Artikel 3
,00 0000 - 00:00:00 WIBDibaca: 399 kali
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN BULLYING DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA REMAJA
Amanda Pasca Rini, Nyimas Robiansyah
Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying ditinjau dari jenis kelamin pada remaja. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik incidental sampling. Penelitian ini hanya mengambil sampel sebanyak 100 orang remaja. Metode yang dipakai untuk menguji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini adalah teknik analisis Hoyt. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik korelasi Product Moment dan T-test. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying pada remaja. Artinya bila harga diri tinggi maka kecenderungan melakukan bullying rendah dan begitu pula sebaliknya bila harga diri rendah maka kecenderungan melakukan bullying tinggi, (rxy =0.206 pada taraf signifikasi (p) 0,004 p<0.05 (signifikan).
Kata Kunci: Harga Diri, Bullying
Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa social learning and imitation (dollard dan miller (dalam Salkind, 2004), remaja secara tidak langsung mendapat tekanan untuk belajar norma dan nilai yang ada didalam lingkungan sebagai manusia dewasa. Artinya sebagai manusia dewasa harus mampu berperan sesuai dengan corak masyarakat yang ada. Ada sebagian remaja yang bersikap conform terhadap norma dan nilai yang berlaku sebagai bagian dari kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, ada pula yang menentang sebagai reaksi atas pengingkaran terhadap nilai ataupun norma yang dianggap tidak sesuai dengan diri pribadi ataupun remaja pada umumnya.
Masa pengingkaran ini cenderung membuat remaja menjadi peka terhadap pengaruh-pengaruh dari luar baik yang positif ataupun negative, sehingga amat dibutuhkan bantuan dari orang dewasa untuk menjadi filter dari setiap pengaruh yang masuk kedalam kehidupan remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada usia remaja kepribadian individu belumlah matang dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan.
Kemampuan penyesuaian diri menjadi penting manakala individu sudah menginjak masa remaja. Ketika lingkungan menganggap seorang anak sudah menginjak dewasa, maka individu akan diberi tanggung jawab layaknya seorang yang sudah dewasa. Peran baru yang didapat remaja membuat remaja mulai memperhatikan prestasi dalam segala hal, karena ini memberi nilai tambah untuk kedudukan sosial di antara teman sebaya maupun orang-orang dewasa.
Perilaku agresif yang berbentuk kekerasan baik fisik ataupun verbal menjadi sebuah budaya baru yang menjadi bagian dari remaja Indonesia. Tindakan agresi berbentuk kekerasan ini, ditujukan pada individu lain yang dianggap lebih rendah, tidak termasuk didalam kelompok atau golongan yang dianggap berbeda dan tidak memiliki status yang sama, perilaku tersebut dinamakan bullying. Papalia, et. Al. (2004) menyatakan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri. Perilaku bullying bisa berbentuk kekerasan yang melukai secara fisik ataupun melukai secara verbal. Perilaku bullying ini cenderung lebih menyakiti secara psikis, walaupun secara fisik hal tersebut juga menyakiti. Hal ini dikarenakan perlakuan yang diberikan pada korban bullying dilakukan secara berulang pada subyek yang sama dengan tujuan untuk melecehkan ataupun merendahkan korban bullying tersebut. Perilaku yang dapat dianggap bullying seperti kata-kata yang mengganggu, tindakan fisik yang menyerang, memukul, menendang, menjambak, pengucilan, penyisihan, intimidasi, perploncoan, dan semua bentuk kekerasan yang melecehkan.
Bullying tidak sama dengan pertengkaran biasa yang umum terjadi pada remaja. Konflik pada remaja adalah normal, hal tersebut akan membuat remaja belajar cara bernegosiasi dan bersepakat satu sama lain sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan teman sebaya dan diterima didalam kelompok.
Bullying sendiri memiliki dampak yang negatif bagi perkembangan karakter remaja, baik bagi si korban maupun pelaku, karena bullying lebih menunjukkan dominasi untuk merendahkan individu yang lain. Dampak secara fisik pada korban dapat terlihat dari luka yang diderita, sedangkan secara psikis akan berakibat pada penurunan minat pada hal-hal yang merupakan rutinitas ataupun kesenangan. Menjadi lebih pendiam, perilaku mengalami perubahan, menjadi lebih mudah marah, bahkan dapat memunculkan psikosomatis, dikarenakan tubuh menanggapi stress yang muncul karena perilaku bullying tersebut. Dampak pada pelaku bullying ada kecenderungan tidak bisa berempati, kurang bertanggung jawab, ataupun menjadi mudah berprasangka terhadap orang lain.
Perilaku bullying ini akan terus terjadi menjadi alur yang sama dan berkelanjutan, ketika remaja menjadi pelaku yang memiliki tujuan untuk mendapat pengakuan terhadap eksistensi diri didalam masyarakat. Remaja yang menjadi korban, akan berusaha meningkatkan harga diri dan eksistensi diri sebagai bentuk pertahanan diri setelah mendapat perlakuan bullying tersebut. Bila remaja tersebut memiliki harga diri yang tinggi, remaja tersebut dapat mencurahkan ataupun mencari aktivitas yang dapat membuat masyarakat mengakui eksistensi diri dan keberadaan remaja. Apabila yang terjadi remaja memiliki harga diri yang rendah cenderung akan meniru dan melakukan perilaku bullying juga agar mendapat penghargaan dan tidak selalu menjadi korban ataupun direndahkan.
Harga diri merupakan salah satu bagian dari kepribadian seseorang yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Coopersmith (1981) harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri, hal ini mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini dirinya sendiri mampu, penting, berhasil, dan berharga. Dalam perkembangannya harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari luar maupun faktor dari dalam individu yang bersangkutan, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan kondisi psikologi (dalilskripsi.com).
Keluarga merupakan titik utama dalam pembentukan harga diri pada remaja, karena orangtua merupakan obyek imitasi yang paling utama. Hal ini seperti dikemukakan oleh Sarwono (dalam Revana, 2002). Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku di lingkungannya. Ini disebabkan oleh orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak.
Ketika seorang remaja memiliki harga diri yang tinggi, hal tersebut akan mempengaruhi seberapa besar motivasi yang dimilikinya dalam mewujudkan setiap harapan. Remaja dengan harga diri yang tinggi akan memiliki kekuatan yang besar untuk berhasil melakukan apa saja dalam hidupnya, sedangkan remaja yang memiliki harga diri yang rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.
Pada remaja yang memiliki harga diri rendah inilah cenderung muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan tidak berharga, remaja mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang seolah-olah, membuat dia lebih berharga, dengan melakukan tindak kekerasan, mengkonsumsi narkoba, berkelahi, dan semua hal yang bertentangan dengan norma yang ada. Salah satunya adalah perilaku bullying ini. Dengan merendahkan individu lain, akan mendapat penghormatan, statusnya melebihi yang lain, atau mungkin akan mendapat pengakuan atas keberadaan dirinya didalam kelompok teman sebaya dan masyarakat.
Pada masa sekarang, perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanya terletak pada perbedaan struktur anatomi tubuh. Biasanya hal tersebut berpengaruh pada emosi, sikap yang disesuaikan dengan peran yang didapat didalam masyarakat Menurut Hurlock(1994) perbedaan antara jenis kelamin yang paling nyata dalam peran seks tampak pada ciri kepribadian. Sebagai contoh, pola kepribadian feminine yang khas, ditandai oleh ketergantungan, kepasifan dan, kepatuhan. Sebaliknya pola kepribadian maskulin yang khas adalah orang yang dominan, agresif, dan aktif.
Perilaku agresif dalam bullying yang merupakan salah satu ciri remaja laki-laki kini mengalami pergeseran, antara laki-laki dan perempuan menjadi sama. Perilaku kekerasan tersebut dilakukan bukan saja oleh para remaja laki-laki, tetapi remaja perempuan ikut ambil bagian. Kecemburuan muncul sebagai akibat dari tekanan untuk selalu menutupi kelebihan, sehingga muncul keinginan untuk menunjukan eksistensi perempuan yang memiliki bakat dan potensi untuk diakui dilingkungan masyarakat, dihargai, dan menjadi generasi yang memiliki potensi seperti halnya laki-laki..
Indonesia masih dengan pola budaya bahwa laki-laki merupakan pemimpin, memiliki kemampuan lebih dari perempuan. Terbatasnya perempuan pada pola dipimpin oleh laki-laki cenderung berakibat pada terpendamnya keinginan untuk melepaskan dan menunjukkan kemampuan perempuan bahwa sebagai perempuan mampu melakukan kegiatan laki-laki. Namun karena masyarakat Indonesia memberikan ketetapan tersebut pada laki-laki, maka perempuan berusaha menduplikasi perilaku-perilaku konstruktif yang dilekatkan pada lawan jenisnya, untuk mendapatkan penghargaan yang sama.
Perilaku agresif yang merupakan salah satu ciri laki-laki menjadi bagian perilaku yang diduplikasi oleh perempuan, termasuk perilaku bullying. Kebutuhan untuk mendapat penghargaan dari masyarakat dan teman sebaya merupakan hal yang prioritas dalam pengekspresian eksistensi dan menjadi diakui bahwa sebagai perempuan berhak mendapat perlakuan yang sama seperti laki-laki.
Berangkat dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara harga diri dengan kecenderungan melakukan perilaku bullying pada remaja laki-laki dan remaja perempuan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying ditinjau dari jenis kelamin pada remaja. Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah: Ada hubungan yang negatif antara Harga Diri dengan kecenderungan melakukan bullying . Ada perbedaan kecenderungan melakukan bullying antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan, dengan asumsi bahwa remaja laki-laki memiliki kecenderungan melakukan bullying lebih tinggi dibanding dengan remaja perempuan.
Metode Penelitian
Variabel bebas penelitian ini adalah harga diri dan jenis kelamin sedangkan kecenderungan melakukan bullying sebagai variabel tergantung. Adapun definisi operasional variabel penelitian ini adalah :
1. Kecenderungan Melakukan Bullying
Keadaan dimana individu berada pada situasi yang memunculkan keinginan untuk melakukan perilaku bullying. Kecenderungan melakukan bullying dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dengan menggunakan skala sikap pada kecenderungan melakukan bullying yang dikonstruksi sebagai berikut :secara fisik: memukul, menendang, memeras dan mendorong, verbal : memberi julukkan nama, mencela, fitnah, kritik tajam. Relasional:mendiamkan , atau mengabaikan. Skor yang tinggi dan skor yang rendah pada skala ini menunjukkan tinggi rendahnya kecenderungan seseorang dalam melakukan bullying.
- 2. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian diri yang bertumbuh dan berkembang dari sejumlah interaksi individu dengan lingkungannya yang disusun berdasarkan indikator sebagai berikut: penghargaan, penerimaan, dan perlakuan yang diterima individu.
- 3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah pembagian manusia berdasarkan perbedaan struktur anatomi tubuh antara laki-laki dan perempuan. Adapun subyek penelitian ini adalah remaja laki-laki dan remaja perempuan yang akan diungkap melalui data. Dari. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berada pada rentang usia 15-20 tahun berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik incidental sampling. Penelitian ini hanya mengambil sampel sebanyak 100 orang remaja.
Metode yang dipakai untuk menguji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini adalah teknik analisis Hoyt. Kaidah yang digunakan dalam menentukan reliabilitas skala yang digunakan adalah jika nilai koefisien reliabilitas mempunyai p < 0.01 maka skala yang digunakan adalah andal, namun bila skala yang digunakan mempunyai p > 0,01 maka skala yang digunakan tidak andal yang artinya tidak mampu mengungkap apa yang hendak diukur ( Hadi, 2000).
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik korelasi Product Moment dan T-test.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan analisis produk momen diperoleh hasil sebagai berikut: ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying pada remaja. Artinya bila harga diri tinggi maka kecenderungan melakukan bullying rendah dan begitu pula sebaliknya bila harga diri rendah maka kecenderungan melakukan bullying tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil perhitungan analisis produk momen dengan hasil rxy =0.206 pada taraf signifikasi (p) 0,004 p<0.05 (signifikan). Hal ini berarti harga diri mempunyai hubungan negatif dengan kecenderungan melakukan bullying, dengan determinasi r2 =0.082. sumbangan efektif variabel X terhadap Y sebesar 0.082 x 100 = 8.2% sehingga bisa disimpulkan bahwa harga diri berpengaruh terhadap kecenderungan melakukan bullying sebesar 8.2% .
Hasil tambahan dari data uji Z X(harga diri) diketahui rerata empiris =15.818 pada taraf signifikansi (p)=0,000 signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa antara rerata hipotesis dengan rerata empiris terdapat perbedaan yang signifikan dimana rerata empiris (100.370) lebih tinggi jika dibandingkan dengan rerata hipotesis(82.500). dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas variabel tersebut pada kelompok ini berada pada kategori positip.
Hasil uji Z pada X( kecenderungan melakukan bullying) diperoleh Z=7.240 pada taraf signifikansi (p)=0,000 signifikan. Hal ini berarti bahwa antara rerata hipotesis dengan rerata empiris pada variabel tersebut terdapat perbedaan yang signifikan, dengan rerata empiris (80.230) lebih tinggi jika dibandingkan dengan rerata hipotesis (90). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas variabel tersebut pada kelompok ini berada pada kategori positif.
Dari hasil uji homogenitas variabel kecenderungan melakukan bullying yang menggunakan tekhnik Cohran diketahui status Sex A(1 dan 2) C Cohran =1.101 dengan p =0.339 p>0.05 dengan demikian variabilitas data pada variabel tersaebut homogen.
Pada hasil analisis uji T yang dilakukan untuk menguji perbedaan variabel bebas dalam hal ini adalah status sex (X) A1 (laki-laki), A2 (perempuan), dengan variabel terikat (y) kcenderungan melakukan bullying. Hasil uji t = 2.345 dengan p =0.020 p<0.05 hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Dalam arti ada perbedaan dalam melakukan bullying antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memiliki kecenderungan untuk melakukan bullying lebih tinggi (Mean =83.300) dibandingkan dengan perempuan (Mean = 77.196)
Berdasarkan uji perbandingan antara rerata empiris dan rerata hipotesis dengan menggunakan uji Z multi kelompok didapatkan hasil bahwa pada ubahan X (kecenderungan melakukan bullying), pada laki-laki (A1) perbandingan antara hipotesis dan dengan rerata empiris diperoleh dari hasil uji Z = 3.343 pada taraf signifikasi (p)=0.000 signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa antara rerata hipotesis dengan rerata empiris pada variabel tersebut terdapat perbedaan yang signifikan, rerata empiris (83.300) lebih tinggi jika dibandingkan dengan rerata hipotesis (90). Artinya rata–rata remaja laki-laki yang menjadi subyek penelitian ini memiliki kecenderungan melakukan bullying yang tergolong tinggi. Pada perempuan (A2) perbandingan antara hipotesis dengan rerata empiris diperoleh hasil uji Z = 7.290 pada taraf signifikansi (p)= 0.000 signifikan. Hal ini berarti bahwa antara rerata hipotesis dan rerata empiris pada variabel tersebut terdapat perbedaan yang signifikan, rerata empiris(77.196) lebih rendah jika dibandingkan dengan rerata hipotesis (90). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas variabel tersebut pada kelompok ini berada pada ketegori rendah. Artinya ada perbedaan kecenderungan melakukan bullying antara remaja laki-laki dan remaja perempuan dimana remaja laki-laki memiliki kecenderungan melakukan bullying lebih tinggi bila dibandingkan dengan remaja perempuan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying terbukti dengan asumsi bahwa bila harga diri tinggi maka kecenderungan melakukan bullying rendah dan sebaliknya bila harga diri rendah maka kecnderungan melakukan bullying tinggi. Hipotesis yang menyatakan bahwa remaja laki-laki memiliki kecenderungan melakukan bullying lebih tinggi dari pada remaja perempuan terbukti dan dapat diterima.
Hasil analisis penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa harga diri yang tinggi maupun harga diri yang rendah akan mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam melakukan bullying. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang Wharton (2009) yang menyatakan pelaku bullying biasanya memiliki pandangan rendah terhadap diri sendiri, merupakan pribadi yang lemah dan sosok individu yang merasa tidak aman dan tidak menyukai diri sendiri, sehingga seringkali untuk meningkatkan harga diri individu cenderung merendahkan orang lain dan membuat diri merasa lebih baik.
Hal ini didukung oleh pernyataan Tambunan (2001) yang menyatakan bahwa harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan didunia ini. Sebaliknya, seorang remaja yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Disamping itu remaja dengan harga diri yang negatif cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.
Penelitian ini juga mengungkap tentang perbedaan kecenderungan melakukan bullying pada remaja laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa remaja laki-laki memiliki kecenderungan melakukan bullying lebih tinggi dari pada remaja perempuan. Pernyataan tersebut didukung oleh Pudjijogyanti (1998) bahwa perempuan harus bersikap sebagai mahluk yang harus dilindungi, pasif, tergantung, patuh, emosional dan selalu dipenuhi oleh intuisinya, sedangkan laki-laki harus bersikap sebagai mahluk kuat, agresif, mandiri, bertanggung jawab, bersifat memimpin dan harus melindungi wanita dan anak-anak. Perilaku agresi bullying ini bukan lagi milik remaja laki-laki, remaja perempuan menjadi aktif dalam kegiatan ini juga, karena kebutuhan untuk dihargai antara laki-laki dengan perempuan dituntut untuk menjadi sama, sehingga para remaja perempuan menduplikasi perilaku agresif membully dari remaja laki-laki. Walaupun demikian hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecenderungan perempuan melakukan bullying masih lebih rendah dari pada laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Asrori, Mohammad, 2008, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, PT Bumi Aksara, Jakarta
Arikunto, 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Bina Aksara, Jakarta
As’ad, 2001, Psikologi Motivasi, Minat Jabatan, Inteligensi, Bakat dan Motivasi Kerja, Malang, Wineka Media
Azwar, S, 1999, Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Belajar
________, 2003, Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Belajar, Jogjakarta
Coopersmith, 1981, The Antesedent Of Self Esteem, San Fransisco:W.H Freeman and company
Coloroso, Barbara, 2007, Stop Bullying, PT Ikrar Mandiri Abadi, Jakarta
Daviddoff, 1998, Psikologi Suatu Pengantar, jilid I, Erlangga: Jakarta
Dajan, Anto, 1996, Pengantar Metode Statistik, Jakarta, PT Pustaka LP3ES Indonesia
Gunarsa, 1988, Psikologi Remaja, Jakarta, Gunung Mulia
_______, 1988, Psikolgi Perkembangan, Jakarta , Gunung Mulia
Hadi, S, 1996, Statistik Jilid I, Jogjakarta Andi Ofset
_______, 2000, Statistik Jilid II, Jogjakarta Andi Ofset
Hurlock, EB, 1994, Perkembangan Anak (terjemahan), jilid 2, Jakarta, Erlangga
_______________, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Erlangga
Kartono, Kartini, 1995, Psikologi Anak,CV Mandar Maju
Koentjoroningrat, 1993, Metode-Metode Penelitian Masyrakat, edisi ketiga, Jakarta, Gramedia
Mellor, Andrew, 2006: Working Together To Refresh Our Anti-Bullying Policy: A Handbook For Managers And Practitioners Working In And With School Comunities That Serve Young People Aged 11-18.Anti bullying network
Monks,F.J, 1991, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta, Gajahmada University Press
Nasir, Moh, Ph.D, 1999, Metode Penelitian, Jakarta:Ghalia Indonesia
Olweus, Dan, 1993, Bullying At School That We Know And What We Can Do, Blackwell Publishing
Page, andrew dan page, 2000, Kiat Meningkatkan Harga Diri, Jakarta: Arcan
Papalia et.al, 2001, Human Development, Boston
Pudjijogyanti,C.R, 1998, Konsep Diri Dalam Pendidikan, Ascana, Jakarta
Rakhmat, J, 1989, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Karya
Santrock, 2003, Adoselence (Perkembangan Remaja) Terjemahan, Jakarta, Erlangga
Salkind,N.J, Teori-Teori Perkembangan Manusia, Bandung, Nusa Media
Sarwono, Sarlito W, 2008, Psikologi Remaja, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta
Suryabrata, sumadi, 1981, Psikologi Kepribadian, Rajawali, Jakarta
Wharton, Steve, 2009, How To Stop That Bully, Kanisius, Yogyakarta
White, Rob,2004, Geng Remaja,Gala Ilmu Semesta
Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008, Bullying, Jakarta, PT Grasindo
http://arahbalik.blogspot.com/
(http://keyanaku.blogspot.com/2008/03/kekerasan-bullying-di-sekolah.html)
http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2007/06/vj-10vi2007-mos-asyik-tanpa-bullying.html.
Senin, 29 April 2007, Media Indonesia, hal : 7
Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya