Artikel 1

,00 0000 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 229 kali

PENGARUH PELATIHAN AUGMENTED REALITY TERHADAP KECEPATAN PEMAHAMAN MENGENAL ALFABET PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH

 

Eva Damayanti

Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

 

Abstrak

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pelatihan Augmented Reality (X) terhadap Kecepatan Pemahaman Mengenal Alfabet (Y) pada siswa TK YPPI 1 Surabaya.Kecepatan pemahaman mengenal alfabet yang dimaksudkan yaitu kecakapan atau kesanggupan anak dalam mengenal dan paham alfabet dalam waktu yang relatif singkat.Metode Augemented Reality adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang merupakan perpaduan benda nyata dan benda 3D yang mempunyai penggabungan secara alami melalui sebuah proses komputeristik. suyek penelitian merupakan siswa kelas A di TK YPPI 1 Surabaya yang berjumlah 25 orang, dimana dilakukan pemisahan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengambilan data menggunakan skala Likert yang sudah dimodifikasi, yaitu skala pengaruh pelatihan Augmented Reality terhadap kecepatan pemahaman mengenal alfabet. Analisa data dilakukan melalui uji normalitas sebaran dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan pengujian pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan teknik uji analisis anava AB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelatihan metode Augmented Reality tidak memberikan pengaruh pada kecepatan pemahaman mengenal alfabet.

Kata Kunci: Augmented Reality, Mengenal Alfabet

 


Pendahuluan

Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkem-bangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental (Suyanto, 2005), maka tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah usia emas (golden age), di mana anak sangat berpotensi mempelajari banyak hal dengan cepat, sebagaimana yang tertuang dalam konferensi Genewa tahun 1979 bahwa aspek-aspek yang perlu dikembangkan pada anak pra sekolah atau usia dini yaitu motorik, bahasa, kognitif, emosi, sosial, moralitas, dan kepribadian.

Pada masa kanak kemampuan motorik berkembang sejalan dengan perkembangan kemampuan kognitif anak (Piaget, 1952), selain itu anak-anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. Adapun perkembangan kognitif meru-pakan suatu proses dimana kemajuan individu melalui satu rangkaian yang secara kualitatif berbeda dalam berpikir (Piaget, 1952). Hal yang diperoleh dalam satu peringkatakan merupakan dasar bagi peringkat selan-jutnya, oleh sebab itu sebaiknya anak mulai permulaan) pada usia sedini mungkin sehingga anak yang sedang berada pada tahap perkembangan dapat mengoptimalkan perkembangan.

Selain itu perkembangan tek-nologi yang berkembang pesat juga dapat mendukung anak dengan ber-bagai macam media untuk  pembe-lajaran.

Teknologi yang ada memung-kinkan anak untuk lebih mudah, cepat, dan efisien dalam mempelajari tugas-tugas perkembangan. Salah satunya adal ah teknologi Augmented Reality, anak diajak untuk berinter-aksi dengan dunia maya yang ditam-pilkan secara 3 dimensi, sehingga anak dapat mengembangkan imaji-nasi dan mening-katkan kemampuan spasial.

Sejalan dengan pendapat para ahli di atas, Samsudin (2005) meng-ungkapkan bahwa Perkembangan kognitif dan perkembangan motorik secara konstan berinteraksi. Perkem-bangan kognitif terjadi melalui suatu proses yang disebut dengan adaptasi.

Adaptasi merupakan penye-suaian terhadap tuntutan lingkungan dan intelektual melalui dua hal yaitu asimilasi dan akomodasi (Piaget, 1952). Asimilasi merupakan proses anak dalam menafsirkan kemampuan mental. Kemam-puan mental atau kejiwaan sangat diperlukan oleh anak yang akan menunjukkan kesi-apan anak dalam belajar. Kemam-puan mental anak dalam menyerap stimulus yang masuk sebagai proses belajar berbeda antara satu anak dengan anak yang lain.

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak,  yang dipelajari, kadang terasa amat sulit. Demikian kenyataan yang sering dijumpai pada setiap anak didik dalam kaitan dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Berdasarkan hal tersebut, orang tua harus meng-embangkan metode-metode pembe-lajaran yang paling tepat bagi anak, khusus guru Taman Kanak-kanak.

Augmented Reality adalah sebuah teknologi yang memungkin-kan komputer untuk menampilkan objek virtual secara tepat di sebuah objek nyata secara real time (Volkert, 2004). Teknologi Augmen-ted Reality pertama kali dikem-bangkan di Sutherland pada tahun 1965, dan sampai sekarang terus berkembang pesat di berbagai bidang seperti kedokteran, bisnis, manu-faktur, hiburan, pendidikan dan lain-lain.Menurut Milgram (1994), peng-gunaan teknologi Augmented Reality juga bertujuan untuk mengembang-kan imajinasi dan meningkatkan kemampuan spasial anak, misal anak yang belajar menggunakan metode Augmented Reality akan jauh lebih mudah dalam mengingat bentuk-bentuk alfabet dan gambar-gambar pendukung, sehingga imajinasi anak semakin berkembang untuk menga-rang cerita menurut khayalan.

Teknologi Augmented Reality merupakan salah satu media yang dapat menimbulkan rasa ketertarikan anak untuk terfokus pada pembela-jaran dan merangsang peran aktif anak dalam menemukan, mengkons-truksi pengetahuan sendiri dalam proses pembelajaran (Mulyadi, 2010), selain itu keuntungan utama menggunakan Augmented Reality adalah bahwa anak benar-benar melihat tiga dimensi obyek yang sampai sekarang pada umumnya anak masih belajar secara konven-sional.

Mempersiapkan anak untuk bela-jar di usia dini diharapkan dapat member hasil yang baik, karena menurut Montessori (Hainstock, 2002) di usia 3,5–4,5 tahun anak lebih mudah belajar menulis, dan di usia 4–5 tahun anak lebih mudah membaca dan mengerti angka.

Doman (2005) menyatakan waktu terbaik untuk belajar memba-ca kira–kira bersamaan waktu de-ngan anak belajar bicara.

Disimpulkan bahwa pengajar-an membaca (baik itu sebatas pengenalan huruf atau suku kata) sejak usia Taman Kanak–kanak atau bahkan sejak usia pra sekolah bukanlah sesuatu yang aneh atau tidak boleh dilakukan, karena yang terpenting adalah pengemasan materi serta metode yang digunakan.

Berdasarkan hal tersebut pendidikan Taman Kanak–kanak janganlah dianggap sebagai peleng-kap saja, karena kedudukan sama penting dengan pendidikan yang diberikan jauh di atasnya.  Pendi-dikan yang diberikan  di Taman Kanak–kanak menekankan pada esensi bermain bagi anak–anak, dengan memberikan metode yang sebagian besar menggunakan system bermain sambil belajar. Materi yang  diberikan  pun  bervariasi,  termasuk menjadikan anak siap belajar (ready  to  learn),  yaitu siap belajar berhi-tung, membaca, & menulis (Suyanto, 2005).

Pada tahun  1994,  Neil  Harvey,  Ph.D.  dalam bukunya  “Kids Who  Start  Ahead,  Stay Ahead” melaporkan apa yang terjadi pada 314 anak usia pra sekolah (0–4 tahun) yang  telah diajarkan memba-ca, matematika,  kegiatan fisik,  akti-vitas sosial,  dan berbagai pengeta-huan umum lainnya. Hampir 35% dari anak–anak ini, di sekolah dikategorikan sebagai anak berbakat  yang  unggul dengan sangat meya-kinkan dalam berbagai bidang  (dalam Doman, 2005).

 

Metode Penelitian

Definisi operasinal perlu dike-mukakan dengan tujuan agar konsep penelitian menjadi jelas dan memberi batasan variabel yang diukur (Kountur, 2007). Definisi opera-sional Metode Augmented Reality Reality yaitu pendekatan pembe-lajaran yang merupakan perpaduan benda nyata dan benda 3D yang mempunyai penggabungan secara alami melalui sebuah proses kompu-teristik, Seolah-olah terlihat nyata seperti ada dihadapan kita.

Metode Augmented Reality diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih aktif dan bermakna karena siswa memiliki pengalaman baru dalam proses belajar. Sedang definisi operasional Kecepatan pemahaman mengenal alfabet yang dimaksudkan disini yaitu kecakapan atau kesanggupan anak dalam mengenal dan paham alfabet dalam waktu yang relatif singkat. Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Beberapa proses belajar berasal dari latihan atau pengulangan suatu tindakan yang nantinya menimbulkan perubahan dalam perilaku (Hurlock, 1991). Kematangan menentukan siap atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan perubahan perilaku sampai mereka dinyatakan siap menurut taraf perkembangannya.Kecepatan pemahaman mengenal alfabet pada siswa diukur dengan 3 aspek yaitu berbicara, menulis dan membaca.

Populasi dan sampel penelitian yang diambil adalah siswa TK A YPPI Donokerto sebanyak dua kelas, dimana jumlah kelompok eksperimen adalah 13 siswa dan jumlah kelompok kontrol adalah 12 orang. Pengambilan sampel ini berdasarkan pertimbangan bahwa seluruh siswa TK A di sekolah tersebut memiliki kecepatan pemahaman yang sama dalam kemampuan mengenal alphabet.

Desain penelitian ini meng-gunakan penelitian berjenis kuasi eksperimen. Stouffer (1950) dan Campbell (1957) merumuskankan eksperimen kuasi (quasi-experiment) sebagai eksperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen, namun tidak menggunakan penugasan acak untuk menciptakan pembandingan dalam rangka menyim-pulkan perubahan yang disebabkan perla-kuan, Proses perbandingan tergantung kepada kelompok pembanding tak setara yang berbeda dalam banyak hal dan bukan karena adanya perlakuan.

Pada desain penelitian ini tidak terjadi pengelompokan subjek secara acak, dikarenakan tidak memungkinkan penge-lompokan baru di sekolah tempat berlangsung penelitian. Sampel didesain menjadi dua kelompok penelitian, yaitu kelompok eksperimen diberi perlakuan metode Augmented Reality dan kelompok kontrol tanpa diberi perlakuan atau pembelajaran secara konvensional.

 

Skema di atas menjelaskan bahwa kelompok eksperimen atau KE adalah kelompok eksperimen yang mendapatkan perlakuan yaitu pengajaran pengenalan alfabet dengan menggunakan metode Aug-mented Reality. Kelompok kontrol atau KK adalah kelompok tidak mendapatkan perlakuan apapun. Kedua kelompok memiliki kondisi yang sama kecuali pada satu hal, yaitu pemberian perlakuan berupa metode Augmented Reality pada kelompok ekperimen.

Langkah–langkah yang dila-kukan peneliti dalam mempersiapkan penelitian ini meliputi: Pembagian Kelompok: Menetapkan kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan sebagai kelompok kontrol. Kelompok yang menggunakan pendekatan pembela-jaran metode Augmented Reality dite-tapkan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang menggunakan pendekatan belajar secara konvensional ditetapkan sebagai kelompok kontrol. Pembagian kelompok berdasarkan kelom-pok besar yang telah ada di Taman Kanak-Kanak tersebut.Pretest: Disajikan untuk guru dan orang tua siswa dikarenakan siswa tidak memungkinkan untuk memahami isi pretest. Pretest dibagikan berupa angket kepada guru dan orang tua siswa. Peneliti juga membe-rikan penjelasan kepada orang tua siswa bahwa pretest tidak mempengaruhi nilai siswa, sehingga diharapakan dapat mengurangi timbulnya subjektifitas dalam pengisisan angket. Pretest dilakukan dengan tujuan mengetahui skor awal kemampuan membaca permulaan pada subjek di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perlakuan: Pemberian perlakuan berupa metode Augmented Reality hanya diberikan pada subjek dalam kelompok eksperimen, perlakuan diberikan sebanyak 10 kali pertemuan selama jangka waktu dua minggu. Pemberian perlakuan dilakukan terhadap subjek yang berada pada kelompok eksperimen dalam satu ruangan kelas dengan proporsi 2 trainer. Huruf yang diberikan  berbeda dengan yang diujikan dalam pretest dan posttest, yaitu huruf  “a - j”. subjek akan mendapat satu huruf setiap harinya, sehingga dalam satu kali pertemuan subjek diharapkan dapat menguasai satu huruf, dan 10 huruf di akhir eksperimen. Posttest: Diberikan untuk guru dan orang tua siswa dikarenakan siswa tidak memungkinkan untuk memahami isi posttest. Posttest dibagikan berupa angket kepada guru dan orang tua siswa.Peneliti juga memberikan penjelasan kepada orang tua siswa bahwa posttest tidak mempengaruhi nilai siswa, sehingga diharapkan dapat mengurangi subjektifitas dalam pengisian angket. Pelaksanaan post-test ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kemam-puan pemahaman alfabet sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen dan juga untuk mengetahui perbedaan kemampuan pema-haman mengenal alfabet antara kelompok eksperimen dan  kelompok  kontrol.

Peneliti menggunakan alat ukur berupa skala rating. Skala rating sangat populer karena pencatatannya sangat mudah, secara relatif menunjukkan keseragaman antar raters dan sangat sederhana untuk analisis secara statistik (Hadi dalam Sukiatni, 1992). Skala rating yang dipilih oleh peneliti adalah skala angka, yaitu skala yang disusun menurut tingkatan kemampuan yang muncul, kemudian raters memberi nilai yang sesuai dengan tingkatan kemampuan memahami alfabet yang tampak pada anak.

Hasil kesahihan butir terhadap angket pemahaman alfabet adalah 33 item yang disusun, semua item sahih (rbt) bergerak dari 0,691 – 0,933 dengan taraf signifikansi (p) 0,000. Untuk uji reliabilitas menggunakan teknik Hoyt dengan rtt= 0,988 dan taraf signifikansi p= 0,000 , maka angket dinyatakan andal.

Kerangka skala yang dipakai peneliti terdapat kolom penilaian untuk menentukan nilai dari kemampuan memahami alfabet yang tampak sehari-hari dalam subyek. Terdapat 4 jawaban dalam skala, yaitu: sangat mampu, mampu, kurang mampu, tidak mampu. Cara penilaian dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut : jawaban “sangat mampu” apabila subjek selalu menampakkan kemampuan memahami alfabet yang terdapat dalam pernyataan, jawaban ini mendapat nilai 4. Jawaban “mampu” apabila subjek sering menampakkan kemampuan memahami alfabet yang terdapat dalam pernyataan, jawaban ini mendapat nilai 3.Jawaban “kurang mampu” apabila subjek jarang menampakkan kemampuan memahami alfabet yang terdapat dalam pernyataan, jawaban ini mendapat nilai 2.Jawaban “tidak mampu” apabila subjek tidak pernah menampakkan kemampuan memahami alfabet yang terdapat dalam pernyataan, jawaban ini mendapat nilai 1. Nilai keseluruhan inilah yang merupakan  nilai kemampuan memahami alfabet yang dimiliki oleh anak.

Penelitian ini adalah salah satu penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya Pengaruh metode Augmented Reality terhadap kecepatan pemahaman mengenal alfabet pada siswa Taman Kanak-kanak. Dalam pelaksanaannya penelitian ini melibatkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dimana kedua kelompok tersebut mendapatkan pre-test dn post-test, akan tetapi untuk kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan. Teknik statistik yang digunakan untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan Uji Analisis Anava AB yang pada dasarnya dilakukan untuk menguji perbedaan antar dua kelompok.

Uji normalitas sebaran ini dilakukan terhadap kemampuan berbi-cara, menulis dan membaca dengan hasil Kai Kuadrat sebesar 8,601 pada derajat kebebasan (db) = 9 dengan taraf signifikansi (p) = 0,126 hal ini berarti sebaran ubahan kemampuan mempunyai bentuk mengikuti kurva normal.

Hasil uji homogenitas variabel pemahaman alfabet dengan menggunakan teknik dari Cohran. Diketahui untuk variabel tersebut untuk variabel X (A) C Cohran = 1,025 dengan p = 0,457 (p > 0,05), dengan demikian variabilitas data pada variabel tersebut homogen. Untuk variabel X (B) C Cohran = 1,122 dengan p = 0,358 (p > 0,05), dengan demikian variabilitas pemahaman alfabet adalah homogen.

 

Hasil Penelitian

Uji analisis anava AB dilakukan untuk menguji variabel bebas dengan status perlakuan (X) A1 untuk pretest, A2 untuk posttest dan status kelompok (X) B1 untuk kelompok kontrol, B2 untuk kelompok eksperimen dengan variabel terikat (Y) pemahaman alfabet. Peng-gunaan analisis ini didasari oleh jenis data variabel X adalah diskrit (nominal), sedang variabel Y jenis datanya kontinum (interval).

Hasil perhitungan analisis uji F untuk variabel X (Pretest dan Posttest) dengan Y (Pemahaman Alfabet) sebelum perlakuan dan setelah perlakuan diperoleh F= 0,584 pada taraf signifikansi p= 0,545 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan antara pretest dan posttest dalam hal pemahaman alfabet.

Hasil perhitungan analisis uji F untuk variabel X (Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen) dengan Y (Pemahaman Alfabet) kelompok Kontrol  dan kelompok Eksperimen diperoleh F= 0,178 pada taraf signifikansi p=  0,678 (p >0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan kecepatan pemahaman antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dalam hal pemahaman alfabet.

 

Pembahasan

Hasil analisis data penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada pemberian pelatihan metode Augmented reality terhadap kecepatan pemahaman mengenal alfabet pada anak usia pra sekolah antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pemberian pelatihan Augmented Reality sebanyak 10 kali dan waktu penelitian yang kurang lama yaitu dua minggu dapat menyebabkan pemberian pelatihan kurang membawa dampak yang mendalam, hal ini didukung oleh wawancara dengan bu Elys (15 Desember 2012) sebagai guru TK YPPI 1 Surabaya yang menyatakan bahwa waktu pelatihan yang terlalu singkat merupakan salah satu penyebab pelatihan Augmented Reality kurang membawa dampak pada siswa, mungkin bila pelatihan dilakukan selama 6 bulan atau satu semester mungkin akan membawa dampak yang berbeda.

Piaget (dalam Santrock, 2002) mengemukakan perkembangan kognitif anak usia dini khususnya anak yang berusia 2-6 tahun berada pada tahap perkembangan pra operasional, yaitu tahapan di mana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis.Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll, selain dari itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.

Piaget yang mengatakan bahwa pemikiran anak pada usia pra sekolah lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, metode Augmented Reality memberikan sebuah pengalaman yang baru dan konkrit kepada anak-anak. Anak-anak diajak untuk mencoba dan menggerakkan sendiri alat pembelajaran yang ada (interaktif), sehingga anak-anak mendapatkan sebuah pengalaman yang baru dan berbeda dari biasanya.

Menurut hasil wawancara dengan ibu Elys (15 Desember 2012), menyatakan bahwa kesulitan dalam pembelajaran alfabet dengan menggu-nakan metode Augmented Reality yang telah diterapkan di TK YPPI 1 Surabaya yaitu dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyiapkan alat dan waktu pelatihan yang terlalu singkat, disamping itu siswa juga belum terbiasa belajar menggunakan metode Augmented Reality sehingga tujuan yang hendak dicapai kurang berhasil, namun beberapa siswa yang biasanya tergolong pasif mulai terlihat aktif dan selalu ingin tampil di depan kelas ketika guru menawarkan untuk mencoba langsung buku Augmented Reality.

Sarana dan pra sarana yang digunakan di TK YPPI 1 Surabaya juga kurang memadai untuk penggunaan metode Augmented Reality dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan tidak tersedianya LCD dan laptop dalam kelas. Keterbatasan fasilitas juga berpengaruh terhadap peran guru sebagai fasilitator  menjadi kurang maksimal. 

Kemungkinan lain ditolaknya hipotesis ini adalah dalam penerapan pelatihan Augmented Reality di TK YPPI 1 Surabaya tergolong media pembelajaran baru sehingga dalam menerapkan metode Augmented Reality dirasa kurang maksimal. Media pembelajaran adalah media yang bisa menimbulkan rasa ketertarikan siswa untuk terfokus pada pembelajaran dan merangsang peran aktif siswa dalam menemukan, mengkons-truksi pengetahuan sendiri dalam proses pembelajaran (Mulyadi, 2010). Berda-sarkan pendapat diatas, dapat dilihat pentingnya sebuah media untuk mem-bantu atau menunjang proses pembe-lajaran, agar tujuan pembe-lajaran dapat dicapai secara optimal. Penggunaan teknologi augmented reality untuk dunia pendidikan masih dapat terus dikem-bangkan.

Metode pembelajaran adalah pola yang digunakan guru dalam melak-sanakan kegiatan pembelajaran dalam rangka membantu anak mencapai hasil belajar tertentu (Depdiknas, 2005). Selama ini guru-guru TK YPPI 1 surabaya meskipun menggunakan metode pembelajaran konvensional, namun juga mengkombinasi atau memodifikasi pen-dekatan konvensional dengan pendekatan lainnya yang mereka anggap mampu meningkatkan prestasi belajar siswanya dan dapat memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pandangan mereka.

Berdasarkan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan bahwa tidak adanya pengaruh metode Augmented Reality terhadap kecepatan kemampuan pema-haman mengenal alfabet pada anak usia pra sekolah.

Berkenaan dengan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat disampaikan antara lain :

Bagi Guru, Pendidik yang menangani anak usia dini adalah ujung tombak di lembaga sekolah, sehingga sangat berperan dalam memberikan stimulasi terbaik bagi anak didik. Diharapkan guru lebih mengembangkan atau memberikan variasi metode pengajaran yang selama ini digunakan, sehingga guru lebih senantiasa bersikap terbuka terhadap inovasi dan merespon aktif serta kreatif terhadap setiap perkembangan pendidikan yang ada.Bagi orang tua, sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.Dalam mendidik anak terdapat berbagai macam bentuk pola asuh serta media pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan oleh orang tua, namun orang tua diharapkan dapat memilih dan disesuaikan dengan perkembangan anaknya.Bagi peneliti lain, apabila akan melanjutkan penelitian dengan topik yang sama, penulis menyarankan agar menambah variabel lain atau membandingkan dengan metode yang lain, selain itu peneliti diharapkan menambahkan waktu dalam pemberian perlakuan minimal enam bulan atau satu semester.

 

Daftar Pustaka

Andriani, S. 2005. Perbedaan Efektivitas Metode Lembaga Kata serta Metode Struktural Analisis dan Sintesis (SAS) dalam Meningkatkan Kemam-puan Membaca Permulaan. Ring-kasan Skripsi. Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anwar F. 2002. Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun Dalam Mening-katkan Status Gizi dan Perkem-bangan Sosial [Tesis]. Bogor. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Manajemen Penelitian, Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta.

Ayriza, Y. 1995. Perbandingan Efektivitas Tiga Metode Membaca Permulaan dalam Meningkatkan Kesadaran Fonologis Anak Pra-sekolah. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Azwar, S. 1999. Pengantar Psikologi Inteligensi.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Bradley and Bryant, P.E. 1989. “Nursey Rhymes, Phonological Skills, and Reading”, Child Language, 16, 407—428.

Chaer, A. 2003.Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cuccuredu, Gianluigi. 2010. 17 Field of Augmented Reality Application. (online). http://agoramedia.co.uk/ blog/category/augmented-reality-ar/ 17 Field of Augmented Reality Application.)

Dardjowidjojo, S. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Doman, G., dan Doman, J. 2005.How To Teach Your Baby To Read: Bagai-mana Mengajar Bayi Anda Membaca (Alih Bahasa: Grace Satyadi). Jakarta: Tigaraksa Satria.

Hainstock, E. G. 2002.Montessori untuk Anak Prasekolah. Jakarta: Pustaka Delaprasta.

Hurlock E. B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

 

Hurlock, E. B. 1991. Perkembangan Anak Jilid 1 (Alih Bahasa: Meitasari Tjandrasa dan Muslichach Zarkasih). Jakarta : Erlangga.

Joan Beck, Meningkatkan Kecerdasan Anak, Pustaka Delapratasa, Jakarta, 2003 Mar’at, S. 2005. Psikolinguistik – Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.

Megawangi, R., Dona, R., dkk. 2005. Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan: Penerapan Teori Developmentally Appropriate Prac-tices (DAP). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Milgram, P. and Kishino, F. 1994. A Taxonomy of Mixed Reality Visual Displays, IEICE Transactions on Information Systems, Vol E77-D, No.12

Roussos, M., Johnson, A., Moher, T., Leigh, J., Vasilakis,C, dan Barnes, C. Belajar dan Membangun Bersama dalam Immersive virtual Dunia.MIT Press, Juni 1999.

Santrock, J. W. 2002. Life – Span Development Jilid I (Alih Bahasa: Juda Damanik dan Achmad Chusairi). Jakarta: Erlangga

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1999.Kamus Besar Bahasa Indonesia – Edisi Kedua, Cetakan Kesepuluh. Jakarta: Balai Pustaka.

Sugiyono, R. (2010). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.

Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Meng-evaluasi Laporan Penelitian, Jakarta : UI-Press

Suyanto, S. 2005. Dasar – dasar Pendi-dikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat.

Volkert.Buchmann, Stephen. Violich, Mark. Billinghurst. 2004. Fingartips – Gesture Based Direct Manipu-lation In Augmented Reality. New Zealand : HIT LAB NZ.

 

 
 

Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya