Artikel 2

,00 0000 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 757 kali

PEMBERIAN PELATIHAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA TIM

PADA KARYAWAN PT. UMAT SURABAYA

 

 

Dienta Fadila

 

Program Studi Magister Psikologi Profesi

Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

 

Abstrak

 

 

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pelatihan komunikasi interpersonal untuk meningkatan kerjasama tim pada karyawan. Penelitian ini menggunakan design The Untreated Control Group Design With Pre Test – Post Test. Subjek untuk kelompok eksperimen ini masing-masing berjumlah 10 orang pada kelompok kontrol dan eksperimen yang diambil dari keseluruhan kru karyawan PT. UMAT Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang diberikan pelatihan komunikasi interpersonal ada perubahan perilaku positif. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis data dengan menggunakan uji-t yang menunjukkan harga koefisien t = -4,876 pada p = 0,001  (p <  0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif pemberian pelatihan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan kerjasama tim pada karyawan.

 

Kata Kunci: Pelatihan Komunikasi Interpersonal dan Kerjasama Tim

 


 

Pendahuluan

Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang pesat diberbagai bidang, terutama bidang industri dan organisasi. Bidang industri yang membawa dampak perubahan yang sangat besar di era globalisasi ini, termasuk pengembangan karyawan. Pengembangan sumber daya manusia dirasa memang sangat dibu-tuhkan dan menjadi sebuah tuntutan yang harus dikembangkan oleh ahlinya terutama di dalam suatu perusahaan.

Pada sebuah perusahaan peran penting akan pengembangan sumber daya manusia nampaknya menjadi peran yang sangat besar sebab sumber daya manusia menjadi yang paling utama dan salah satu faktor penunjang keberhasilan sebuah perusahaan.

Selain visi, misi maupun strategic planning yang ingin dicapai oleh pemilik perusahaan, tentunya perusahaan tidak dapat berkembang secara maksimal jika tidak diimbangi dengan adanya peran penting sumber daya manusia seperti orang-orang yang terkait didalam sebuah perusahaan mulai dari struktural, tujuan, strategic plan-ning, gaya kepemimpinan,

komunikasi dan kerjasama team, misalnya saja sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa seperti PT. Umat (Usaha Mandiri Al Azhar Jatim). PT. Umat memiliki visi yaitu menjadi perusahaan jasa yang professional, spesialis di bidangnya dengan selalu memberikan pelayanan yang terbaik di bidangnya seperti bidang jasa. Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tentunya akan mengutamakan kualitas untuk konsumennya baik pelayanan, tanggung jawab, kejujuran dan menjalin hubungan kerjasama yang baik. Dengan adanya perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tersebut, PT. Umat memiliki misi yaitu mempunyai tim kerja yang handal dan ahli dalam bidangnya, menerapkan standar sertifikasi pada operasional perusahaan dan membangun jaringan yang luas dan terpercaya.

Visi dan misi yang sudah dimiliki oleh PT. Umat, menjadi sebuah tuntutan untuk karyawan yang berada di dalam perusahaan tersebut dengan memberikan layanan yang memuaskan untuk konsumen agar konsumen tidak kecewa. Pelayanan jasa tentunya adalah sebuah peran yang mewajibkan setiap masing-masing karyawan harus memiliki potensi, misalnya saja kemampuan berkomunikasi yang baik agar dapat menjalin kerjasama dengan konsumen sehingga dapat membangun jaringan yang luas di masyarakat.

Namun, tujuan ini sering tidak tercapai dikarenakan ada hal yang sering terjadi seperti mendapatkan komplain dari konsumen. Mulai dari pesan yang tidak tersampaikan bahkan sampai salahnya persepsi dengan penjelasan atau pesan yang diterima atau salah dalam penyampaian pesan. Hal ini mengakibatkan hubungan antara kedua belah pihak atau yang bersangkutan tidak terjalin kerjasama dengan baik satu sama lainnya.

Didalam sebuah perusahaan tidak akan berkembang secara optimal tanpa diimbangi oleh kerjasama tim. Peran kerjasama disini sangat menjadi penunjang untuk berhasilnya sebuah perusahaan yang memiliki visi dan misi yang besar. Menurut Baron&Byrne (2005) menyatakan kerjasama tim adalah perilaku dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama. Ditambahkan oleh Goetsch dan David (1997) mengemukakan kerjasama sebagai sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, saling bergantung satu dengan yang lainnya dan memiliki komitmen bersama terhadap pekerjaannya. (dalam Kohar, 2009)

Belbin (dalam Effendy, 2004) inti kerjasama terdiri dari tiga komponan penting. Ketiga komponen inilah yang memberikan konstribusi kuat terhadap stabilitas kelompok dan rasa aman setiap anggota kelompok untuk berprestasi mewujudkan tujuan bersama dan membuat sebuah kelompok sangat kuat (powerfull). Ketiga komponen penting tersebut, sebagai berikut : Komitmen bersama, yakni semua anggota mengerti dan tetap berpegang pada sasaran dan adanya rasa saling tergantung satu sama lain ; Saling percaya, yakni saling percaya dan dukungan yang tinggi dengan komunikasi terbuka dan terpercaya. ; Saling menghormati, yakni para anggota saling mendengarkan, saling pengertian antar sesame anggota-anggota lain. (dalam Kohar, 2009)

Kerjasama tim membutuhkan komunikasi yang terbuka, jika komu-nikasi kurang berjalan dengan baik maka tidak akan terjalin kerjasama kelompok yang baik pula. Komunikasi yang efektif bertujuan terampil dalam pengirim informasi dan menerima informasi dan terampil dalam meng-gunakan bahasa verbal dan non verbal. Aspek komunikasi efektif tersebut berkaitan dengan aspek yang dapat meningkatkan kemampuan kerjasama kelompok. Kerjasama kelompok bertujuan agar dapat saling membantu antar anggota kelompok, saling memberi dan menerima pendapat antar anggota kelompok, saling mencari penyelesaian masalah antar anggota kelompok dan menciptakan  persaingan antar anggota kelompok.

Di dalam sebuah perusahaan sumber daya manusia merupakan aset dan penggerak didalam perusahaan, dimana sumber daya yang sangat heterogen terdiri dari individu-individu yang berinteraksi untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu kerjasama diperlukan koordinasi yang dapat menjadikan semua kekuatan secara sinergis menuju satu tujuan yant telah ditetapkan dalam visi dan misi organisasi, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan komunikasi. Melalui komunikasi, kerjasama yang harmonis akan tercipta dan menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi kelangsungan hidup organisasi. Dilihat dari jenis interaksi dalam komunikasi, maka komunikasi dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi public.

Komunikasi yang paling sering digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi interpersonal. Menurut Larasati (1996), 73 persen komunikasi yang digunakan oleh manusia adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang yang paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2004). Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, perilaku seseorang. (dalam Wiryanto, 2005)

Menurut Devito (1997) mengemukakan lima sikap positif atau kualitas umum yang perlu dipertimbangkan ketika individu merencanakan komunikasi interper-sonal. Lima sikap ciri-ciri dari komu-nikasi interpersonal tersebut yaitu a. keterbukaan (openness), yaitu sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. keterbukaan disini adalah kesediaan untuk membuka diri yaitu peng-ungkapan dari informasi ini tidak ber-tentangan dengan asas kepatuhan, biasanya ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi, tidak berkata bohong dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya; b. empati, adalah kemampuan individu untuk merasakan jika seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain; c. sikap mendukung, hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terseleng-garanya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu, respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptif naratif, bukan bersifat evaluatif, sedangkan pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan; d. sikap positif, ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku, maksudnya dalam bentuk sikap adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, seperti menghargai orang lain, berfikir positif terhadap orang lain. sedangkan dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama; e. kesetaraan, merupakan pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan. Keduanya sama-sama bernilai dan berharga dan saling memerlukan (konflik dipandang sebagai upaya untuk lebih memahami perbedaan, tidak untuk menjatuhkan pihak lain).

Dengan memperoleh penge-tahuan tentang komunikasi interper-sonal, karyawan akan menyadari bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses yang sangat khusus dalam kehidupan manusia. Menurut Devito (1996), komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang efektif untuk membentuk suatu interaksi yang efektif. Kemampuan ini ditandai oleh adanya karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan menjalin kerjasama tim yang memuaskan.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan guna pelatihan komunikasi interpersonal akan efektif bila terjadi perubahan yang positif pada kerjasama tim pada subyek penelitian.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kerjasama tim setelah dilakukan pelatihan komunikasi interpersonal pada karyawan PT. UMAT.

Menurut Baron&Byrne (2005) menyatakan kerjasama tim adalah perilaku dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama. Ditambahkan oleh Goetsch dan David (1997) mengemukakan kerjasama sebagai sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, saling bergantung satu dengan yang lainnya dan memiliki komitmen bersama terhadap pekerjaannya.

Erenz (dalam Effendy, 2004) menyatakan kerjasama dalam bentuk berbagi beban kerja dan kerjasama dalam tugas dapat sebagai predictor bagi kinerja serta akan meningkatkan kepuasan bagi anggota kelompok. Kerjasama akan dilakukan dengan baik apabila masing-masing anggota memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing sehingga tercapainya efektivitas kelompok. Efektivitas kelompok tersebut, berkaitan dengan team work (kerjasama) dapat menyebabkan berpengaruhnya dinamika kelompok kerja yang mempengaruhi keterpaduan kelompok (group cohesi-veness). (dalam Schermerhorn, 2000).

Leavitt (2001) menunjukkan dalam proses dinamika kelompok dapat ditemui salah satu gejalanya tentang keterpaduan atau kelekatan kelompok (cohesiveness). Kelekatan ini memer-lukan kerjasama antar anggota kelom-pok sehingga dapat diketahui derajat kelekatan cohesiveness. Pandangan bah-wa kelompok dapat meningkatkan produktivitas bekerja, menyebabkan ba-nyak perusahaan-perusahaan atau orga-nisasi industri membentuk kelom-pok kerja dalam proses kerjanya. (dalam Kohar, 2009)

Kerjasama tim adalah upaya kemampuan individu didalam kelompok untuk bekerja secara bersama-sama supaya menumbuhkan sikap kooperatif dan mendapatkan tujuan yang sama. Kerjasama dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara individual. Menurut West (2002) “Telah banyak riset membuktikan bahwa kerja sama secara berkelompok mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan kerja yang dilaksanakan oleh per-orangan”.

Selain keunggulan di atas, kerjasama juga dapat menstimulasi seseorang berkontribusi dalam kelom-poknya, sebagaimana yang dinyatakan Davis (dalam Dewi, 2006) bahwa, ”Kerja sama adalah keterlibatan mental dan emosional orang orang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan.

Belbin (dalam Effendy, 2004) menyatakan bahwa inti kerjasama terdiri dari tiga komponen penting. Ketiga komponen inilah yang memberikan kontribusi kuat terhadap stabilitas ke-lompok dan rasa aman setiap anggota kelompok untuk berprestasi mewu-judkan tujuan bersama dan membuat sebuah kelompok sangat kuat (power-full) ketiga komponen penting tersebut, sebagai berikut ; a. komitmen bersama, yakni semua anggota mengerti dan tetap berpegang pada sasaran dan adanya rasa saling tergantung satu sama lain ; b. saling percaya, yakni saling percaya dan dukungan yang tinggi dengan komunikasi terbuka dan terpercaya ; c. saling menghormati, yakni para anggota saling mendengarkan, saling pengertian antar sesame anggota-anggota lain.

Effendy (2004) menjelaskan bahwa, kerjasama memiliki indikator, diantaranya adalah : a. Saling membantu antar anggota, yaitu saling berbagi beban kerja akan saling membantu antar anggota yang akan membuat kepuasan para anggota kelompok, sehingga akan tercipta kerjasama antar anggota; b. Memberikan pendapat untuk memba-ngun, yaitu adanya kesempatan untuk menyampaikan pendapat secara kons-truktif akan memberikan konstribusi perbaikan pada sesame anggota maupun kinerja secara keseluruhan; c. Menciptakan suasana kondusif, yaitu adanya suasana kerja yang nyaman membuat para anggota senang berhubungan dengan atasan, kolega maupun meningkatkan kenyamanan dalam menyelesaikan tugas sehingga akan meningkatkan semangat keber-samaan dalam mencapai tujuan kelompok; d. Mencari penyelesaian bersama, yaitu adanya penyelesaian masalah atas kesepakatan bersama membantu mengurangi terjadinya konflik dan membantu meningkatkan efektifitas kelompok karena mampu mengatasi masalah dengan kemenangan bersama (win-win solution).

Berbeda menurut Alsa (2009), menyatakan bahwa indikator atau ciri-ciri dari kerjasama adalah : a. penerimaan orang lain terhadap diri sendiri, yaitu menerima dan adanya keterbukaan dalam menyampaikan ide dan pendapat dari orang lain untuk diri sendiri; b. penerimaan diri sendiri terhadap orang lain, yaitu adanya keterbukaan dalam menyampaikan ide dan pendapat yang dikeluarkan dari dalam diri untuk orang lain agar orang lain dapat mendengarkan serta menerima serta mencapai tujuan bersama; c. kepedulian terhadap anggota kelompok, yaitu tidak mementingkan keinginan diri sendiri yang akan membuat kepuasan para anggota sehingga tercipta kerjasama antar anggota; d. komunikasi, yaitu saling memberikan pendapat yang terbuka dan terpercaya agar para anggota saling mendengarkan  dan mendukung kelompok untuk mencapai tujuan bersama; e. serta koordinasi, yaitu saling mendukung satu sama lain dalam pengambilan keputusan bersama. (dalam www.google.co.id)

West (2002) menetapkan indikator-indikator kerja sama sebagai alat ukurnya sebagai berikut : a. Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan,  yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik; b. Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama; c. Pengerahan kemampuan secara mak-simal, yaitu dengan mengerahkan ke-mampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerjasama akan lebih kuat dan berkualitas.

Berbeda menurut Chang (1999), bahwa indikator kerjasama tim adalah sikap terbuka dan menghargai pendapat orang lain,  berkomunikasi, menerima semua anggota serta berkoordinasi sesuai dengan tujuan tim. (dalam Merliani, 2002)

Schermerhorn (2000) menge-mukakan faktor yang menjadi masalah kelompok, meliputi : Konflik kepri-badian, perbedaan karakteristik pribadi serta gaya bekerja; Ambiguitas tugas, ketidak jelasan rangkaian kegiatan serta lemahnya pendefinisian masalah;  Ketidaksiapan pelaksanaan tugas, terlalu banyak waktu yang dibuang apabila rapat tidak bermanfaat dan terstruktur dan ketidaksiapan anggota kelompok; Kerja tim yang buruk, kegagalan komunikasi, konflik pengambilan keputusan yang tidak sesuai kinerja. Ditambahkan lagi, proses efektivitas kelompok dipengaruhi antara lain : Penyusunan Organisasi, anggota berinteraksi serta menerapkan kemam-puan dalam melaksanakan tugas; Kondisi tugas, deskripsi pekerjaan yang jelas mempermudah tugas pekerjaan yang dilakukan anggota; Ukuran kelompok, anggota mengatasi perten-tangan serta mencapai kesepakatan; Karakteristik, kemampuan anggota bekerja sama dengan anggota kelompok.

Baron & Byrne (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama antara lain : Timbal balik, aturan men-dasar dari kehidupan social bahwa individu cenderung memperlakukan orang lain sebagaimana orang-orang tersebut telah memperlakukan mereka;  Orientasi pribadi, individu memilih orientasi kerjasama, orientasi individualistic atau orientasi kompe-tititif; Komunikasi, dapat meningkatkan dan menghasilkan kerjasama tim yang baik.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, bahwa faktor-faktor yang mem-pengaruhi kerjasama antara lain: Timbal balik, Orientasi pribadi, Komunikasi, Uraian tugas atau pekerjaan sebagai deskripsi pekerjaan yang jelas bagi antar anggota, Antar teman kerja, perbedaan kepribadian, nilai dan kemampuan.

Individu yang memiliki kemam-puan kerjasama dapat memperoleh man-faat antara lain efektivitas kerja yang baik, bekerjasama dan menjalin hu-bungan kerja yang baik dan memiliki potensi diri dalam tim.

Dunia kerja membutuhkan ker-jasama dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. Terutama karyawan pada bidang jasa yang  menuntut dan dibu-tuhkan koordinasi atau kerjasama tim yang baik dan kecakapan dalam setiap menjalankan tanggung jawab dan tugasnya.

Hal ini didukung oleh Adizes (dalam Priyatama, 2003) bahwa sikap kerjasama tim sebagai tindakan seseorang bisa berhubungan dengan orang lain, bekerja sama dalam suatu kelompok, membuat suatu keputusan dan memecahkan masalah.

Pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka. Pelatihan berlangsung dalam jangka waktu pendek antara satu, dua atau tiga hari hingga dua sampai tiga bulan. Pelatihan dilakukan secara sistematis, menurut prosedur yang terbukti berhasil dengan metode yang sudah baku dan sesuai serta dijalankan secara sungguh-sungguh dan teratur. (dalam Hardjana, 2001).

Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan menurut Simamora (2003), jika melihat Pasal 1 ayat 9 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaannya. Fokus dari pelatihan yaitu waktu saat ini, penggunaan pengalaman kerja tidak terlalu tinggi, tujuannya yaitu persiapan untuk pekerjaan saat ini, partisipasi peserta menjadi wajib. (dalam Risma, 2013)

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Proses belajar, tidak bisa dimaknai dengan satu makna, hal ini menjadi momentum untuk memasukkan ilmu atau pengetahuan ke dalam otak seseorang. Belajar bukan hanya memasukkan ilmu, tetapi mengajarkan kepada proses bahwa tidak ada sesuatu yang dapat dicapai secara instan. Untuk mencapai sesuatu harus melewati proses. Sama ketika suatu perusahaan ingin mengupgrade kemampuan karyawannya yang dirasa kurang optimal, maka perusahaan akan melakukan usaha peningkatan kemampuan karyawan dengan melalui suatu proses belajar. (dalam Risma, 2013)

Menurut Mathis & Jackson (2003), proses pelatihan meliputi analisis (assesment), perancangan (design), penyampaian (delivery) dan evaluasi (evaluation).  Runtutan proses tersebut bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya usaha pelatihan yang tidak terencana, tidak terkoordinasi, sehingga biaya pengeluaran organisasi menjadi sia-sia.

Secara umum pelatihan sumber daya manusia dimaksudkan untuk menangani segala persoalan kinerja yang mengalami defisiensi (performance deficiencies). Penyakit ini menyebabkan karyawan tidak dapat menunjukkan performa kerja pada tingkatan yang telah distandarisasikan organisasi. Oleh karena itu, karyawan menjadi tidak produktif sehingga mengakibatkan organisasi mengalami stagnasi dan bahkan penurunan rates of productivity. (dalam Irianto, 2001)

Dalam konteks yang demikian itulah pelatihan memiliki posisi strategis guna meningkatkan kinerja dan kapabilitas karyawan. Namun, demikian ada sejumlah studi yang menunjukkan bahwa fungsi penting pelatihan menjadi tidak efektif karena berbagai sebab. Salah satu sebab yang menonjol mengarah pada sikap manajer yang tidak mengikuti proses tahapan program pelatihan secara disiplin. Indikasi ini diantaranya terlihat dari diabaikannya salah satu tahap pelatihan yaitu assessment phase yang substansinya dihasilkan lewat training needs analysis. TNA berfungsi sebagai fundamen informasi bagi manajer dalam menetapkan program pelatihan dalam segala formatnya. (dalam Irianto, 2001)

Pelatihan dalam arti luas mempunyai tujuan untuk membantu karyawan dalam mempelajari dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru ; mempertahankan dan meningkatkan kecakapan-kecakapan yang sudah dikuasai ; mendorong karyawan agar mau belajar dan berkembang ; mempraktekkan di tempat kerja hal-hal yang sudha dipelajari dan diperoleh dalam training ; mengembangkan pribadi karyawan ; mengembangkan efektifitas organisasi ; member motivasi kepada karyawan untuk terus belajar dan berkembang. (dalam Hardjana, 2001)

Sebagaimana yang sudah dijelaskan, maka pelatihan memiliki manfaat yang besar bagi karyawan yang memiliki kekurangan pengetahuan dan kecakapan tertentu sebagai upaya perbaikan performance pada pekerjaannya saat ini, dalam hal ini termasuk ketrampilan komunikasi. Dimana dalam meningkatkan ketrampilan berkomunikasi akan lebih efektif apabila dilakukan dalam suatu pelatihan.

Jadi, pelatihan komunikasi adalah proses jangka pendek yang mempergunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan karyawan sehubungan dengan komunikasi untuk pembelajaran berkesinambungan yang membawa perubahan dalam memenuhi kebutuhan manusia dalam meningkatkan kerjasama tim di sebuah perusahaan.

Metode berasal dari kata Yunani meta yang berarti dengan atau sesudah, dan hodos yang berarti jalan. Secara harfiah metode berarti dengan jalan atau mengikuti jalan. Dalam arti sebenarnya, metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan metode pelatihan adalah cara yang ditempuh dan langkah-langkah yang diambil untuk mencapai tujuan pelatihan, baik secara keseluruhan maupun per sesi. Pada intinya, menurut Hardjana (2001) metode pelatihan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah metode untuk mengawali pelatihan. Bagian kedua adalah metode untuk pengolahan sesi-sesi dalam pelatihan, sedangkan Bagian ketiga adalah metode untuk penutupan training.

Metode untuk mengawali pelatihan meliputi metode perkenalan dan metode pemanasan atau ice breaking. Metode perkenalan membantu para peserta pelatihan agar mengenal satu sama lain, termasuk dengan trainer. Perkenalan diperlukan agar para peserta tidak merasa asing satu sama lain, dapat saling berkomunikasi dan bersedia bekerjasama selama pelatihan. Bentuk kegiatan ini bermacam-macam dan dapat dipergunakan sesuai dengan keadaan peserta serta tujuan pelatihan. Sedangkan metode pemanasan bertujuan untuk membangkitkan perhatian dan minat peserta terhadap training yang hendak diselenggarakan agar membuat mereka mulai terlibat dalam pelatihan dan melepaskan segala beban mental yang dapat menghambat keikutsertaan mereka dalam pelatihan.

Metode pada babak tengah merupakan metode pengolahan acara pelatihan, baik untuk menyampaikan seluruh pelatihan maupun untuk tiap-tiap sesi. Pada intinya menurut Hardjana (2001), metode pengolahan sesi dalam pelatihan dibagi menjadi empat, yaitu informative, partisipatif, partisipatif – eksperiensial, dan eksperiensial.

Metode Informatif, adalah metode pelatihan dengan tujuan untuk menyampaikan informasi, penjelasan, data, fakta dan pemikiran. Bentuknya dapat berupa pengajaran atau kuliah (lecture), bacaan terarah (directed reading) ataupun diskusi panel (panel discussion).

Metode Partisipatif, digunakan untuk melibatkan peserta dalam pengolahan materi pelatihan. Bebntuknya dapat berupa pernyataan (statement), curah pendapat (brainstorming), audio-visual (audio-visual), diskusi kelompok (buzz group), forum (forum), kuis (quiz), studi kasus (case study), peristiwa (incident) atau peragaan peran (role play).

Metode Partisipatif – Eksperiensial, bersifat partisipatif sekaligus eksperiensial dengan mengikutsertakan peserta dan member kemungkinan kepada peserta untuk ikut mengalami apa yang diolah dalam pelatihan. Bentuknya dapat berupa pertemuan (meeting), latihan simulasi (simulation exercise) atau demonstrasi ( demonstration).

4). Metode Eksperiensial, adalah metode yang memungkinkan peserta untuk ikut terlibat dalam pengalaman untuk “belajar sesuatu”. Bentuknya dapat berupa ungkapan kreatif (creative expression), penugasan (assignment installment), lokakarya (workshop), kerja proyek (work project), tinggal di tempat (field placement), hidup di tempat (live in), permainan manajemen (management game) atau latihan kepekaan (laboratory atau sensitivity training).

Dari keempat macam metode tersebut diatas, metode eksperiensial merupakan metode utama. Metode-metode lain hanya digunakan pada bagian-bagian tertentu, seperti penggunaan metode informatif untuk memberikan pemahaman tentang kegiatan pelatihan, penggunaan metode partisipatif untuk pengolahan dalam kelompok kecil dan metode partisipatif-eksperiensial untuk kegiatan pelatihan yang melibatkan peserta dan memberi kesempatan kepada mereka untuk mengalami kegiatan pelatihan.

Disamping metode perkenalan, pemanasan dan pengolahan materi dapat pula diadakan permainan (game) dalam training. Seperti sudah jelas dari namanya permainan adalah kegiatan yang dinilai mendatangkan kesegaran dan memulihkan minat, semangat dan tenaga. Bentuknya dapat berupa permainan di dalam gedung (indoors games) atau diluar gedung (outdoors games). Jenis permainan bermacam-macam dapat melibatkan peserta pelatihan secara perorangan, kelompok kecil, kelompok besar atau bahkan seluruh peserta. Peralatannya pun bermacam-macam, misalnya kartu, sapu tangan, pisau, koran, pemukul bola, tali, kertas dan lain-lain.

Metode pada babak akhir meliputi metode penyimpulan pelatihan dan evaluasi. Penyimpulan pelatihan merupakan uraian singkat tentang seluruh kegiatan pelatihan, semua sesi dalam pelatihan yang sudah diolah bersama, kemungkinan-kemungkinan follow up, serta harapan-harapan terhadap peserta. Bentuk uraian adalah informatif.

Metode evaluasi merupakan metode untuk mengumpulkan bahan yang akan dianalisis dan disimpulkan guna melihat segala sesuatu yang terjadi dalam pelatihan dan pengaruhnya bagi peserta dalam perluasan pengetahuan, pembentukan sikap, perubahan perilaku, peningkatan kecakapan dan ketrampilan.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kegiatan komunikasi. Kenyataannya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, mulai dari tugas, tanggung jawab serta kegiatan yang dilakukan sehari-hari tidak terlepas dari komunikasi. Oleh sebab itu, komunikasi merupakan aktivitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia.

Menurut Gates (1995) komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkat aktivitas hubungan antara manusia atau kelompok. Jenis komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dengan kata-kata dan komunikasi non verbal yang disebut dengan bahasa tubuh.

Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspesikan ide tau perasaan, membangkitkan respon emosional, menguraikan obyek dan ingatan. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk merespon secara langsung. Sedangkan komunikasi non verbal teramati pada : a. metakomunikasi. Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan, tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar, misalnya tersenyum; b. penampilan personal. Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama berkomunkasi interpersonal; c. intonasi (nada suara). Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya; d. ekspresi wajah. Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah seperti terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal; e. sikap tubuh. Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan fisik; f. sentuhan. Kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Menurut Kariyoso (1994) kurang cakap (terutama didepan umum) artinya berbicara  tersendat-sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar dan sikap yang kurang tepat. Misalnya saja seorang guru yang sedang mengajar didepan kelas, sambil duduk diatas meja akan memberikan kesan kurang baik bagi siswanya, kurangnya pengalaman artinya seseorang yang jarang membaca atau mendengarkan radio atau televisi akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain, kurang memahami sistem sosial, prasangka yang tidak beralasan, jarak fisik yaitu komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan, tidak ada persamaan persepsi, indera yang rusak, berbicara yang berlebihan. Artinya berbicara berlebihan seringkali mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan, mendominir pembicaraan dan lainnya.

Berdasarkan penjelasan teori diatas, maka pentingnya komunikasi sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Komunikasi adalah sarana yang sangat efektif dalam memudahkan kerjasama untuk melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik sehingga semakin baik komunikasi, maka semakin baik pula kerjasama kelompoknya.

  1. Komponen-komponen Komunikasi

Ada 5 (lima) faktor yang berperan dalam berkomunikasi, Kariyoso (1994) menyebutkan bahwa faktor tersebut adalah 1). Komunikator, komunikator (pembawa berita), bisa individu, keluarga maupun kelompok yang mengambil inisiatif dalam menyelenggarakan komunikasi dengan individu atau kelompok lain yang menjadi sasarannya. Komunikator bisa juga berarti tempat berasalnya sumber pengertian yang dikomunikasikan; 2). Message (pesan) adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui lambing-lambang, pembicaraan, gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan atau tanda-tanda lain dengan interpretasi yang tepat akan memberikan arti dan makna tertentu; 3). Saluran, adalah sarana tempat berlakunya lambing-lambang. Saluran ini meliputi pendengaran, penglihatan, penciuman dan rabaan; 4). Komunikan, adalah objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau lambing. Bisa berupa : individu, keluarga maupun masyarakat; 5). Feed back, yaitu arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi. Hal ini bisa dijadikan patokan sejauhmana pencapaian dari pesan yang telah disampaikan.

Kata komunikasi atau communication berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi merujuk pada suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan yang dianut secara sama. Kegiatan komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang paling banyak dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Sejak bangun tidur di pagi hari sampai tidur lagi dilarut malam. Sebagian besar dari waktu kita digunakan untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Jadi, kemampuan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang paling mendasar. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami perbedaan pendapat. Ketidaknyamanan situasi atau bahkan terjadi konflik yang terbuka yang disebabkan adanya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Menghadapi situasi seperti ini, manusia baru akan menyadari bahwa diperlukan penge-tahuan mengenai bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan efektif yang harus dimiliki seorang manusia.

Di dalam sebuah perusahaan sumber daya manusia merupakan asset dan penggerak didalam perusahaan, dimana sumber daya yang sangat heterogen terdiri dari individu-individu yang berinteraksi untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu kerjasama diperlukan koordinasi yang dapat menjadikan semua kekuatan secara sinergis menuju satu tujuan yant telah ditetapkan dalam visi dan misi organisasi., untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan komunikasi. Melalui komunikasi, kerjasama yang harmonis akan tercipta dan menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi kelangsungan hidup organisasi. Dilihat dari jenis interaksi dalam komunikasi, maka komunikasi dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi public.

Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang yang paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2004). Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, perilaku seseorang. (dalam Wiryanto, 2005)

Menurut Luthans (2006) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dilihat sebagai metode dasar yang mempengaruhi perubahan perilaku. Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. (Effendy, 2003).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah penyampaian informasi dari individu kepada individu lain yang dilakukan dua arah secara tatap muka dan sangat efektif mengubah sikap, pendapat atau perilaku individu guna tercapainya tujuan utamanya yaitu mempengaruhi orang lain agar melakukan sesuai kemauan kita.

Manfaat komunikasi interper-sonal menurut Muhammad, 2004 bahwa ada enam tujuan, antara lain : a. menemukan diri sendiri, salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan individu lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai atau mengenai diri kita. Sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran dan tingkah laku diri sendiri. Dengan membicarakan diri sendiri dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran dan tingkah laku diri sendiri. b. menemukan dunia luar, komunikasi inter personal menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui dating dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang dating kepada kita dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi interpersonal. c. membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti, salah satu keinginan individu yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan individu lain. d. berubah sikap dan tingkah laku, banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku individu lain dengan pertemuan interpersonal. e. untuk bermain dan kesenangan, bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas yang umumnya merupakan pembicaraan yang untuk menghabiskan waktu. f. untuk membantu, ahli kejiwaan, psikolog dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan professional mereka untuk mengarahkan kliennya.

Menurut Devito (1997) mengemukakan lima sikap positif atau kualitas umum yang perlu dipertimbangkan ketika individu merencanakan komunikasi interpersonal, lima sikap ciri-ciri dari komunikasi interpersonal tersebut yaitu a. keterbukaan (openness), yaitu sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Keterbukaan disini adalah kesediaan untuk membuka diri yaitu pengungkapan dari informasi ini tidak bertentangan dengan asas kepatuhan, biasanya ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi, tidak berkata bohong dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya; b. empati, adalah kemampuan individu untuk merasakan jika seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain; c. sikap mendukung, hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu, respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptif naratif, bukan bersifat evaluative, sedangkan pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan; d. sikap positif, ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku, maksudnya dalam bentuk sikap adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, seperti menghargai orang lain, berfikir positif terhadap orang lain. sedangkan dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama; e. kesetaraan, merupakan pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan. Keduanya sama-sama bernilai dan berharga dan saling memerlukan (konflik dipandang sebagai upaya untuk lebih memahami perbedaan, tidak untuk menjatuhkan pihak lain).

Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan menurut Simamora (2003), jika melihat Pasal 1 ayat 9 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tinkat ketterampulan dan keahlian tertentu seusai sesuai dengan jenjan dan kualidikasi jabatan dan pekerjaannya. Fokus dari pelatihan yaitu waktu saat ini, penggunaan pengalaman kerja tidak tertlalu tinggi, tujuannya yaitu persiapan untuk pekerjaan saat ini, partisipasi peserta wajib. (dalam Risma, 2013)

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kegiatan komunikasi. Kenyataannya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, mulai dari tugas, tanggung jawab serta kegiatan yang dilakukan sehari-hari tidak terlepas dari komunikasi. Oleh sebab itu, komunikasi merupakan aktivitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia.

Merancang pelatihan adalah rancangan yang akan dijadikan pegangan, pedoman atau acuan pada waktu melaksanakan training. Penyusunan rancangan training harus memperhatikan pihak-pihak yang akan terlibat dalam training mulai dari peserta, penyelenggara, trainer, tujuan yang akan dicapai, materi yang akan diolah, metode dan peralatan yang hendak dipakai, tempat pelaksanaan, jadwal kegiatan untuk tiap sesi ataupun secara keseluruhan. Semua itu diatur dan dirancang secara efisien, lancer dan efektif untuk mencapai tujuan training.

Menyusun dan pelaksanan pelatihan komunikasi interpersonal ini memakai pendekatan pada teori pembelajaran (learning theory). Menurut Simamora (2007), pembelajaran merupakan perubahan yang relative permanen dalam pengetahuan, keahlian, keyakinan, sikap atau perilaku yang terbentuk dari pengalaman.

Menurut Robert L. Mathis & Joh H. Jackson (2003), proses pelatihan meliputi analisis (assesment), perancangan (design), penyampaian (delivery) dan evaluasi (evaluation).  Runtutan proses tersebut bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya usaha pelatihan yang tidak terencana, tidak terkoordinasi, sehingga biaya pengeluaran organisasi menjadi sia-sia.

Menurut Gates (1995) komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkat aktivitas hubungan antara manusia atau kelompok. Jenis komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dengan kata-kata dan komunikasi non verbal yang disebut dengan bahasa tubuh.

Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau symbol yang dipakai untuk mengekspesikan ide tau perasaan, membangkitkan respon emosional, menguraikan obyek dan ingatan. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk merespon secara langsung. Sedangkan komunikasi non verbal teramati pada : a. metakomunikasi. Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan, tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar, misalnya tersenyum; b. penampilan personal. Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama berkomunkasi interpersonal; c. intonasi (nada suara). Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya; d. ekspresi wajah. Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah seperti terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal; e. sikap tubuh. Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan fisik; f. sentuhan. Kasih saying, dukungan emosional dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Menurut Kariyoso (1994) kurang cakap (terutama didepan umum) artinya berbicara  tersendat-sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar dan sikap yang kurang tepat. Misalnya saja seorang guru yang sedang mengajar didepan kelas, sambil duduk diatas meja akan memberikan kesan kurang baik bagi siswanya, kurangnya pengalaman artinya seseorang yang jarang membaca atau mendengarkan radio atau televisi akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain, kurang memahami system sosial, prasangka yang tidak beralasan, jarak fisik yaitu komunikasi menjadi kurang lancer bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan, tidak ada persamaan persepsi, indera yang rusak, berbicara yang berlebihan. Artinya berbicara berlebihan seringkali mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan, mendominir pembicaraan dan lainnya.

Berdasarkan penjelasan teori diatas, maka pentingnya komunikasi sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Komunikasi adalah sarana yang sangat efektif dalam memudahkan kerjasama untuk melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik sehingga semakin baik komunikasi, maka semakin baik pula kerjasama kelompoknya.

Menurut Baron&Byrne (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama, antara lain a. timbal balik, aturan mendasar dari kehidupan sosial bahwa individu cenderung memperlakukan orang lain sebagaimana orang-orang tersebut telah memperlakukan mereka ; b. orientasi pribadi, individu memilih orientasi kerjasama, orientasi individualistic atau orientasi kompetitif ; c. komunikasi, komunikasi yang efektif dapat menghasilkan peningkatan kerjasama. (dalam Risma, 2013)

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam jenis komunikasi seperti komunikasi intra pribadi, komunikasi antar pribadi, komunikasi pribadi dengan kelompok dan komunikasi kelompok dengan kelompok dan komunikasi melalui media. Sebagian besar komunikasi yang dilakukan manusia adalah melalui komunikasi interpersonal. Menurut Larasati (1992), sekitar 73 persen komunikasi yang dilakukan manusia merupakan komunikasi interpersonal dan sisanya adalah komunikasi yang lain. (dalam Anima, 2000)

Menurut Luthans (2006) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dilihat sebagai metode dasar yang mempengaruhi perubahan perilaku. Menurut Devito (1997) mengemukakan lima sikap positif atau kualitas umum yang perlu dipertimbangkan ketika individu merencanakan komunikasi interpersonal, lima sikap ciri-ciri dari komunikasi interpersonal tersebut yaitu a. keterbukaan (openness), yaitu sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. keterbukaan disini adalah kesediaan untuk membuka diri yaitu pengungkapan dari informasi ini tidak bertentangan dengan asas kepatuhan, biasanya ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi, tidak berkata bohong dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. b. empati, adalah kemampuan individu untuk merasakan jika seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain. c. sikap mendukung, hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu, respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptif naratif, bukan bersifat evaluative, sedangkan pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan. d. sikap positif, ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku, maksudnya dalam bentuk sikap adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, seperti menghargai orang lain, berfikir positif terhadap orang lain. sedangkan dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. e. kesetaraan, merupakan pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan. Keduanya sama-sama bernilai dan berharga dan saling memerlukan (konflik dipandang sebagai upaya untuk lebih memahami perbedaan, tidak untuk menjatuhkan pihak lain).

Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kerjasama tim dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan tentang komunikasi interpersonal agar manusia menyadari pentingnya komunikasi interpersonal dalam membentuk suatu interaksi yang efektif. (dalam Devito, 1996). Dengan demikian hipotesa yang diajukan sebagai berikut :

“ Ada pengaruh pemberian pelatihan komunikasi interpersonal untuk peningkatan kerjasama tim pada karyawan PT.Umat”

 

Metode Penelitian

Variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah variabel tergantung (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel bebas (x) penelitian ini adalah pelatihan komunikasi interpersonal.  Variabel tergantung (y) adalah kerjasama tim.

Dalam penelitian ini cara untuk mengetahui kerjasama tim adalah dengan menyajikan skala kerjasama tim yang dikonstruksikan oleh peneliti dengan beberapa  indikator kerjasama tim. Menurut Chang (1999), indikator dari kerjasama tim meliputi sikap terbuka dan menghargai pendapat orang lain, berkomunikasi, menerima semua anggota,  serta berkoordinasi sesuai dengan tujuan tim. (dalam Merliani, 2002)

Subyek penelitian ini adalah karyawan yang mengalami kurangnya kerjasama tim. Dalam hal ini subyek penelitian adalah karyawan PT. Umat yang terdiri dari 20 orang dari 50 orang. Sepuluh orang untuk kelompok eksperimen (kelompok yang diberikan perlakuan) dan sepuluh orang untuk kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberikan perlakuan). Kedua kelompok tersebut ditentukan berdasarkan pilihan dari Manager Operasional dari PT. UMAT

Alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan kerjasama tim dikembangkan oleh peneliti sendiri. Indikator kerjasama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sikap terbuka dan menghargai pendapat orang lain, berkomunikasi, menerima semua anggota serta berkoordinasi sesuai dengan tujuan tim.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala langsung yaitu skala yang diberikan atau diminta untuk menceritakan keadaan dirinya. Penyusunan skala ini menggunakan skala model Likert yang dimodifikasi dengan empat alternatif jawaban : SS, S, TS, STS.

Dalam menilai jawaban (pemberian skor) untuk pernyataan favourable skornya bergerak dari empat ke satu: 1).Skor 4 diberikan untuk jawaban sangat setuju; 2).Skor 3 diberikan untuk jawaban setuju; 3).Skor 2 diberikan untuk jawaban tidak setuju; 4). Skor 1 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju. Sebaliknya untuk pernyataan unfavourable  skornya bergerak dari 1 ke 4 : 1). Skor 1 diberikan untuk jawaban sangat setuju ; 2). Skor 2 diberikan untuk jawaban setuju ; 3). Skor 3 diberikan untuk jawaban tidak setuju ; 4). Skor 4 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju.

Untuk mendapatkan aitem yang sahih dan andal pada tiap-tiap aitem yang terdapat pada skala tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji coba skala (try out), kemudian masing-masing butir aitem tersebut dianalisa secara statistic. Aitem yang sahih dan andal tersebut digunakan sebagai alat ukur penelitian yang kemudian akan digunakan pada pre dan post tes.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen sehingga metode yang dipakai adalah metode eksperimen yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap objek penelitian serta diadakannya kontrol terhadap variabel tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. Kelompok eksperimen adalah kelompok perlakuan yang diberi perlakuan berupa variabel bebas, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok perlakuan yang tidak diberi perlakuan apa-apa, atau diberi perlakuan palsu, hal ini dikemukakan oelh Azwar (2007).

Jenis penelitian ini termasuk dalam The Untreated Control Group Design With Pre Test – Post Test, karena tidak terdapat proses randomisasi dalam penentuan subjek yang akan ditempatkan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Keuntungan penelitian ini tidak mempunyai batasan yang ketat terhadap randomisasi dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas. Sedangkan kerugian penelitian ini, yaitu tidak adanya randomisasi  yang berarti pengelompokan anggota sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan dengan random atau acak serta kontrol terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap eksperimen tidak dilakukan.

 

Hasil Penelitian.dan Pembahasan

Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara kerjasama tim sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal, maka digunakan paired sample t-test. Jika t hitung > t tabel atau nilai signifikansi < 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara kerjasama tim pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal dan jika terjadi sebaliknya maka dikatakan perbedaannya tidak signifikan.

Dari tabel 5 diketahui bahwa t = -4,876 dan p = 0,001 <  0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kerjasama tim sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal pada kelompok eksperimen.\

Berdasarkan hasil dari rumusan masalah yang menyatakan bahwa ada pengaruh pelatihan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan kerjasama tim, maka hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pada kelompok eksperimen (kelompok yang diberikan pelatihan komunikasi interpersonal)  dan kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberikan perlakuan / pelatihan) untuk meningkatkan kerjasama tim sesudah pelatihan komunikasi interpersonal menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

Kerjasama tim pada kelompok eksperimen pada hasil penelitian menunjukkan angka yang tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang cenderung menurun ketika sebelum pelatihan komunikasi interpersonal. Hal ini disebabkan kelompok eksperimen telah mendapatkan pelatihan komunikasi interpersonal sehingga peserta memiliki kemampuan komunikasi interpersonal dan mempengaruhi kerjasama timnya.

Di dalam suatu kerjasama tim diperlukan koordinasi yang dapat menjadikan semua kekuatan secara sinergis menuju satu tujuan yang telah ditetapkan dalam visi dan misi organisasi, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan sebuah komunikasi. Melalui komunikasi, kerjasama tim yang harmonis akan tercipta dan menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi kelangsungan hidup organisasi. (dalam Effendy, 2004)

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam jenis komunikasi seperti komunikasi intra pribadi, komunikasi antar pribadi, komunikasi pribadi dengan kelompok dan komunikasi kelompok dengan kelompok dan komunikasi melalui media. Sebagian besar komunikasi yang dilakukan manusia adalah melalui komunikasi interpersonal. Menurut Larasati (1992), sekitar 73 persen komunikasi yang dilakukan manusia merupakan komunikasi interpersonal dan sisanya adalah komunikasi yang lain. (dalam Anima, 2000)

Menurut Luthans (2006) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dilihat sebagai metode dasar yang mempengaruhi perubahan perilaku. Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. (Effendy, 2003).

Menurut Devito (1997) mengemukakan lima sikap positif atau kualitas umum yang perlu dipertimbangkan ketika individu merencanakan komunikasi interpersonal, lima sikap ciri-ciri dari komunikasi interpersonal tersebut yaitu a. keterbukaan (openness), yaitu sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Keterbukaan disini adalah kesediaan untuk membuka diri yaitu pengungkapan dari informasi ini tidak bertentangan dengan asas kepatuhan, biasanya ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi, tidak berkata bohong dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. b. empati, adalah kemampuan individu untuk merasakan jika seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain. c. sikap mendukung, hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu, respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptif naratif, bukan bersifat evaluatif, sedangkan pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan. d. sikap positif, ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku, maksudnya dalam bentuk sikap adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, seperti menghargai orang lain, berfikir positif terhadap orang lain. Sedangkan dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya bentuk kerjasama. e. kesetaraan, merupakan pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan. Keduanya sama-sama bernilai dan berharga dan saling memerlukan (konflik dipandang sebagai upaya untuk lebih memahami perbedaan, tidak untuk menjatuhkan pihak lain).

Dengan memperoleh pengetahuan tentang komunikasi interpersonal, karyawan akan menyadari bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses yang sangat khusus dalam kehidupan manusia. Menurut Devito (1996), komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang efektif untuk membentuk suatu interaksi yang efektif. Kemampuan ini ditandai oleh adanya karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan menjalin kerjasama tim yang memuaskan.

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian pelatihan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan kerjasama tim, maka hipotesis penelitian yang berbunyi : “Ada pengaruh pemberian pelatihan komunikasi interpersonal untuk peningkatkan kerjasama tim” dan terbukti kelompok eksperimen mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol sesudah pelatihan komunikasi interpersonal. Oleh sebab itu, hipotesis dalam penelitian ini diterima / terbukti.

 

Kesimpulan dan Saran

1. Hasil kerjasama tim sesudah pelatihan komunikasi interpersonal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan ada perbedaan dan peningkatan dengan uji statistik analisis uji t-test sampel independent diperoleh t = 2,920 dengan p = 0,012 < 0,05

2. Hasil kerjasama tim sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal pada kelompok eksperimen menunjukkan ada perbedaan dan peningkatan dengan uji statistik analisis uji t-test paired sample diperoleh t = -4,876 dan p = 0,001 <  0,05

Jadi, hipotesis penelitian ini dapat diterima atau terbukti.

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan. Program Pelatihan Komunikasi Interpersonal direkomendasikan sebagai salah satu aspek kompetensi komunikasi bagi pekerja sehingga dapat meningkatkan ketrampilan, pengetahuan serta aplikasi tentang pentingnya komunikasi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari dan bukan hanya di lingkungan kerja saja

2. Jika ada pelatihan kembali, disarankan untuk perusahaan lebih mengatur waktu untuk karyawan yang mengikuti pelatihan tersebut agar karyawan dapat mengikuti proses pelatihan secara maksimal tanpa ada kesibukan yang mengganggu di dalam proses pelatihan.

3. Bagi karyawan, dengan adanya program Pelatihan Komunikasi Interpersonal tersebut diharapkan dapat menjalin kerjasama tim yang makin solid baik dengan antar karyawan semua Divisi perusahaan maupun pihak luar perusahaan seperti customer atau karyawan non PT.UMAT agar kerjasama tim tetap terjaga untuk seterusnya.

4. Bagi peneliti selanjutnya: Jika ingin melakukan penelitian dengan salah satu variabel yang sama, maka disarankan mencari atau menambah variabel lain yang berhubungan dengan kedua variabel tersebut, misalnya pelatihan kerjasama tim untuk meningkatkan kinerja karyawan, pelatihan komunikasi untuk meningkatkan kerjasama tim dan kepemimpinan atau pelatihan motivasi kerja untuk meningkatkan kerjasama tim dan kinerja karyawan.

Mengatur waktu sebaik mungkin dengan melihat ranah dan tujuan dari pelatihan sehingga tujuan dari proses sebuah pelatihan dapat terarah dan sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan atau organisasi yang akan diteliti.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alsa, A. 2012. Kerjasama Ciri-ciri dan Tanggung Jawab Tim. From

http : //www. google.co.id//

Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Penerbit. PT Rineka Cipta

Azwar, S. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka  Pelajar

Azwar, S. 2007. Sikap Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Devito, J. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Professional Book

Santosa, V E. 2008. 100 Permainan Kreatif untuk Outbond dan Training. Yogyakarta : Penerbit C.V Andi Offset

Hadi, S., Dan Pamardiningsih, Y. 2000. Seri Program Statistic Manual. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Untag Surabaya

Hardjana, A M. 2001. Training SDM yang Efektif. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Huda, N. 2004. Studi tentang Konflik Intrapersonal. Skripsi, tidak diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Untag Surabaya

Irianto, J. 2001. Prinsip-prinsip Dasar Managemen Pelatihan. Surabaya : Insan Cendekia

Kohar, E. 2009. Pengaruh Pelatihan Kerjasama Tim terhadap Meningkatnya Kinerja Satpam di PT Cakra Satya Internusa Surabaya. Tesis, tidak diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Untag Surabaya

Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi diterje-mahkan oleh V. A Yuwono. (Edisi Sepuluh). Yogyakarta : Andi

Merliani, W. 2002. Studi Pendahuluan tentang Pengaruh Pelatihan dengan Metode Permainan terhadap Kerjasama Tim. Skripsi, tidak diterbitkan. Surabaya  : Fakultas Psikologi Untag Surabaya

Muhammad, A. 2004. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Nashori, F. 2000. Hubungan antara Konsep Diri dengan Kompetensi Inter-personal Mahasiswa. Surabaya : Anima, Indonesian Psycho-logical Journal, Vol. 16, No.1, 32-40

Nurbaya, S. 2007. Hubungan antara Sikap Empati dengan Motivasi pada Mahasiswa terhadap Korban Bencana Alam. Skripsi, tidak diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Untag Surabaya

Risma, D. 2013. Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan terhadap Pelanggan pada Karyawan Bagian Front Office Rumah Sakit Citra Medika Sidoarjo. Tesis, tidak diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Untag Surabaya

Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Grafindo Persada

Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya