Artikel 2
,00 0000 - 00:00:00 WIBDibaca: 1249 kali
Pengaruh Pelatihan Pribadi Unggul Untuk Meningkatkan Perilaku Organisasi Kewarganegaraan (OCB) Pada Guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya
Dian Setia Prameswari
Program Studi Magister Psikologi Profesi
Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan pribadi unggul terhadap perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB). Subyek penelitian ini adalah guru SD Muhammadiyah 4 Surabaya, sejumlah 70 orang dengan pembagian 35 orang sebagai kelompok perlakuan dan 35 orang sebagai kelompok kontrol. Penelitian menggunakan metode True Experimental Design dengan Randomized Control Group Pretest – Posttest Design. Alat ukur yang digunakan adalah skala perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) yang diformulasikan dari teori Organ (1988). Hasil Analisis dengan uji-t menunjukkan pelatihan (pribadi unggul) sebagai treatment berpengaruh positif yang signifikan terhadap peningkatan perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) pada Guru SD Muhammadiyah 4 Surabaya.
Kata Kunci : Pelatihan, Pribadi Unggul, Perilaku Organisasi Kewarganegaraan (OCB)
Pendahuluan
Maju dan berkembang sebuah organisasi adalah terletak pada kualitas sumber daya manusia yang ada. Hal ini ditunjang oleh Munandar (2008) yang berpendapat tentang organisasi adalah terdiri dari kelompok orang-orang, atau dapat dikatakan terdiri dari kelompok-kelompok tenaga kerja yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Semakin baik kualitas sumber daya manusia yang ada maka hal itu dapat membantu percepatan pergerakan sebu-ah organisasi kearah yang lebih baik. Kondisi ini sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk tetap bertahan dan berkembang, karena persaingan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Organisasi itu dapat dikatakan sukses dan berkembang bila masih banyak masyarakat yang memberikan kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Hal ini didukung dengan pendapat Munandar (2008) bahwa organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat di sekitar, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.
Sumber daya manusia yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus, dapat berinteraksi dengan semua struktur yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih. Agar dapat berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada orga-nisasi yang bersangkutan. Dengan ber-partisipasi setiap individu, dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana seharusnya setiap individu berperilaku dalam organisasi.
Perilaku individu dan dampak dalam sebuah organisasi bisa kita sebut dengan perilaku organisasi kewarga-negaraan (OCB). Perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) menurut Moorman (1991) adalah perilaku kerja yang sesuai dengan sekehendak hati, tidak berhubungan dengan suatu sistem formalitas organisasi dan secara bersamaan meningkatkan keberhasilan fungsi suatu organisasi. Organ (1988) mendefinisikan Organizational Citi-zenship Behavior (OCB) sebagai suatu aktivitas membantu individu yang lain di tempat kerja dan membantu organisasi itu sendiri.
Penerapan Organizational Citi-zenship Behaviour (OCB) dalam sebuah organisasi terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi Organizational Citizen-ship Behavior (OCB). Menurut Organ (1988) dikutip dari Purba (2004) menyebutkan lima dimensi Organi-zational Citizenship Behavior (OCB), yaitu : altruism, civic virtue, conscien-tiousness, courtesy, sportsmanship.
Selain dimensi-dimensi yang sudah diuraikan di atas terdapat beberapa faktor yang yang juga mempengaruhi Organizational Citizen-ship Behavior (OCB), diantaranya adalah budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati, persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas hubungan / interaksi atasan bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin (Sloat, 1999). Selain itu Menurut Podsakoff (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Organizational Citizen-ship Behavior (OCB) yaitu karakteristik karyawan, karakteristik tugas, karak-teristik organisasi dan karakteristik kepemimpinan.
Faktor-faktor yang mempe-ngaruhi Organizatinal Citizenship Beha-vior (OCB) adalah karakteristik individu (meliputi : kepuasan kerja, komitmen, persepsi terhadap organisasi, kepri-badian), karakteristik tugas, karakteristik organisasi (meliputi : budaya dan iklim organisasi, dukungan organisasional, kohesivitas kelompok), dan karakteristik kepemimpinan (meliputi : dukungan dan perilaku kepemimpinan, kualitas hu-bungan atasan dan bawahan).
Penelitian sebelumnya (Fitria, 2009) melaporkan tentang Organi-zational Citizenship Behaviour (OCB) ditinjau dari dukungan organisasi pada guru SMP 4 Semarang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signi-fikan terhadap perilaku organisasi kewarganegaraan setelah organisasi memberi dukungan terhadap karyawan dengan memberi fasilitas pengembangan potensi dan kemampuan diri.
Setiap individu memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Baik atau tidak hasil kerja individu, baik secara kualitas dan kuantitas yang dica-pai oleh adalah yang sesuai dengan tang-gung jawab yang diberikan (Mangku-negara, 2008).
Terdapat berbagai macam tugas dan hasil yang dicapai, namun bila itu dikerjakan dengan penuh tanggung jawab maka hasil yang dicapai juga memuaskan. Terkadang terdapat indi-vidu yang setelah diberikan tanggung jawab tetapi pada kenyatannya tidak dikerjakan dengan baik. Meskipun terdapat juga individu yang bekerja sesuai dengan tanggung jawab, di lain sisi terdapat pula individu yang setelah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan membantu teman sejawat dalam proses penyelesaian tugasnya. Hal ini juga terjadi pada guru Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Sura-baya.
Kegiatan di Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya akan terus silih berganti sesuai dengan jadwal kurikulum yang ada. Saat kegiatan diberikan, panitia hanya melaksanakan tugas yang diberikan, misalnya panitia pemetaan. Orang-orang yang ada di devisi ini hanya mau membuat konsep dan melaksanakan persiapan yang berkaitan dengan pemetaan. Di lain sisi devisi humas mengalami kesulitan untuk melakukan sosialisasi karena kurangnya tenaga, devisi pemetaan tidak meng-hiraukan dan tetap melakukan tugasnya.
Di sisi lain, saat adanya kegiatan Pemantapan Iman dan Keislaman (PIK). Panitia yang bertugas pada tingkatan kelas 3, 4, 5, dan 6 yang bertugas sebagai pendamping hanya menjalankan tugas mendampingi siswa, saat tugas mereka selesai maka akan meninggalkan sekolah meski acara belum selesai.
Pendekatan yang mungkin dilu-pakan dalam menyikapi peristiwa di atas adalah pendekatan dilihat dari aspek manusia (human approach). Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu. Seseorang dapat melakukan suatu pekerjaan dengan hasil yang maksimal, tentunya didukung dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Namun pada kenyataannya bahwa apa yang diharapkan itu tidak seratus persen terwujud.
Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi aktivitas dalam sebuah organisasi. Covey (1989) dalam Saputra (2013) mengatakan bahwa dalam menghadapi setiap rintangan dan perubahan jaman setiap individu harus terus belajar. Baik itu yang bersumber dari buku, teman, atasan, bawahan dan lingkungan yang ada disekitar. Hal ini dimaksudkan untuk menambah penge-tahuan dan ketrampilan yang dimiliki individu.
Keadaan ini bisa diwujudkan salah satunya dengan diadakan suatu pelatihan bagi individu (guru). Menurut Gomes (2003) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitan dengan pekerjaan. Banyak jenis dan tujuan sebuah pelatihan, dan pela-tihan akan dianggap sukses bila pela-tihan sesuai dengan kebutuhan sebuah organisasi.
Mengingat guru atau karyawan merupakan elemen penting sebagai pe-nyangga kontinuitas kehidupan sebuah organisasi. Keberhasilan Peru-sahaan sebagai lembaga tempat bekerja dalam membentuk watak karyawan yang me-ngenali potensi diri yang tidak terbatas adalah kunci keberhasilan dalam meng-antarkan ke gerbang masa depan yang lebih baik. Irawan (2012) menyatakan bahwa sebuah organisasi yang unggul adalah di mulai dari anggota yang me-nyadari dan kesediaan diri menjadi pribadi unggul. Kemudian anggota-anggota ini bersinergi sehingga meng-hasilkan budaya unggul dan budaya berprestasi.
Salah satunya pelatihan yang dimaksud adalah “pribadi unggul”. Dalam pelatihan ini, peserta akan dibekali dengan pengetahuan tentang bekerja dan ciri-ciri karyawan yang produktif (aspek kognitif), pengetahuan tentang empati (aspek afektif) dan bagaimana penerapan dalam kehidupan sehari-hari (aspek psikomotor).
Menarik untuk dikaji lebih lan-jut mengenai perilaku organisasi kewar-ganegaraan (OCB) pada guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya de-ngan memberi pelatihan “pribadi unggul”.
Organ (1988) dan Smith (1993) mendefinisikan Organizational Citizen-ship Behavior (OCB) sebagai perilaku pekerja yang melebihi dan diatas deskripsi kerjanya yang berkontribusi pada keefektifan organisasi dan perilaku tersebut bebas dilakukan serta tidak secara eksplisit dihargai oleh sistem reward formal (Wulani, 2005). Definisi ini menunjukkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebagai bentuk kinerja extra role yang terpi-sahkan dari kinerja in-rolesesuai des-kripsi kerja.
Organ dan Konovsky (1989) dikutip dari Spector (2003) menjelaskan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan membagi menjadi dua kategori perilaku yang secara khusus diperlukan ataupun tidak perlu dila-kukan. Altruism adalah membantu karyawan lain atau atasan mengenai suatu permasalahan, sekalipun itu tidak perlu. Hal ini termasuk membantu rekan kerja yang absen atau memberikan saran atau usulan bersifat konstruktif. Com-pliance (kerelaan) adalah melakukan sesuatu yang perlu untuk dilakukan dan mentaati peran, seperti masuk kerja tepat waktu dan tidak membuang waktu kerja.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) menekankan pada kon-trak sosial antara individu dengan orang lain (rekan kerjanya) dan antara individu dengan organisasi
yang biasanya dibandingkan dengan perilaku in-role yang menda-sarkan pada“kinerja terbatas” yang diisyaratkan oleh organisasi.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah sebuah bentuk perilaku informal yang mana melebihi apa yang diharapkan secara formal dan memberi kontribusi untuk kemajuan organisasi. (Greenberg, 2003).
Borman dan Motowidlo (1993) dikutip dari Podsakoff (1997) menga-takan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat meningkatkan kinerja organisasi (Organization Performance) karena perilaku ini merupakan ”pelumas” dari mesin sosial dalam organisasi, dengan kata lain dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan dan mening-katkan efisiensi.
Van Dyne, dkk (1995) memposisikan Organizational Citizen-ship Behavior (OCB) dalam kerangka yang lebih besar dari peilaku ekstra role (ERB). Istilah ini memiliki pengertian serupa dengan Organizational Citizen-ship Behavior (OCB) yang didefinisikan sebagai perilaku yang berusaha untuk memberi keuntungan bagi organisasi dan melebihi tugas atau peran yang diharapkan. Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah bentuk dari ERB yang memperbesar pengaruh ikatan antara anggota organisasi untuk membangun dan membangkitkan perasaan positif dan meningkatkan kesepakatan bersama serta menghindari konflik
OrganizationalCitiz enship Be-havior (OCB) lebih berkaitan dengan manifestasi seseorang (karyawan) seba-gai makhluk sosial. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kegiatan sukarela dari anggota organisasi yang mendukung fungsi organisasi sehingga perilaku ini lebih bersifat altruistik (menolong) yang diekspresikan dalam bentuk tindakan-tindakan yang menunjukkan sikap tidak mementingkan diri sendiri dan perhatian terhadap kesejahteraan orang lain (Purba, 2004).
Berdasarkan beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa Organi-zational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku pekerja yang melebihi dari deskripsi kerja formal, dilakukan secara sukarela, yang secara formal tidak diakui oleh sistem reward, dan memberi kontribusi pada keefektifan fungsi organisasi.
Dikutip dari Novliadi (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Perilaku Organisasi Kewarganegaraan (OCB) cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut: Budaya dan Iklim Organisasi. Sloat (1999) berpen-dapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja apabila: Merasa puas dengan pekerjaan, Menerima perlakuan yang sportifdan penuh perhatian dari para pengawas, dan Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi
Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam suatu organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah diisyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka di perlakuakan secara adil oleh organisasinya.
Kepribadian dan suasana hati (mood) mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB) secara individual maupun kelompok. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain.
Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feed back) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku organisasi kewarga-negaraan.
Riggio (1990) menyatakan bah-wa apabila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan sehingga bawahan akan merasa bahwa atasan banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan mereka.
Penelitian penelitian sebelum-nya menunjukkan bahwa masa kerja berkorelasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki keterdekatan dan keikatan yang kuat terhadap organisasi tersebut. Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi karyawan dalam melakukan pekerjaan, serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi yang mempe-kerjakannya.
Lovell(1999)menemukan perbe-daan yang cukup siginifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan Organi-zational Citizenship Behavior (OCB), dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria.
Menurut Organ dan Ryan (1995), Podsakoff dan Bachrach (2000) dikutip dari Spector (2003) menunjukkan Organizational Citizen-ship Behavior (OCB) paling mungkin muncul ketika karyawan puas akan pekerjaan mereka, memiliki komitmen afektif yang tinggi, merasa diperlakukan secara adil dan memiliki hubungan yang baik dengan atasan mereka.
Menurut Podsakoff (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi Or-ganizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu: yang pertama karak-teristik karyawan, kepuasan karyawan, komitmen organisasi, dan persepsi keadilan adalah dipandang sebagai faktorumum yang muncul menjadi penentu utama dalam Organizational Citizenship Behavior (OCB). Persepsi peran ditemukan memiliki hubungan yang signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Kerancuan peran dan konflik peran diketahui berhubungan dengan kepuasan karyawan dan kepuasan berhubungan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Kedua adalah karakteristik tugas, pada hakekatnya umpan balik tugas dan tugas yang memuaskan secara positif terkait, sedangkan tugas rutin secara negatif dihubungkan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Ketiga adalah karakteristik Organisasi, kohesivitas kelompok dan dukungan organisasi ditemukan secara signifikan berhubungan dengan Orga-nizational Citizenship Behavior (OCB). Keempat adalah karakteristik kepemim-pinan, kepemimpinan memiliki peran kunci sebagai sebuah awal dari Orga-nizational Citizenship Behavior (OCB). Dukungan dan perilaku kepemimpinan transformasional, teori pertukaran pemimpin-anggota secara signifikan dan konsisten memiliki hubungan positif dengan Organizational Citizenship Be-havior (OCB).
Berdasarkan uraian yang ada, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah karakteristik individu meliputi: kepuasan kerja, komitmen, persepsi terhadap organisasi, kepribadian), karakteristik tugas, karakteristik organisasi (meliupti : budayadan iklim organisasi, dukungan organisasional, kohesivitas kelompok), dan karakteristik kepemimpinan (meli-puti: dukungan dan perilaku kepe-mimpinan, kualitas hubungan atasan dan bawahan).
Menurut Organ dikutip dari Purba (2004) menyebutkan lima dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu : altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu (rekan kerja) dalam suatu organisasi. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli kepada kelang-sungan hidup organisasi. Conscien-tiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi, mematuhi peraturan-peraturan di organisasi dan memiliki perilaku in-role. Courtesy, yaitu membantu rekan kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta meng-hargai kebutuhan mereka. Sports-manship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh.
Podsakoff (1997) mengemu-kakan bahwa para manajer cenderung memasukkan aspek-aspek Organizat-ional Citizenship Behavior (OCB) sepert altruism, courtesy, cheerleading dan peacekeeping ke dalam satu aspek, yaitu aspek helping behavior, yang berkaitan dengan menolong orang lain dalam hal mengatasi masalah-masalah kerja ataupun mencegah timbulnya masalah pada orang lain.
Wiliams dan Anderson (1991) membagi Organizational Citizenship Behavior (OCB) menjadi dua kategori, yaitu OCB-O dan OCB-I. OCB-O adalah perilaku-perilaku yang member-kan manfaat bagi organisasi pada umumnya, misalnya kehadiran di tempat kerja melebihi norma yang berlaku dan mentaati peraturan-peraturan informal yang ada untuk memelihara ketertiban. OCB-I merupakan perilaku-perilaku yang secara langsung memberikan manfaat bagi individu lain dan secara tidak langsung juga memberikan kontribusi pada organisasi, misalnya membantu rakannya yang tidak masuk kerja dan mempunyai perhatian personal pada karyawan lain. Kedua bentuk perilaku tersebut akan meningkatkan fungsi keorganisasian dan berjalan melebihi jangkauan dari deskripsi pekerjaan yang resmi.
Organ menyatakan bahwa aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior (OCB) seperti altruism, courtesy, peacekeeping dan cheer-leading termasuk dalam kategori OCB-I, sementara conscientiousness, civic virtue dan sportmanship dikategorikan sebagai OCB-O (Novliadi, 2007). Berdasar pendapat ahli diatas, penulis akan mengukur Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan Organ (1988), yaitu altruism (perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada rekan kerja), civic virtue (terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan organi-sasi), consientiousness (melakukan hal-hal yang mengun-tungkan organisasi, memiliki perilaku in-role), courtesy (membantu rekan kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaan), dan sportmanship (toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh).
Menurut Hardaningtyas (2005), Organizational Citizenship Behavior(OCB) memiliki manfaat bagi orga-nisasi, antara lain: Meningkatkan pro-duktivitas rekan kerja, Meningkatkan produktivitas manajer, Menghemat sum-ber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan, Mem-bantu menghemat energi sumber daya untuk memelihara fungsi kelompok, Menjadi sarana efektif untuk meng-kordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja, Meningkatkan kemampuan orga-nisasi untuk menarik dan mempe-tahankan karyawan terbaik, Mening-katkan stabilitas kinerja organisasi, dan Meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu (Sikula, 1976). Noe, dkk (2003) mengemukakan bahwa pelatihan meru-pakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pe-kerjaan yang berkaitan dengan penge-tahuan, keahlian, dan perilaku para pegawai.
Menurut Gomes (2003) pela-tihan adalah setiap usaha untuk mem-perbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitan dengan pekerjaan. Menurut Robbins (2001) training is defined as any attempt to improve employee performance on a currently held job or one related to it.
Tujuan pelatihan menurut Sikula (1976) : meningkatkan produktivitas, meningkatkan mutu, meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM, meningkatkan semangat kerja, menarik dan menahan tenaga kerja yang baik, menjaga kesehatan dan keselamatan kerja, menghindari keusangan (obsoles-cence), dan menunjang pertumbuhan pribadi.
Menurut Zurnali (2004) tujuan pelatihan adalah agar para pegawai dapat menguasai pengetahuan, keahlian, dan perilaku yang ditekankan dalam program-program pelatihan dan untuk diterapkan dalam aktivitas sehari-hari para karyawan. Pendapat lain menya-takan bahwa pelatihan memiliki tujuan: Meningkatkan pengetahuan para karya-wan atas budaya dan para pesaing luar, Membantu para karyawan yang mempunyai keahlian untuk bekerja dengan teknologi baru, Membantu para karyawan untuk memahami bagaimana bekerja secara efektif dalam tim untuk menghasilkan jasa dan produk yang berkualitas, Memastikan bahwa budaya perusahaan menekankan pada inovasi, kreatifitas dan pembelajaran, Menjamin keselamatan dengan memberikan cara-cara baru bagi karyawan untuk memberikan kontribusi bagi perusahaan pada saat pekerjaan dan kepentingan mereka berubah atau pada saat keahlian mereka menjadi absolute, Memper-siapkan para karyawan untuk dapat menerima dan bekerja secara lebih efektif satu sama lainnya, terutama dengan kaum minoritas dan kaum wanita (Noe, dkk, 2003)
Pelatihan dapat berjalan dengan baik bila mempertimbangkan beberapa faktor yang ada, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pelatihan menurut Dale Yader (2006) : individual differences, relation to job analysis, motivation, active participation, selec-tion of trainees, selection of trainers, trainer training, training methods, principle of training.
Pendapat lain, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah pelatihan adalah: gaya pelatihan, kesiapan peserta, dan transfer pelatihan (pusat pelatihan psikologi, 2010).
Bentuk dan pelaksanaan pelatihan (Sikula,1976): orientation training yaitu pelatihan ditujukan untuk mengarahkan pegawai baru kedalam situasi pekerjaan. Vestibule training yaitu pelatihan untuk mengembangkan keterampilan kerja. On the job training yaitu pelatihan berbentuk pendidikan yang diberikan pada karyawan yang telah bekerja dan mempunyai kecakapan khusus untuk meninggikan mutu peker-jaan dan memajukan karyawan tersebut. apprentice training yaitu pelatihan bagi tenaga-tenaga calon yang akan menjadi tenaga kerja dengan kecakapan khusus dan qualified. Training with in industry yaitu pelatihan yang diperuntukkan bagi pimpinan dan pengawas.
Menurut Budi (2012) pribadi unggul adalah individu yang memulai segala sesuatu dari diri kita terlebih dahulu, mulailah dari hal yang terkecil, kemudian mulailah dari sekarang. Pendapat lain, Andi (2009) berpendapat bahwa pribadi unggul adalah seseorang yang berperilaku sesuai dengan kepribadian yang dimiliki dan memiliki ciri khas yang berbeda dengan orang lain dalam mencapai tujuan hidup.
Menurut Irawan (2012) ciri-ciri pribadi unggul adalah disiplin diri, percaya diri, tekun, progresif, tegas, fokus, visioner, memiliki persiapan untuk menyambut keberuntungan, semangat, dan bertujuan.
Pendapat lain, Ivano (2005) menguraikan bahwa ciri-ciri pribadi unggul adalah: memiliki fisik dan mental yang sehat; memiliki keperca-yaan diri yang kuat; tidak mudah putus asa; memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi; bisa melayani atasan, bawahan, dan teman; selalu berfikir ke masa depan; memiliki kepercayaan diri yang kuat; memiliki motivasi kerja yang tinggi; senantiasa mengembangkan potensi diri; banyak inisiatif dan kreatif; memiliki gairah hidup yang tinggi; bisa berkomunikasi dengan baik; dan memiliki loyalitas yang tinggi.
Pelatihan yang diadakan sebuah organisasi adalah berdasarkan kebutuhan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mengembangkan organisasi. Menurut Covey (1989) dalam Saputra 2013 menyatakan untuk menghadapi dan menjawab tantangan jaman maka setiap individu menjadi pribadi unggul. Realisasinya dengan mengadakan pelatihan pribadi unggul, pelatihan ini pernah dilaksanakan oleh Suganda (2011), dimana peserta nantinya akan diberi informasi tentang : bekerja, karyawan yang produktif dan empati.
Berkaitan dengan pentingnya konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam kelangsungan sebuah organisasi, Munandar (2008) yang berpendapat tentang organisasi adalah terdiri dari kelompok orang-orang, atau dapat dikatakan terdiri dari kelompok-kelompok tenaga kerja yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Semakin baik kualitas sumber daya manusia yang ada maka hal itu dapat membantu percepatan pergerakan sebuah organisasi kearah yang lebih baik. Kondisi ini sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk tetap bertahan dan berkembang, karena persaingan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sumber daya manusia yang dimiliki sebuah organisasi, tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada. Kaitannya dengan pelaksanaan tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada karyawan (guru), maka diperlukan adanya perhatian lebih dari pimpinan dalam menyikapi permasa-lahan yang muncul selama proses penye-lesaian tugas tersebut. Diperlukan adanya pengetahuan, pemahaman dan pendekatan secara emosional dalam mencari solusinya.
Pengetahuan tentang makna sebenarnya mengapa kita harus bekerja, seperti yang di utarakan kerja adalah amanah, kerja adalah Ibadah, kerja adalah kehormatan, dan kerja adalah aktualisasi diri (Jansen, 2011) perlu diberikan kepada karyawan agar mereka memiliki pola pikir baru tentang landasan awal mengapa mereka bekerja. Setelah hal ini sudah bisa dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah adanya perbaikan diri dengan mengetahui bagaimana menjadi pribadi yang pro-duktif, baik di kalangan keluarga, dan pekerjaan.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan adanya penambahan konsep baru yang diberikan kepada karyawan tentang menjadi karyawan yang produktif, sehingga bisa mengikuti perkembangan jaman dan perubahan kebutuhan yang dituntut dalam organisasi. Covey (1989) mengenai bagaimana menjadi pribadi yang produktif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar (di tempat kerja) : jujur, tulus, loyal, disiplin, ulet, terus belajar, dapat bekerja sama, inisiatif dan kreatif, serta memberikan lebih dari yang diminta.
Pimpinan hendaknya member-kan konsep yang sudah di uraikan diatas sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif sehingga perilaku organisasi kewarganegaraan teraplikasi dengan baik. Tidak hanya dengan pendekatan pengetahuan, mengingat sumber daya manusia yang dimiliki memiliki pera-saan yang juga harus dipertimbangkan. Pendekatan ini berkaitan dengan emosi, yaitu dengan memberikan wacana baru tentang empati. Keadaan ini ditunjang dengan pendapat Baron-Cohen & Wheelwright (2004) mengutarakan tentang empati memungkinkan individu untuk memahami maksud orang lain, memprediksi perilaku mereka dan mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka.
Pengetahuan saja belumlah cukup, perlu adanya informasi menerapkan dalam kenyataan. Terdapat beberapa langkah dalam menerapkan empati dalam kehidupan sehari-hari : rekam semua emosi pribadi, hal ini bisa membangkitkan kesadaran dan perben-daharaan ungkapan emosi, mening-katkan kepekaan terhadap perasaan orang lain, dan membantu memahami perspektif orang lain selain dari sudut pandangnya sendiri (Borba, 2008). Yang kedua adalah perhatikan lingkungan luar (orang lain). Yang ketiga dengarkan curhat orang lain (Listening Skill) sesuai pendapat dari Crocker (1978).
Fitria (2009) menyatakan bahwa Organizational Citizenship Behaviour (OCB) terdapat perubahan atau pengaruh setelah organisasi memberi dukungan terhadap karyawannya dengan memberi fasilitas pengembangan potensi dan kemampuan diri. Salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan.
Pelatihan yang sesuai dengan uraian diatas adalah pelatihan pribadi unggul, dengan memberikan informasi bekerja dapat membuat karyawan bekerja secara produktif. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan dampak positif kepada karyawan dengan menjadi pribadi yang produktif tanpa melupakan bahwa rekan kerja mereka juga manusia. Mereka memiliki hati nurani yang terkadang bisa terluka atas perilaku bekerja kita. Hal ini bisa diminimalisir dengan adanya pembe-kalan tentang bagaimana kita harus berempati dan cara penerapan dalam kehidupan nyata.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pelatihan pribadi unggul terhadap Perilaku Organisasi Kewarganegaraan (OCB).
Metode Penelitian
Penelitian ini penelitian ekspe-rimen. Penelitian eksperimen meru-pakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati (Latipun, 2002). Di sisi lain,
Hadi (1985) menyatakan bahwa penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti, dan metode ini adalah metode yang paling tepat untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat.
Berperan sebagai variabel tergantung adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan sebagai variabel bebas adalah Pelatihan Pribadi Unggul.
Peneliti berusaha melakukan kontrol terhadap beberapa variabel yang dapat membahayakan validitas internal penelitian. Validitas internal adalah yang berhubungan dengan pertanyaan : sejauh mana perubahan yang diamati dalam suatu eksperimen benar-benar hanya terjadi karena perlakuan yang diberikan dan bukan karena faktor lain (Siregar, 2013).
Tipe penelitian ini adalah True experimental design. Tipe ini dianggap paling ideal untuk mempelajari meka-nisme sebab akibat, karena hampir semua sumber-sumber invaliditas dapat terkontrol dengan baik oleh desain ini (Latipun, 2002).
Rancangan eksperimental dalam penelitian ini menggunakan randomized control group pretest-posttest design, yang merupakan desain eksperimen dengan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian treatment, baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol yang diambil secara acak untuk kedua kelompok.
Pada penelitian ini penentuan sampel diambil dengan teknik computer selection, yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan nomor random yang deprogram komputer. Teknik ini digunakan pula untuk menentukan kelompok kontrol dan perlakuan. Pada kelompok perlakuan akan diberikan pelatihan pribadi unggul sebagai treatment sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun, namun sebelumya pada kedua kelompok akan diberikan skala perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) sebagai preetest dan di akhir penelitian akan diberikan kembali skala perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) sebagai posttest.
Subyek penelitian berjumlah 70 orang yang diambil secara random dengan teknik computer selection pada SPSS (Statistik Program For Social Scientific) for windows, versi 18.0. Kemudian dari 70 orang yang diperoleh tersebut dipilah menjadi dua kelompok dengan menggunakan teknik yang sama (computer selection) sehingga diperoleh 35 orang sebagai kelompok perlakuan dan 35 orang lainnya sebagai kelompok kontrol. Penggunaan teknik random dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk menyeimbangkan atribut psikologis antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
Masing-masing kelompok dikon-disikan agar tidak terjadi interaksi antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol selama proses penelitian ber-langsung. Pada masing-masing ruangan diberi pencahayaan yang normal seperti biasa dan sedapat mungkin diciptakan suasana sosial yang menyenangkan. Hal ini dilakukan untuk mengontrol variabel non eksperimental dalam penelitian ini.
Desain eksperimen dalam pene-litian ini menggunakan randomized control group preetset-posttest design. Pada awal penelitian ini kedua kelompok akan diberikan skala perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) untuk mengetahui tingkat perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) pada masing-masing kelompok dan skor yang diperoleh akan digunakan sebagai preetest. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan memberikan pelatihan pribadi unggul, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan pelatihan.
Subyek penelitian adalah guru Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Sura-baya, dengan jumlah peserta 70 orang yang dibagi 35 orang kelompok kontrol dan 35 orang kelompok perlakuan.
Total waktu pelatihan pribadi unggul adalah 5 jam (300 menit). Setiap sesi membutuhkan penilaian, penilaian meliputi kemajuan peserta, kesesuaian dan kelancaran jalannya acara. Namun dalam beberapa hal juga dilakukan penilaian secara terbuka sehingga dibutuhkan penilai yang menguasai seluk beluk pelaksanaan dan isi materi pelatihan. Untuk itu, kualifikasi yang disyaratkan untuk penilai adalah sarjana psikologi.
Indikator dari penyusunan skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) didasarkan pada dimensi-dimensi yang meliputi :altruism (perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada rekan kerja), civic virtue (terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi), consientiousness (melakukan hal-hal yang mengun-tungkan organisasi, memiliki perilaku in-role), courtesy (membantu rekan kerja mencegah timbul masalah sehubungan dengan pekerjaan), dan sportmanship (toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh).
Jawaban setiap aitem instrumen yang menggunakan skala likert menurut Sugiyono (2002) mempunyai gradasi dari positif sampai dengan negatif yang dapat berupa kata-kata sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) dengan dua jenis pernyataan, yaitu favourabel dan unfavourabel.
Koefisien validitas skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang terdiri 29 aitem bergerak dari 0,063 – 0,555. Reliabilitas skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah 0,820.
Analisis data dengan teknik uji-t dilakukan terhadap skor yang diperoleh kedua kelompok pada saat preetest dan posttest untuk mengetahui Organi-zational Citizenship Behavior (OCB) kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
Hasil analisis variabel peri-laku organisasi kewarganegaraan terhadap kelompok eksperimen sebe-lum treatment menghasilkan t = 75,05 dan hasil sesudah treatment t = 91,27 dengan tingkat signifikansi koefisien korelasi dua sisi (2-tailed) dari output (diukur dari probabilitas) menghasilkan angka 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas lebih kecil dari 0,01 atau 0,05, yang artinya ada perbedaan perilaku organisasi kewarganegaraan sebelum dan sesudah diberikannya pelatihan pribadi unggul. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pelatihan pri-badi unggul terhadap perilaku orga-nisasi kewarganegaraan pada guru Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya.
Hasil analisis pretest dan posttest variabel perilaku organisasi kewarganegaraan terhadap kelompok kontrol menghasilkan t = 66,91 dengan tingkat signifikansi koefisien korelasi dua sisi (2-tailed) dari output (diukur dari probabilitas) meng-hasilkan angka 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas lebih kecil dari 0,01 atau 0,05, yang artinya tidak ada perbedaan perilaku organisasi kewarganegaraan sebelum dan sesudah diberikannya pelatihan pribadi unggul pada kelompok kontrol.
Hasil tersebut menunjukkan terdapat perbedaan perilaku orga-nisasi kewarganegaraan yang sangat signifikan antara kelompok perla-kuan dan kelompok kontrol, dimana hasil analisa pretest kelompok perlakuan memiliki rata-rata 91,09 post test kelompok perlakuan memiliki rata-rata sebesar 94,80 dan hasil analisa pretest dan posttest kelompok kontrol memiliki rata-rata sebesar 91,51.
Hasil yang diperoleh menun-jukkan bahwa ada perbedaan hasil antara kelompok kontrol dan kelom-pok perlakuan. Ini menandakan bahwa pelatihan pribadi unggul memberikan pengaruh dalam me-ningkatkan perilaku organisasi kewarganegaraan pada guru Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada pengaruh yang sig-nifikan antara perilaku organisasi kewar-ganegaraan pada kelompok perlakuan yang diberikan pelatihan pribadi unggul dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan pelatihan pribadi unggul. Pelatihan pribadi unggul berpengaruh positif secara signifikan terhadap pe-ningkatan perilaku organisasi kewarga-negaraan (OCB) pada guru Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya walaupun secara tidak langsung mem-berikan kontribusi dalam hal meningkatkan perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB). Beberapa masukan/saran kepada beberapa pihak :
Bagi Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Surabaya. Pelatihan pribadi unggul hendaknya diberikan kepada para guru Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Surabaya untuk meningkatkan perilaku organisasi kew-ganegaraan yang dimiliki.
Bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pelatihan pribadi unggul untuk meningkatkan perilaku organisasi kewarganegaraan (OCB) guna mengembangkan dan menyempurnakan penelitian ini, maka peneliti menyarankan agar menambah atau mengganti variabel penelitian yang lain, misalnya ketidakpuasan kerja serta dengan menggunakan sampel penelitian yang lebih luas.
Daftar Pustaka
Amin, Muhammad Rusli. (2005). Menjadi Pribadi Unggul dengan Kekuatan Iman. Jakarta: Pustaka Al Mawardi, Jakarta.
As’ad, Mohammad. (1978). Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty
Azwar, S. (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Blanchard Kenneth, Hersey Paul. (1990). Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Covey,Stephen Richards. (1989).The Seven Habits of Highly Effective People. Free Press
_______ (2004). The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness was. Free Press
Daryanto. (2013). Guru Profesional. Yogyakarta: Gava Media.
Davidoff, L. (1991). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Dubrin, Andrew J. (2000). Applying Psychology: Individual and Organizational Effectiveness. New Jersey: Prentice Hall,.
Fitarani, Fitria. (2009). Organizational Citizenship Behavior (OCB) meninjau dari pengembangan dan kemampuan diri. Semarang: Sumber Ilmu.
George, J. M., G. R. Jones. (2002). Understanding and Managing Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall.
Hadi, S. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Ekonisia.
---------, 2000. Statistik. Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Handoko T.Hanif. (1993). Manajemen Personalia dan sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Lerety.
Hasbi, Artani. (1989). Membentuk Pribadi Muslim. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Henry Simamora. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi III, Yogyakarta: STIE YKPN.
Mangkunegara, Anwar P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
Mathis, Robert L, dan John H. Jackson. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku Satu, Edisi Indonesia. Jakarta: PT Salemba Empat.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Organ, D. W. (1997). Organizational Citizenship Behavior: It’s Construct Clean Up Time. Human Performance. New York: Prentice Hall.
Rivai,Veithzal. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Robbins, Stephen P. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlanggaa.
Sahertian, A. Piet. (2000). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Saputra, Lyndon. (2013). 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif. Tangerang: Binarupa Aksara.
Siagian, Sondang P. (1986). Teknik Menumbuhkan dan Memelihara Perilaku Organisasional. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Siregar, Sofyan. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Fajar Intepratama Mandiri.
Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfa-beta.
Walizer, M & Wienir, P. (1987). Metode & Analisis Penelitian Mencari Hubungan. Jilid 2 (Terjemahan : Sukadi). Jakarta: Erlangga.
Yasar, Iftida. (2010). From Zero to Hero: Rahasia Menciptakan Pribadi Unggul di Pekerjaan dan Kehidupan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Zaman, Saeful. (2013). Soft Skill. Bandung: Media Perubahan.
Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya