentunya anak mendapatkan pengaruh-pengaruh dari luar yang mungkin dapat merusak kepribadian anak, akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang tua.

Hipotesis dalam penelitian ini: “Ada hubungan positif antara hubungan pola asuh otoriter dengan kecenderungan mejadi lesbi” artinya dengan pola asuh  otoriter yang relatif tinggi maka kecenderungan menjadi lesbi semakin tinggi

 

Metode Penelitian

Sebagai Variabel bebas adalahPola Asuh Otoriter dan sebagai vriabel Tergantung adalah  Kecenderungan Menjadi Lesbi.

          Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. (Azwar 2010). Menurut Suryabrata (2010) Definisi adalah yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Dalam penyusunan definisi operasional ini perlu dilakukan untuk lebih dapat mengetahui maksud dari variabel yang akan diteliti dan menetapkan metode pengumpulan data yang sesuai. Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.

Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum, tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Indikator dari pola asuh otoriter ini adalah : a) orang tua menerapkan peraturan yang ketat. b) Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat. c) Anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua. d) Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan e) Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.

Lesbian adalah wanita yang secara seksual lebih menyukai sesama jenis daripada berlainan jenis. Wanita bisa menjadi seperti ini bukan hanya karena bawaan dari lahir tapi juga karena pengaruh dari orang lain. Lebih jelasnya wanita itu bisa menjadi lesbian jika dia sering bergaul dengan wanita yang sudah terlebih dahulu menjadi lesbi. Untuk membedakan antara wanita biasa dengan wanita lesbian itu tidaklah mudah karena di antara keduanya tidak ada ciri-ciri khusus yang bisa di bedakan hanya dengan melihatnya.

          Kecenderungan menjadi lesbi diungkap dengan indikator : a) Nyaman dengan wanita. b) Ketergantungan tinggi dengan pasangan. c) Menunjukkan ketertarikan pada wanita. d) penampilannya sangat maskulin.

          Populasi dalam penelitian ini terdiri para remaja wanita yang berusia 15 – 23 tahun yang ada di Surabaya. Subyek penelitian didapatkan sebanyak 100 responden . Pengambilan sampel berikutnya menggunakan studi populasi yaitu anggota subyek diperoleh dari siapa saja yang memiliki ciri – ciri tertentu yang ditentukan sebelumnya. (Hadi, 1989) Adapun ciri-ciri yang dimaksud adalah: a) remaja berusia antara 15-23 Tahun, b) memiliki ciri – ciri yang ditentukan.

             Metode pengumpulan data adalah metode yang dipakai untuk pengumpulan data yang dibutuhkan dalam suatu penelitian, mengadakan pengukuran merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian, kegiatan ini ditujukan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya obyek yang diteliti ( Hadi, 2001 ). anggapan yang mendasari metode skala adalah sebagai berikut : Subjek adalah orang yang tahu tentang dirinya sendiri, apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penyelidik adalah benar dapat dipercaya, interpretasi subjek tentang pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama. Dalam penelitian ini digunakan dua skala, yaitu skala Pola Asuh Otoriter dan skala Kecenderungan Menjadi Lesbi dengan menggunakan teknik skala Likert.

         Penelitian yang menggunakan alat ukur harus diuji dengan tahapan reliabilitas baru kemudian uji validitas alat ukur. Demikian hasil penelitian yang diperoleh menjadi reliabel dan valid. Hasil penelitian yang reliabel menunjukkan kesa-maan data dalam waktu yang berbeda sedangkan hasil penelitian yang valid menunjukkan kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2002).

         Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS Windows Ver. 16 maka dari 36 aitem Pola Asuh Otoriter yang dibuat, 29 butir valid dan 7 yang gugur, yakni nomer  11,12,15,18,22,30, dan 32. Item dinyatakan memiliki daya beda /valid pada p ? 0,30 , sedangkan pada skala kecenderungan menjadi lesbidari 40 aitem yang disusun, 36 butir valid, dan 4 butir gugur yakni nomor 17,28,33, dan 40. Item dinyatakan memiliki daya beda /valid pada p ? 0,3.

          Salah satu ciri instrument ukur yang berkualitas baik adalah reliable, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat eror pengukuran kecil. Reliabilitas atau keandalan alat ukur dapat diketahui jika alat ukur tersebut mampu menunjukkan hasil pengukuran yang relative sama bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama (Azwar, 2000).

           Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS Windows Ver. 16  diketahui hasil sebagai berikut ; Hasil reliabilitas skala pola asuh otoriterpada Alpha Cronbach 0,888 > 0,800 untuk 36 aitem dinyatakan reliabel. Sedangkan hasil reliabilitas dari skala Kecenderungan Menjadi Lesbi pada Alpha Cronbach 0,920 > 0,800 untuk 40 aitem dinyatakan reliabel.

 

Hasil Penelitian & Pembahasan

          Pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorga-nisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan (interpretable) (Azwar, 2012).

         Sebelum analisis data dila-kukan ada dua syarat yang harus dilakukan yaitu uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan.

          Untuk menguji normalitas skala digunakan teknik Kolmogorov-Smirnov. Hasil yang diperoleh bahwa skala pola asuh otoriter dinyatakan normal (p = 0,200 > 0,05). Sedangkan hasil pada skala kecenderungan menjadi lesbi  dinyatakan normal (p = 0,200 > 0,05).

          Berdasarkan hasil korelasi antara variabel pola asuh otoriter dengan kecenderungan lesbi diperoleh F = 142,626, dengan p = 0.000, karena signifikansinya < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel pola asuh otoriter dengan kecenderungan lesbi  terdapat hubungan yang  Linear.

        Berdasarkan hasil uji statistic Pearson Correlation, diperoleh r = 0,773 dengan p = 0,000 < 0,05.. Ini berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh otoriter dengan kecenderungan lesbi.

 

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, telah terbukti bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Menjadi Lesbi pada remaja di Surabaya. Semakin tinggi Pola Asuh Otoriter diikuti semakin tingginya Kecenderungan Menjadi Lesbi pada remaja, dan sebaliknya semakin rendah Pola Asuh Otoriter diikuti dengan semakin rendahnya Kecen-derungan Menjadi Lesbi pada remaja. Jadi hipotesis yang menyatakan ada Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Kecende-rungan Menjadi Lesbi diterima atau terbukti .

 

Kesimpulan dan Saran

          Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara Pola Asuh Otoriter dengan Kecen-derungan Menjadi Lesbi, semakin tinggi Pola Asuh Otoriter maka semakin tinggi pula Kecenderungan Menjadi Lesbi kesimpulannya hipotesis penelitian ini diterima.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat memberikan saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi pihak – pihak terkait diantaranya: 1). bagi remaja diharapkan dapat meminimaliskan kecenderungan berperilaku menjadi lesbi dengan cara yaitu : a) Meningkatkan keimanan kepada ALLAH SWT yang bisa dijadikan filter untuk melakukan perbuatan yang dilarang agama. b) Adanya pengendalian diri, hal ini bisa dilakukan dengan pelajaran pendidikan seksual yang ditinjau dari sisi agama. c) Tidak memiliki teman terlalu dekat dan akrab sehingga tidak menimbulkan rasa tertarik. d) Berusaha mempunyai keberanian diri untuk mengungkapkan pendapat kepada orang tua mengenai keterbatasan peraturan yang terkesan terlalu mengikat. 2). Bagi Orang tua Banyak alternative pola asuh yang dapat membuat anak dapat melewati tahap perkembangan dengan baik. Orang tua dapat  menciptakan komunikasi yang terbuka dengan anak dan berusaha memandang anak bukan milik orang tua yang selalu menurut. Menerima masukan yang diberikan oleh anak secara terbuka karena komunikasi seperti ini membuat anak merasa nyaman, aman untuk membagi permasalahan dan orang tua diharapkan memberikan pengetahuan atau pendidikan seksual sehingga hal itu tidak menjadi tabu bagi anak dan dapat dijadikan filter untuk melakukan kecenderungan menjadi lesbi, dan  3.) bagi peneliti lain apabila akan melanjutkan penelitian dengan topik yang sama, penulis menyarankan agar menambah variabel lain yang mungkin berhubungan dengan pola asuh otoriter , misalnya pengendalian diri, kebiasaan, berbohong, prestasi, dll

.

 

Daftar Pustaka

Agustine,   2005,    All       About    Lesbian,   Ardhanary Institute, Jakarta.

Azwar, S.  (2010).  Reliabilitas     dan Validitas. Yogyakarta: Liberty.

Hadi, S. (1990). Metode Research Jilid I. Yogyakarta : Andi Offset.

______. (2000). Statistik Jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset.

______. (2001). Metodologi Research Jilid III. Yogyakarta: Andi Offset.

Hurlock B Elizabeth.2000. Psikologi    Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang ke Hidupan. Surabaya : Edisi kelima Penerbit Erlangga.

Kenny, J., & Kenny, M. (1991). Dari Bayi  Sampai Dewasa. Jakarta: PT BPK         Gunung Mulia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi kedua, 1995).)

Kartono, Kartini, 2006, Psikologi Wanita Mengenal Gadis Rema-ja & Wanita  Dewasa, Mandar Maju, Bandung.

Kartono, Kartini,    2009,        Psiko-logi Abnormalitas &  Abnor-malitas Seksual Mandar  Maju, Bandung.

 

 


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya