Artikel 3
,00 0000 - 00:00:00 WIBDibaca: 731 kali
PELATIHAN MOTIVASI KERJA DAN KUALITAS PELAYANAN PROTOKOLER PADA KOWAL DI KSATRIAN KARTINI SURABAYA
Mawi Utomo
Program Studi Magister Psikologi Profesi
Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
ABSTRAK
Memberikan pelayanan dengan dengan kwalitas yang memuaskan, terutama dalam pelayanan protokoler sangatlah perlu terutama pada pelayanan protokoler terhadap instansi TNI Angkatan laut. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan pelatihan motivasi kerja pada pelayanan protokoler oleh pada Kowal- kowal di Surabaya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pelatihan motivasi kerja dan pelayanan protokoler, sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan motivasi kerja terhadap pelayanan protokoler yang diberikan kepada para Kowal yang berdinas di kotama-kotama se Surabaya oleh TD Mess Kartini Surabaya berjumlah 60 orang dengan pembagian 30 orang sebagai kelompok kontrol dan 30 orang sebagai kelompok perlakuan. Penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling (pure random sampling). Hasil penelitian menunjukkan pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler sebagai treatment berpengaruh positif yang signifikan terhadap peningkatan pelayanan protokoler oleh Kowal se Kotama Surabaya.
Kata Kunci: Pelatihan Motivasi Kerja, Pelayanan Protokoler.
Pendahuluan
Kebijakan instansi tertinggi TNI AL (MABESAL) telah menca-nangkan blue print pembangunan kekuatan TNI AL sampai tahun 2024, yaitu TNI AL yang besar, kuat dan professional. Adapun program yang dapat diimplementasikan sesuai yang direncanakan, dibidang pertahanan dan keamanan sampai saat ini TNI AL hanya memiliki 116 buah KRI dan diharapkan sampai tahun 2024 mencapai 171 buah KRI, sedang untuk personel diharapkan yang mempunyai jiwa bermoral, berani dan profesional. (Pembangunan kekuatan TNI AL sampai dengan tahun 2024 oleh KASAL Bernard Kent Sondakh: 17 Desember 2002).
Keberadaan prajurit Kowal (Korps Wanita Angkatan Laut), di jajaran militer merupakan perwujutan dari adanya persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga Negara Indonesia untuk saling bahu membantu antara kaum pria dan wanita dalam bela Negara, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 30 ayat 1 UUD 1945. Tujuan dibentuknya Kowal (Korps Wanita Angkatan Laut), adalah: 1. Untuk memberikan hak, kewajiban dan kehormatan kepada wanita Indonesia untuk mengabdikan diri kepada bidang kemiliteran; 2. Untuk mengisi jabatan atau kedudukan tertentu dalam organisasi TNI AL dengan tenaga wanita dalam rangka kesempurnaan dan effisiensi hasil organisasi.
Ide pembentukan sebuah korps wanita dalam jajaran TNI AL dice-tuskan Komodor Yos Sudarso, dan direalisasikan menteri/Panglima AL Laksamana RE Martadinata dengan dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima AL Nomor: 5401.24 tanggal 26 Juni 1962. Dibentuknya Korps Wanita Angkatan Laut berarti membuka lembaran baru dalam sejarah TNI AL, yaitu TNI AL maju selangkah lagi dalam memberikan hak dan kesempatan bagi kaum wanita Indonesia untuk turut serta dalam mendharma bhaktian dirinya di lingkungan TNI AL. Surat keputusan tersebut ditindak lanjuti dengan perekrutan dan pendidikan para calon anggota Kowal.
Tugas pokok TNI AL tersebut dijabarkan dalam tugas sehari-hari yang ada di Ksatrian Kartini Semolo Waru Surabaya, kenyataan bagi Kowal terhadap tugas tersebut, sampai saat ini antara tugas utama dengan tugas khusus/tugas tambahan lebih banyak ketugas khususnya atau tugas tambahan, dalam hal ini adalah keprotokoleran baik di lingkungan militer maupun di lingkungan non militer.
Harapan terhadap tugas Kowal selama ini lebih cenderung kepada hal-hal yang bersifat keaktifan dan kreatifitas yang tinggi dalam menjalankan tugas tersebut. Dengan dituntutnya tanggung jawab yang besar, disertai ide-ide yang proaktif serta dengan sifat-sifat yang cekatan dalam melaksanakan tugas tambahan tersebut. Supaya bisa melaksanakan tugas tersebut dengan baik, maka dituntuk ketrampilan menggunakan bahasa komunikatif yang tinggi serta keluwesan dalam bertindak. Harapan tersebut bisa terlaksana dengan baik dan ideal tanpa cacat, asalkan tidak ada tegoran dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan.
Rata-rata Kowal kurang kreatif untuk berinisiatif, yang terjadi saat ini. Menurut Waluyo (2013) kreatifitas adalah cara mengapresiasikan diri kita terhadap suatu masalah, dengan menggunakan berbagai cara yang datang secara spontanitas yang merupakan hasil dari pemikiran. Menjadi kreatif adalah sebuah keputusan diri, yaitu sebuah pilihan seseorang akan bertindak kreatif atau tidak. Menurut beberapa pakar psikologi, kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan (Sigmund Freud adalah tokoh utama yang membahasnya). Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan yang bersifat mempengaruhi, seiring memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif adalah yang paling mampu memanggil bahan dari alam pikiran tidak sadar.
Menurut Naisaban (2003) Jung percaya bahwa alam ketidaksadaran (ketidaksadaran kolektif) memainkan peranan yang amat penting dalam memunculkan kreatifitas tingkat ting-gi, dari ketidaksadaran kolektif ini timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Sedangkan menurut teori Humanistik, yang berbeda dengan teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreatifitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreatifitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.
Dalam melaksanakan tugas yang bersifat protokolerpun tanggung jawab yang tinggi perlu dijaga dengan baik. Tanggung jawab yang lain mungkin dapat mempengaruhi stress yang sedang bekerja. Menurut Cooper dan Marshall (1976), sebagai seorang pimpinan keefektifan dalam bertanggung jawab tergantung pada siapa yang bekerja untuknya, seandainya pimpinan mempunyai alasan bahwa dirinya tidak mempunyai kepercayaan terhadap mereka, kemampuan kurang dapat mengen-dalikan mereka, maka pimpinan akan mengalami stress karena dirinya tidak dapat mengendalikan situasi tersebut.
Manakala banyak tugas yang lalai untuk dikerjakan karena tidak sesuai antara tugas dan kenyataan yang dikerjakan oleh Kowal terse-but, maka salah satu penyebabnya adalah terjadinya miss komunikasi antara yang memberikan perintah dengan yang mengerjakan perintah. Menurut Wijono (2007) Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif diantara pimpinan dan bawahan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas diantara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stress kerja dalam organisasi. As`ad (2008) menyatakab bahwa komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak managemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi bawahan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaan.
Banyak pekerjaan yang mendapat tegoran dari atasan, hal ini menjadikan pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan atau antara harapan pekerjaan dengan kenyataan pekerjaan yang ada di lapangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (1994), personel cenderung lebih mengharapkan pekerjaan yang memberikan kesem-patan untuk menggunakan ketram-pilan dan kemampuannya. Pekerjaan dengan kesulitan sedang, umumnya akan membuat personel tersebut akan merasa lebih termotivasi, sedang bila terlalu sulit atau terlalu mudah cenderung menyebabkan frustasi dan kebosanan.
Begitu juga yang terjadi di Ksatrian Kartini, banyak sekali pekerjaan-pekerjaan antara pekerjaan pokok dengan pekerjaan tambahan atau keprotokoleran, banyak tugas tambahannya, sedangkan kondisi saat ini yang terjadi di Ksatrian Kartini diantaranya adalah: 1. Tunjangan tranportasi personel saat ini tidak ada, hal ini sangat memberatkan bagi personel tersebut. 2. Sebagian besar personelnya sudah cukup umur, dan hanya mempunyai pendidikan SMU (Strata Bintara), maka untuk jenjang kepangkatan yang lebih tinggi lagi akan semakin sulit.
Hal ini sesuai dengan pendapat Liebert & Neale (1977) bahwa tingkat pendidikan mempe-ngaruhi pemilihan pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan tingkat tantangan yang tinggi semakin kuat. Caplow (dalam As`ad, 1987) menyatakan bahwa harapan-harapan dan ide kreatif akan dituangkan dalam usaha penyelesaian tugas yang sempurna. Ide yang kreatif merupakan sim-bol aktualisasi diri dan membe-dakan dirinya dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas serta kualitas hasil.
Jarak antara kantor pusat (Perak Surabaya) dengan kantor cabang di Semolo Waru yang cukup jauh serta biaya akomodasi ke kantor pusat yang tidak ada, membuat semakin sulitnya hubungan dan kedekatan secara emosi antara kantor pusat dengan kantor cabang, ditambah dengan minimnya diadakannya suatu program tour of duty and tour of area yang kurang berjalan dengan baik, menjadikan pengalaman dan wawasan menjadi kurang maksimal. Dengan kondisi yang dialami oleh Ksatrian Kowal Kartini di Semolo Waru Surabaya ini membuat personel semakin jenuh dalam melakukan rutinitas yang dialaminya sekarang.
Berdasar pengamatan lapang-an, dengan jumlah personel Kowal yang ada di Surabaya sebanyak ± 400 orang, sedangkan personel yang ada di Ksatrian Kartini sebanyak 30 Orang. Untuk personel Kesatrian Kartini sendiri ± 90 % personelnya mempunyai pinjaman di Bank ini menandakan bahwa kesejahteraan untuk di Ksatrian Kowal Kartini masih belum memadai, juga ada 3 orang yang mempunya kerja sambilan di luar serta 10 orang suka kerja jaga tambahan diluar jam dinas. Demikian juga halnya dengan kondisi kepemimpinan Ksatrian Kowal Kartini, Surabaya wilayah timur, yang sedang menga-lami kelesuan dikawatirkan mempe-ngaruhi kinerja personel secara umum. Kelesuan personel meru-pakan perasaan seorang yang merasa tidak atau kurang produktif. Seperti yang diharapkan dan perasaan tidak cukup bergairah terhadap prospek pekerjaannya.
Menurut informasi dari Ko-mandan Ksatrian Kowal Kartini, bahwa personel yang berdinas di lingkungan Ksatrian Kowal merupakan orang-orang yang sudah tidak produktif lagi, karena mereka sudah tidak berdinas di kesatuan operasi lagi, ini terbukti sudah ada empat orang bermasalah yang berdinas di Ksatrian Kowal Kartini yaitu, ada yang mempunyai indikasi kleptomania, permasalahan rumah tangga, pergaulan bebas dan ada personel yang selalu datang terlambat.
Gejala kondisi kelesuan seperti ini dapat tercermin secara umum terhadap timbulnya keresahaan pada para personelnya. Keresahan personel ditimbulkan pada beberapa anggapan bahwa kreatifitas dan potensi seseorang kurang dimanfaatkan sepe-nuhnya pada saat–saat tertentu, namun hilangnya ambisi dan semangat serta mimpi tentang masa depan yang gemilang itu perlu diwaspadai oleh Komandan.
Tindakan awal di dalam menangani kelesuan ini, di jajaran TNI AL khususnya Komandan untuk mengatasi para anak buahnya adalah memahami sepenuhnya potensi yang dimilik terhadap kondisi sekarang. Dilihat dari sudut pandang instansi Angkatan Laut maka harus diperhatikan lebih baik lagi kedekatannya kepada anak buahnya. Oleh karena itu kebutuhan akan mutu personel pada umumnya harus menjadi sasaran penting dari instansi tersebut.
Pengetahuan dan ketram-pilan saja belumlah cukup untuk menjamin suksesnya pencapaian tujuan dari misi dan visi Ksatrian Kowal Kartini di Semolo Waru Surabaya. Sikap personel terhadap pelaksanaan tugas merupakan faktor kunci dalam mencapai sukses. Oleh karena itu, pengembangan sikap harus diusahakan dalam pengembangan pegawai yaitu dengan motivasi. Seseorang yang termotivasi adalah orang yang melak-sanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan dari instansi. Seseorang yang termotivasi akan memberikan upaya maksimal dalam hal bekerja, motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam kinerja individu (Winardi, 2001).
Menyadari betapa pentingnya sebuah pelatihan dalam rangka peningkatan motivasi kerja dan memperbaiki kualitas layanan proto-koler kepada para personel, merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan yang berhubungan dengan Korps Wanita Angkatan Laut di wilayah Indonesia Timur. Oleh karena itu dipandang perlu untuk dilakukan pelatihan dalam rangka membangun sinergitas dalam bekerja di bidang keprotokoleran.
Demikian juga yang terjadi pada Ksatrian Kowal Kartini di Semolo Waru Surabaya dengan wilayah di sebagian Indonesia Timur, maka pemberian pelatihan motivasi kerja yang meliputi: Kesesuaian pekerjaan, Tingkat tanggung jawab, Kesempatan promosi, Kebijakan instansi, Sistim kompensasi, Kualitas pimpinan, Kualitas hubungan antar rekan kerja dan Kondisi kerja yang mendukung, menjadikannya sangat penting dan menjadi masalah pokok dalam mencapai tujuan.
Tujuan dari penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penga-ruh antara pelatihan motivasi kerja terhadap pelayanan protokoler pada personel Kowal Surabaya di Ksatrian Kowal Kartini.
Menurut Barata (2004) pela-yanan adalah orang yang pekerjaannya melayani. Berbicara mengenai kualitas pelayanan, ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya, selain itu kualitas pelayanan tidak dapat dilepaskan dari substansi mengenai kualitas atau mutu. Berbicara mengenai pelayanan yang baik maka pelayanan prima terdiri dari: kemampuan, sikap penam-pilan, perhatian, tindakan dan tanggung jawab dari orang yang melayaninya. (Barata, 2003).
Secara etimologis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995) menyatakan pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.
Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991) menyatakan karak-teristik pelayanan sebagai berikut: Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial. Dan kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.
Karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas disam-paikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. sedangkan pelayanan protokoler adalah serangkaian aturan dalam acara resmi, yang meliputi tata cara dan penga-turan mengenai tata upacara, penghor-matan, waktu dan tempat.
Pelayanan publik yang dimak-sud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003) adalah ”segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pela-yanan publik sebagai upaya peme-nuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”
Ada tiga fungsi pelayanan umum (publik) yang dilakukan pemerintah yaitu environmental ser-vice, development service dan protect-tive service. Pelayanan oleh pemerintah juga dibedakan berdasarkan siapa yang menikmati atau menerima dampak layanan baik individu maupun kelompok. Konsep barang layanan pada dasarnya terdiri dari barang layanan privat (private goods) dan barang layanan kolektif (public goods).
Pelayanan protokoler adalah serangkaian pelayanan pekerjaan yang berkenaan dengan tata upacara kepada pejabat-pejabat pemerintahan atau masyarakat serta militer baik pero-rangan maupun publik, karena kedu-dukan.
Motivasi kerja adalah suatu konsep yang mengurangi kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri personel yang memulai dan mengarahkan perilaku, jadi konsep ini digunakan untuk menjelaskan perbedaan dalam intensitas perilaku. Selain itu konsep motivasi tersebut berfungsi untuk menunjukan arah perilaku (Davis dan Newstrom, 1992). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa motivasi kerja merupakan hasil interaksi antara motivasi personel dengan lingkungan kerja dan faktor motivasi berpengaruh sangat dominan terhadap produktifitas kerja personel.
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan suatu tugas. Sehubungan dengan hal tersebut maka pela-tihan sebaiknya dibuat sedemikian rupa agar dapat menimbulkan motivasi bagi trainees. Motivasi dalam pelatihan ini sangat perlu sebab pada dasarnya motif yang mendorongnya untuk melakukan tugas pekerjaannya. Pega-wai mempunyai gairah bekerja karena ada keinginan untuk berpestasi, ingin mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, dan hasil-hasil lainnya yang lebih menguntungkan dirinya. Misal seorang pegawai, yang mengikuti pelatihan motivasi dan setelah selesai mengikutinya diangkat untuk menjadi jabatan yang lebih tinggi, (As`ad, 2008).
Pada dasarnya pendekatan teori motivasi terdiri dari 2 bagian, yaitu teori motivasi isi (content theory) dan teori motivasi proses (process theory). Teori motivasi isi mengungkapkan faktor–faktor dalam individu yang kuat, mengarah, men-dorong dan menghentikan perilaku individu. Sedangkan teori motivasi proses menjelaskan dan menganalisis bagaimana perilaku tersebut diperkuat, diarahkan dan dihentikan.
Salah satu dari teori motivasi isi adalah teori dua faktor Herzberg. Teori ini membedakan motivasi kerja sebagai sumber kepuasan dan ketidak puasan kerja. Satisfier or motivator factors are related to job content what people actually do in their work. Dissatisfies or hygiene factors are associated with the job context (those aspects related to are person’s work setting) (Schermerhorn and Hunt, 1995)
Motivator factors dianggap sebagai sumber kepuasan kerja, ber-kaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Faktor ini meliputi tingkat keseseuaian pekerjaan, tingkat tanggung jawab dan kesempatan promosi (Vecchio, 1995). Pada dasarnya aspek dari teori Herzberg adalah bahwa teori ini berorientasi pada kerja, oleh karena itu tidak diperlukan lagi penafsiran peristilahan psikologis ke dalam bahasa sehari-hari (Baron, 1990).
Personel yang mengikuti pelatihan dan pengembangan tanpa ada minat padanya sudah tentu tidak akan membawa hasil yang memu-askan. Sebaliknya, dengan timbulnya minat, maka perhatiannya terhadap pelatihan yang akan dijalaninya akan semakin besar, yakni untuk memper-oleh pelatihan agar dapat mengetahui secara tepat pekerjaannya, sehingga efisien dan kegairahan kerja dapat terwujud, (As`ad, 2008).
Berkaitan dengan pentingnya konsep motivasi dalam pengelolaan sebuah organisasi, Zainun (2004), menjelaskan sebagai berikut: Motivasi dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajement, sehingga sesuatunya dapat ditujukan kepada pengarahan potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, keber-samaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.
Hubungan motivasi dan pela-yanan protokoler, maka berbicara juga mengenai organisasi birokrat, yaitu tidak terlepas dari para pelaksananya dalam hal ini para birokrat & aparat. Davis & Newstorm (1992), menge-mukakan bahwa keterkaitan antara motivasi dan keunggulan kerja (pela-yanan, produktivitas dan response-bilitas) adalah bahwa motivasi kompe-tensi (competence motivation) adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan pemecahan masalah dan berusaha keras untuk inovatif (dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi). Motivasi kerja (pemberian ceramah, pemberian tugas, seminar, diskusi, dll) aplikasinya adalah dengan mengadakan pelatihan. Dimana bisa ditentukan model materi pelatihan serta karakteristik yang sesuai de-ngan keadaan di aparatur peme-rintahan. Penerapannya bisa mening-katkan ketrampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan organisasi dalam mencapai tujuan yang juga disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan yang akan diemban oleh seorang pegawai. Kemudian keberhasilan tujuan pela-tihan ini dievaluasi dengan meng-gunakan pengukuran motivasi kerja dan kualitas layanan.
Kinerja adalah hasil interaksi antara motivasi dan kemampuan dasar. Semakin tinggi motivasi seseorang dalam bekerja maka semakin meningkat semangat, gairah kerja dan kinerjanya. Jika seseorang tidak termotivasi untuk bekerja dengan baik, maka hasil kinerjanya akan jauh dari harapan dan kondisi yang demikian dapat dikatakan kinerjanya menurun atau rendah.
Hipotesis penelitian yang diajukan adalah bahwa pelatihan moti-vasi berpengaruh terhadap pelayanan protokoler.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yaitu dengan model penelitian eksperimen. Pene-litian eksperimen sendiri merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati (Latipun, 2002).
Menurut Hadi (1985) penelitian eksperimen dilakukan untuk menge-tahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti dan metode ini adalah metode yang paling tepat untuk menyelidiki hubungan sebab akibat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif eksperimental yang ditunjang dengan data kuantitatif. Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki berbagai macam nilai. Lebih lanjut dikatakan bahwa variabel adalah simbul atau lambang yang padanya dilekatkan bilangan atau nilai (Kerlinger, 2006). Sedangkan menurut Hadi (1985), variabel adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran penye-lidikan dan menunjukkan variasi, baik dalam jenis maupun tingkatan. Dapat dikatakan bahwa yang dimaksud variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi obyek penga-matan peneliti.
Supaya dapat meneliti konsep secara empiris, konsep tersebut harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Menurut Singarimbun (1989), variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai.
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel terikat adalah Pelayanan Protokoler dan variabel adalah Pela-tihan Motivasi Kerja.
Subyek penelitian ini adalah personel Kowal Surabaya yang tinggal di Ksatrian Kowal Kartini. Partisipan personel yang ada di Ksatrian Kartini berjumlah 60 orang, rencana pengambilan data dengan menggunakan metode simple random sample yaitu mengambil sebagian sample dengan semua unsur personel Kowal yang ada di Surabaya terwadahi, sedangkan pembagiannya terdiri dari 30 orang sebagai kelom-pok eksperimen dan 30 orang sebagai kelompok kontrol.
Pengumpulan Data dilakukan dengan menggunakan Skala Motivasi Pelayanan Protokoler.
Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yang mana kelompok eksperimen akan menda-patkan treatment berupa pelatihan motivasi kerja dan kelompok kontrol tidak akan mendapatkan treatment apapun. Pemilihan kelompok ekspe-rimen tidak menggunakan random assignment, melainkan dipilih oleh peneliti dengan pertimbangan untuk menjaga kelancaran aktivitas kerja dikarenakan dilakukan di luar jam dinas.
Penelitian ini akan menggunakan desain eksperimental Two group pre-test and post-test exsperimental design.Perhitungan data dengan teknik uji-t (paired samples t-test).
Analisa data dengan teknik uji-t dilakukan terhadap skor yang diper-oleh kedua kelompok pada saat pre-test dan post-test untuk mengetahui motivasi kerja dan layanan protokoler antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Penggunaan teknik uji-t. Hal ini sesuai dengan penjelasan oleh Hadi (1985), bahwa penelitian dengan randomized control group pre-test and post-test design dalam aplikasi statistik menggunakan uji-t. Ini diperkuat oleh pendapat Latipun (2006) yang menyatakan bahwa model aplikasi statis yang biasa digunakan dalam penelitian seperti ini adalah uji-t.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji komparasi, yakni Analisis varians dan uji-t. Analisis uji-t kelompok berpasangan (Paired sample t- test) ini digunakan untuk menguji atau membuktikan ada-tidaknya perbedaan antar kelompok Eksperimen dan kontrol. Model analisis ini digunakan untuk menguji apakah hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini diterima atau ditolak.
Hasil penghitungan analisis uji-t antara kelompok Kontrol dengan Eksperimen pada pengukuran post-test dengan jumlah subyek masing-masing kelompok 30 orang, diperoleh nilai rerata Mean = -18,36667 dengan SD = 38,2214. Hasil uji perbedaan antara kelompok Kontrol dengan Eksperimen pada pengukuran post-test diperoleh nilai t = -3,705 ; df =29 ; sig. = 0,001 (p>0,01). Berarti ada perbedaan sangat signifikan pada motivasi pelayanan protokoler antara kelompok eksperimen dan kontrol pada post-test.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian ini mengungkap tentang ada tidaknya pengaruh antara pelatihan motivasi kerja yang diberikan kepada Kowal wilayah Surabaya antara yang diberikan pelatihan sebagai kelompok eksperimen dengan yang tidak diberikan pelatihan sebagai kelompok kontrol. Hasil analisa statistik menunjukkan adanya perbe-daan peningkatan skor pada kelompok eksperiment setelah diberi pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler dengan kelompok kontrol yang tidak diberi pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler dengan nilai t sebesar t = -3,705 dengan nilai signifikan sebesar p = 0,001 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan yang sangat signifikan pada motivasi kerja pelayanan protokoler antara kelompok eksperiment dan kelompok kontrol pada perlakuan post-test..Adanya peningkatan pelayanan protokoler yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen dan tidak terjadi pada kontrol, menunjukkan bahwa peningkatan itu terjadi akibat adanya perlakuan yang diberikan dan bukan karena kebetulan.
Untuk itu dapat dikatakan bahwa pelatihan motivasi kerja pelayanan protokolerdapat meningkatkan kemam-puan pelayanan protokoler pada personel Kowal di Ksatrian Kartini Surabaya. Selama ini personel Kowal yang berada di wilayah Surabaya terutama untuk yang bertugas sebagai protokoler antara personel Perwira dan personel anggota (Bintara) lebih banyak personel Bintara, ini sudah sesuai dengan jumlah susunan personel untuk jabatan tertinggi mulai mengerucut lebih kecil atau sedikit, sedangkan jumlah personel Bintara semakin rendah pangkatnya semakin besar jumlahnya. Jadi untuk yang mela-kukan pekerjaan protokoler lebih banyak personel Bintara maka tanggung jawab tertinggi terletak pada personel Perwira, maka peran seorang pimpinan sangat diperlukan dalam meningkatkan pelayanan protokoler.
Berdasarkan analisis selama proses pelatihan terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler, yaitu:
1. Materi Pelatihaan. Materi pelatihan yang disajikan disesuaikan dengan karakteristik peserta pela-tihan, yaitu : sederhana sehingga mudah dilakukan, menarik karena hal baru dan relatif belum pernah pelajari sebe-lumnya oleh para peserta pelatihan.
2. Motivasi peserta. Keberhasilan pelatihan ini juga disebabkan oleh tingginya motivasi peserta selama mengikuti training yang tampak pada antusiasme dan respon peserta pelatihan yang sering bertanya kepada traineer dalam kehidupan di kedinasan menge-nai pelayanan protokoler, tingginya motivasi peserta ini dimungkinkan karena mereka rata-rata berusia muda dan belum banyak pengalaman mengenai tugas keprotokoleran yang meng-inginkan tugasnya tanpa tegoran dari para pejabat. Pelatihan motivasi kerja bisa mempengaruhi pelayanan proto-koler dikarenakan materi yang diberikan sesuai dengan tugas sehari-hari dalam pelayanan protokoler.
3. Media pelatihan. Penggunaan media, seperti LCD, Soun System dalam kagiatan presentasi agaknya mampu membuat peserta tidak jenuh dan terhibur dengan tayangan gambar-gambar yang menarik dan akan memudahkan peserta untuk dapat mencerna materi yang diberikan.
4. Tempat Pelaksanaan. Pelatihan dilaksanakan di Loong Room Mees Kowal Kartini dengan ruangan yang cukup representatif, yakni cukup luas dan cukup tenang, ber AC, sehingga memungkinkan para peserta bebas untuk berekspresi tanpa adanya tekanan.
Kesimpulan & Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler dapat meningkatkan pelayanan protokoler pada Kowal terutama yang berdinas di Surabaya. Hal ini dikarenakan dalam pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler para peserta diajak untuk memahami, meyakinitugas yang berhubungan de-ngan para pejabat yang nantinya akan dilakukan di kedinasan. Untuk pelatihan motivasi kerja cukup efektif untuk meningkatkan karena:
1. Orang yang pekerjaannya melayani orang lain, yaitu selama ini personel Kowal salah satu tugas tambahannya adalah pelayanan protokoler dan tugas ini porsinya lebih besar dari pada tugas pokoknya dan inilah yang memacu untuk termotivasi dalam melakukan pekerjaannya.
2. Kualitas pelayanan harus baik yaitu untuk pekerjaan pelayanan protokoler di TNI AL bila melakukan kesalahan sekecil apapun maka itu bisa menjadikan tegoran dalam melaksanakan tugas yang nantinya akan berpengaruh di kehidupannya.
3. Kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen yang dilayani, untuk memulai suatu pekerjaan yang bersifat protokoler selalu didahulukan senyum, salam, sapa dan selanjutnya melakukan apa yang dikehendaki oleh pejabat dan ini sebagai bentuk tugasnya.
4. Tingkat kesesuaian pekerjaan, kondisi ini terjadi mengingat jenis pekerjaannya membutuhkan emosi yang stabil, maka peran Komandan yang intensif sangat dibutuhkan.
5. Tingkat tanggung jawab, karena sebagian besar personel Kowal adalah golongan dengan strata Bintara maka tanggung jawab penuh ada di level Perwira, inilah yang menjadikan tanggung jawab seorang Bintara kurang begitu besar, namun bila yang melakukan pekerjaan protokoler adalah Perwira maka beban penuh ada padanya.
6. Kesempatan promosi, Promosi jabatan di TNI AL secara struktur terdapat pada level Perwira, sedangkan anggota hanya di level fungsional, maka promosi yang sering terjadi hanya di level Perwira saja, sedangkan di level Bintara jarang dilakukan, namun tetap berkesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan.
7. Penerimaan kebijakan instansi, Karena terlalu luasnya wilayah penanganan Kowal di Surabaya sedangkan pengawak yang mengatur cukup sedikit, maka akibatnya kurang efisien dalam mengkafer semua pekerjaan terutama menyangkut protokoler.
8. Sistim kompensasi, sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari, ini terbukti sebagian besar personel di TNI AL masih memerlukan pinjaman lain selain mengandalkan gajinya.
9. Kualitas pimpinan, ada kebiasaan di TNI AL untuk level jabatan Komandan tidak begitu lama ± dua tahun maka, hanya Komandan-Komandan tertentu saja yang terkesan bagi anggotanya.
10. Kualitas hubungan antar rekan kerja, pekerjaan protokoler adalah pekerjaan kelompok, maka kerja sama tim sangat diperlukan dalam melakukan pekerjaannya baik tugas pokok maupun tugas tambahan.
Meskipun menunjukkan hasil yang mendukung hipotesis penelitian ini, namun penelitian ini masih mempunyai kelemahan yang mungkin bisa menjadi bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya, seperti:
1. Pelatihan motivasi kerja pada pelayanan protokoler untuk sampel yang dilakukan tidak sesuai dengan kahsanal ilmu yang telah diterima di bangku kampus, ini dikarenakan tugas-tugas personel Kowal yang sibuk serta tidak bisa meninggalkan tugas, maka sampel yang dipakai adalah personel Kowal yang telah ditunjuk oleh Komandan. Dengan harapan semua bisa terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana.
2. Jumlah alat ukur yang sangat banyak serta kurang ringkas ini juga membuat partisipan kadang-kadang enggan untuk mengisi kuesioner, sehingga menyulitkan observer dalam menyusun laporan.
3. Peran seorang Komandan dalam mengawasi anak buahnya saat melakukan pelatihan motivasi kerja pada pelayanan protokoler sangat diperlukan, ini mengingat tanpa adanya pinpinan yang dituakan maka, sangat sulit untuk terselenggaranya pelatihan tersebut. Jadi peneliti tidak bisa bekerja sendiri tanpa bantuan dari semua pihak, baik dari Komandan Ksatrian Kartini, para dosen pembimbung, dan teman-teman yang ikut aktif menbantunya.
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa pelatihan motivasi kerja pelayanan protokoler dapat digunakan sebagai alternative atau cara untuk meningkatkan kemampuan diri seseorang dalam mengembangkan karier terutama pada pelayanan protokoler di TNI AL. Oleh karena itu, diharapkan pada penelitian ini dapat ditindak lanjuti. Berdasar hasil kekuatan, kelemahan dan keterbatasan peneliti sendiri, maka peneliti memberikan beberapa saran yaitu:
1. Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan pengkajian ulang tentang faktor- faktor lain yang mempengaruhi motivasi kerja yang belum dibahas pada penelitian ini.
2. Pengukuran pelayanan protokoler tidak hanya dilihat dari sudut pandang selesai melakukan tugas atau tidak, namun bisa dinilai dari atasan langsung untuk menilainya, dan user sebagai pengguna juga mempunyai peran yang sangat besar dalam pembinaan Kowal, terutama pada Kowal yang berdinas di wilayah Surabaya.
Bagi pihak TNI AL sendiri dapat melakukan hal-hal seperti:
1. Instansi yang ketempatan diadakannya acara protokoler juga bisa melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan tersendiri selain motivasi kerja seperti service excellence untuk meningkatkan kemajuan peran Kowal dalam menunjang terselenggaranya acara keprotokoleran.
2. Memfasilitasi pertemuan antar Kowal untuk ditingkatkan mutunya, tidak hanya sebatas arisan Kowal namun diadakan juga penyuluhan psikologi yang berhubungan dengan kinerja sehari-hari para Kowal.
3. Memberikan pelatihan lanjutan kepada para Kowal Surabaya yang berhubungan dengan pelatihan motivasi kerja guna meningkatkan pelayanan protokoler baik yang dilakukan oleh Kowal di instansi militer maupun yang dilakukan di instansi non militer.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
As`ad, M. 1997. Psikologi Industri. Edisi Kesembilan. Yogyakarta: Liberty.
-----------. 2008. Psikologi Industri. Edisi ketiga. Yogyakarta: Liberty.
Barata, AA. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
-------------. 2004. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Baron, R.A. 1990. Behavior in Organization: Understanding and Managing tHuman Side of Work. 3rd Edition. Allyn and Bacon, USA.
Blum, M.L., & Naylor, J.C. 1968. Industrial Psychology: Its theoretical and social foundation. New York: Harper & Row.
Brayfield, A.H. & Rothe, N.F. 1951. An index of job satisfaction. Journal ofApplied Psychology, 35, 5, 307-311.
Carvel, J.F. red, 1971. Human Rela-tion In Business. 2nd Edi-tion. MacMillan Publising Co.
Cooper, C.C., & Marshall, J. 1976. Occupational Sources of Stess, a reviw of The Literature Relating to Coronary Heart Disease and Mental III Health. Journal of Occu-pational Psycology, 49, 11-28.
Dahlan, A., dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Davis, K and Newstrom, J.W. 1992. Human Behavior At Work: Organization Behavior. 7th Edition. Singapore National Printers (Pte) ltd.
Hadi, S. 1985. Metodologi Penelitian Research IV. Yogyakarta: Yayasan Pener-bitan Fakultas Psikologi Uni-versitas Gajah Mada.
KASAL, Bernard Kent Sondakh “Pembangunan kekuatan TNI - AL sampai dengan tahun 2013“, 17 Desember 2002.
Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut NomorKep/443/III/2012 Tang-gal 26 Maret 2012.
Kerlinger, F.N. 2006. Azas-Azas Penelitian Behavioral. Penerjemah: Simatupang, L.R. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Latipun. 2002. Psikologi Eksperimen, Edisi Kedua. Malang: UMM Press.
Liebert, R.M., & Neale, J.M. 1977. Psychology: A Contemporary View. New York: John Willey & Sons.
Luthans, F.1994. Organizational Behavior. 7th Edition. Singa-pore: McGraw Hill. Mannan. 1992. Dasar-Dasar Perun-dang-Undangan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2003. Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Ne-gara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Tata Lak-sana Pelayanan Umum. Jakar-ta.
Munandar, A.S. 2003. Pengantar PsikologiPerusahaan. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Psi-kologi Universitas Indonesia.
Naisaban, Ladislaus. Psikologi Jung: Tipe Kepribadian Manusia dan Rahasia Sukses Dalam Hidup (tipe kebijaksanaan Jung). PT Gramedia, Jakarta, 2003
Normann. 1991. Service Management. Chicester, England: Wiley & Son.
Peraturan Pemerintah. Nomor: 24 Tahun 2004, Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.
Poerwadarminta, W.J.S. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Rentetana, C. M. 2008. RA Kartini Sumber Inspirasi Kemajuan Wanita Indonesia. Dara laut Media Informasi dan Komunikasi, Edisi khusus 2008. Dinas Penerangan MABESAL.
Republik Indonesia. 2007. Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Robbins, S. 1991. Organizational Behavior:concepts, controver-sities and Applications. 5th Edition. Prentice Hall Inter-national, USA.
Schermerhorn, J.R and Hunt, J. 1995. Basic Organizational Beha-vior. New York: John Willey and Sons, Inc.
Siagian, S.P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Singarimbun, M dan Effendy, S (ed). 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Edisi I. Yogyakarta: Andi Offset.
Sutopo dan Suryanto, A. 2003. Pelayanan Prima. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Trigono. 1997. Budaya Kerja, Meningkatkan Lingkungan Yang Kondusif Untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja. Jakarta: Golden Terayon Press. Undang-Undang Dasar Repulik Indonesia tahun 1945. Bela Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, Tentang Pemerintah Daerah.
Waluyo, M. 2012. Psikologi Industri. Cetakan 1. Jakarta: Akademia Permata. Vecehio, R.P. 1995. Organization Behavior. 3rd Edition. Harcourt Brace and Co, USA.
Werther, W. and Davis, K 1993. Human Resource and Personnel Management. 4th Edition. New York: McGraw Hill Inc.
Wexley, Kenneth & Gary Yukl, 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rineka Cipta.
Wijono, S. 2007. Motivasi Kerja. Cetakan kedua. Salatiga: Widya Sari Pres. Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemo-tivasian Dalam Managemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Zainun, B. 2004. Manajemen dan Motivasi. Edisi Revisi. Jakarta: Balai Aksara.
Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya