Artikel 3

,00 0000 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 343 kali

Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded

Dengan Intensi Membeli Produk Fashion Tiruan Bermerek Eksklusif pada Remaja Putri

 

Diah  Sofiah & Resti Athhardi Wijaya

 

Fakultas Psikologi Untag Surabaya

 

Abstrak

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup brand minded dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variabel) yaitu gaya hidup brand minded (X). Sedangkan variabel terikatnya (dependen variabel), adalah intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif (Y).Subyek penelitian ini adalah remaja putri berusia antara 16 tahun sampai 19 tahun di Surabaya. Hasil analis menunjukkan gaya hidup brand minded tidak berhubungan secara signifikan dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

Kata Kunci :Gaya Hidup Brand Minded, Intensi Membeli

 

 

Pendahuluan

 

Kemajuan dunia fashion yang semakin pesat dan beragam membuat para konsumen menginginkan berba-gai produk fashion terbaru. Sayangnya, saat ini produk fashion khususnya produk fashion bermerek eksklusif mengalami berbagai peniruan. Di Indonesia, kasus pemalsuan atau pemiripan merek dagang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan para remaja menjadi konsumen yang banyak membeli produk-produkfashion tiruan bermerek eksklusif ini. Hal ini terjadi karena pada masa remaja dikenal sebagai masa perubahan atau masa untuk mencari identitas diri, yang mana remaja berusaha mencari penjelasan tentang dirinya. Usaha mencari penjelasan tentang dirinya tersebut membuat remaja berusaha pula mencari simbol-simbol yang mendukung identitas dirinya salah satunya adalah dengan menggunakan produk fashion dengan harga yang terjangkau untuk remaja yang masih mengandalkan uang saku dari orang tua.

Produk fashion tiruan bermerek eksklusif yang dibeli oleh remaja biasanya sangat mudah untuk ditemukanhampir di seluruh mall atau pasar grosir yang dikunjungi oleh para remaja. Sudah bukan lagi menjadi suatu rahasia jika mall-mall menjadi seperti rumah kedua bagi para remaja. Di sana para remaja membeli segala macam kebutuhan termasuk produk fashion. Produk fashion tiruan bermerek eksklusif yang banyak dibeli oleh para remaja di antaranya adalah tas, pakaian, hingga kosmetik. Para remaja memilih untuk membeli produk tiruan disebabkan harganya yang terjangkau serta kemiripan produk tersebut dengan produk aslinya.

Alasan yang lainnya adalah adanya kemungkinan bahwa  remaja tidak  mengetahui bahwa ternyata barang yang dibelinya merupakan produk tiruan. Semakin hari seiring dengan semakin meningkatnya produk-produk tiruan yang muncul di pasaran,  semakin bertambah pula jumlah konsumen terutama para remaja yang  membeli produk tiruan. Hal ini dikarenakan harga yang murah, inovasi produk yang semakin beraneka macam dan mengikuti perkembangan zaman serta mampu memenuhi gaya hidup para remaja.

Dunia remaja memang tidak bisa dilepaskan dari tren fashion. Berbagai  produk fashion seperti tas, pakaian, sepatu, hingga aksesoris menjadi kebutuhan yang selalu ingin dipenuhi oleh remaja. Hal ini disebabkan karena para remaja ingin selalu tampil menjadi pusat perhatian.Remaja putri memiliki kebutuhan terhadap produk fashion yang digunakan sebagai pelengkap penampilan yang sesuai dengan dirinya dan mempermudah remaja putri untuk diterima di lingkungan sosialnya ini akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut baik dengan cara membeli produk fashion bermerek eksklusif yang asli maupun tiruan. Remaja putri merasa tertarik terhadap produk fashion tiruan bermerek eksklusif sebab dengan harga yang jauh berbeda dari produk fashion bermerek yang asli, remaja dapat memiliki produkfashion yang hampir mirip dengan produk fashion yang asli. Remaja yang merasa tertarik ini kemudian akan memiliki keinginan untuk membelinya atau dengan kata lain remaja memiliki intensi untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

Intensi membeli ditentukan oleh tiga dimensi menurut Theory of Planned Behaviour yang diungkapkan oleh Ajzen, ketiga dimensi tersebut antara lain attitude toward the behavior, subjective norm dan percieved behavioral control. Intensi pembelian adalah tahapan kecenderungan seseorang untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar terjadi (Engel, dkk, 1995). Keputusan konsumen untuk membeli suatu produk merupakan suatu rangkaian proses pembelian. Konsumen tidak begitu saja langsung membeli suatu produk, melainkan melalui tahap-tahap tertentu. Perilaku pembelian itu sendiri merupakan suatu tahap dimana konsumen memutuskan untuk benar-benar membeli produk yang diinginkan (Tjiptono, 1997).

Keputusan konsumen dipenga-ruhi oleh intensinya. Jika intensi pembelian konsumen kuat, maka kemungkinan terjadinya perilaku pembelian akan tinggi, namun jika intensi pembelian lemah, maka kemungkinan terjadinya pembelian akan rendah.  Begitu pula yang terjadi pada konsumen khususnya remaja putri, sebelum remaja putri memutuskan untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif, didahului dengan adanya intensi untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif. Jika intensi pembelian produk fashion tiruan bermerek eksklusif ini kuat akan memungkinkan terjadinya perilaku pembelian yang tinggi terhadap produk fashion tiruan bermerek eksklusif. Intensi remaja putri untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif ini terbentuk karena adanya sikap positif remaja putri terhadap keberadaan produk fashion tiruan bermerek eksklusif, adanya pengaruh kelompok yang positif terhadap remaja putri yang membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif dan adanya persepsi mengenai kemampuan mengendalikan faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi remaja putri untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

Intensi konsumen khususnya remaja putri untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif memberikan dampak tersendiri baik bagi konsumen maupun produsen. Remaja putri mungkin saja  merasa telah mampu memenuhi sebagian kebutuhan yang menunjang penampilan serta gaya hidupnya meskipun sebenarnya hal ini memberikan dampakyang kurang baik terutama bagi para  remaja putri. Dampak kurang baik tersebutyaitu remaja putri menjadi kurang memiliki kecintaan terhadap produk lokal yang secara tidak langsung membuat adanya persepsi bahwa penggunaan produk luar negeri lebih dianggap bergengsi meskipun produk tersebut merupakan produk tiruan. Dampak selanjutnya adalah para remaja putri menjadi cenderung kurang memiliki wawasan yang luas mengenai keaslian suatu produk. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEUI bersama Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) pada tahun 2005 mengenai “ Economic Impact Study of Countering in Indonesia”, dapat diketahui bahwa pemahaman masyarakat Indonesia terkait dengan originalitas sebuah produk sangat beragam. Dalam penelitian ini didapatkan setidaknya 32.69% responden yang merasa tidak yakin dan sangat tidak yakin atas keaslian sebuah produk tas bermerek.

Konsumen terutama remaja putri yang memiliki intensi yang tinggi terhadap produk fashion tiruan bermerek eksklusif ini pada akhirnyaakan memberikan peluang kepada para produsen untuk membuat produk-produkfashion tiruan yang berdampak terhadap pelanggaran etika bisnis sehingga para produsen produk fashion tiruan bermerek eksklusif ini dapat dijatuhi hukuman karena pelanggaran yang dilakukannya. Selain itu dengan meningkatnya peluang ini maka para produsen produkfashion bermerek eksklusif yang asli tentu saja akan merasakan dampak berupa kerugian.

Oleh sebab itu intensi konsumen khususnya remaja putri untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusifakan memberikan dampak yang tidak baik bagi konsumen itu sendiri, produsen bahkan negara.Diperlukan intervensi berupa tindakan kongkrit serta pemberian informasi secara berkelanjutan dari pihak-pihak terkait agar para konsumen mampu melihat dampak dari intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif sehingga hal tersebut dapat dikurangi dan dapat memutus rantai produksi produkfashion tiruan bermerek eksklusif.

Salah satu faktor yang mempengaruhi intensi pembelian produk ataupun jasa menurut Engel, dkk (dalam Fajhrianthi & Krisnawati, 2010) adalah faktor lingkungan yang terdiri dari budaya atau kebiasaan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa tingkat intensi membeli pada penelitian ini dipengaruhi oleh gaya hidup konsumen yang mencakup aktivitas atau kebiasaan, minat, dan opini masing-masing individu, dalam penelitian ini disebut dengan AIO (activities, interest, dan opinion) yang digunakan sebagai dasar pada penyusunan alat ukur gaya hidup konsumen (Hutahuruk, 2006). Konsumen dalam memilih suatu produk akan memilih berdasarkan apa yang paling dibutuhkan dan apa yang paling sesuai dengan dirinya yang salah satunya adalah gaya hidup (lifestyle). Menurut Setiadi (2003), gaya hidup secara luas diidentifikasikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu (aktivitas), apa yang orang anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan juga dunia sekitarnya (pendapat).

Hawkins (2007) mengatakan gaya hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan, keinginan serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Gaya hidup juga seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesuatu. Engel, Blackwell, dan Miniard (dalam Hasibuan, 2009) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uangnya. Gaya hidup setiap orang mengarah pada ekspresi akan situasi, pengalaman hidup, nilai-nilai, sikap dan harapan.

Saat ini, gaya hidup remaja masa kini semakin menarik untuk diperhatikan. Banyak gaya hidup yang menarik perhatian, mulai dari gaya bahasa, gaya busana, serta gaya pergaulan remaja. Latar belakang sosial, ekonomi dan budaya mempengaruhi setiap gerak langkah para remaja. Nan Sande (dalam Hasibuan, 2009) berpendapat bahwa remaja akan menciptakan suasana yang mendukung perkembangan dalam proses kehidupan dengan menampilkan dan mengembangkan gaya hidup tertentu sebagai kompensasi kesadaran untuk memperkuat identitas individual. Menurut Susianto (dalam Hasibuan, 2009) remaja  menggunakan barang-barang bermerek yang bergengsi dan mahal dimana barang-barang tersebut juga digunakan untuk melihat dan menilai rekan-rekannya.

Di antara sekian banyak gaya hidup diperkirakan gaya hidup brand minded mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan bermerek.“Brand minded” adalah pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek eksklusif dan terkenal (McNeal, 2007). Sehingga gaya hidup brand minded adalah gaya hidup yang berorientasi pada penggunaan produk bermerek eksklusif dan terkenal. Begitu juga halnya dengan remaja putri  terutama yang ada di kota besar. Remaja putri akan merasakan kepuasan tersendiri saat mengenakan produk fashionbermerek eksklusif, remaja putri menjadi fanatik terhadap produk impor yang dilengkapi dengan merek-merek terkenal meskipun harus menggunakan produk tiruan yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga produk asli.

Menurut Ajzen (2005), intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengem-bangan dari teori tindakan beralasan. Intensi merefleksikan kesediaan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku tertentu. Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010) juga mengemukakan tentang definisi intensi yaitu indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005).  Berdasarkan uraian di atas, maka intensi adalah suatu kemungkinan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

Menurut Howard dan Sheth (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) intensi membeli didefinisikan sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Pengertian lain diungkapkan oleh Spears dan Singhs (dalam Liu, Chu-Chi & Chen, 2006), intensi membeli didefinisikan sebagai rencana yang dilakukan individu secara sadar yang merupakan usaha untuk membeli sebuah produk. Ada pula pengertian lain yang dikemukakan oleh Mowen dan Minor (2002) yang mendefinisikan intensi membeli merupakan intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu guna memiliki, membuang, dan menggunakan produk.  Menurut Assael (dalam Barata, 2007) intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk tersebut.

       Hasil evaluasi inilah yang akhirnya akan memunculkan niat atau intensi untuk membeli. Infosino (dalam Sun & Morwitz, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kesediaan individu untuk membayar dan memungkinkan individu untuk membeli suatu produk. Pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui kecenderungan konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang (Barata, 2007).

Fashionberasal dari bahasa Inggris, yang artinya suatu cara, kebiasaan atau mode. Menurut Troxell dan Stone,fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu. Bertambah majunya perindustrian saat ini memberikan peluang kepada produsen produk fashionuntuk membuat berbagai macam bentuk, warna serta kekhasan tersendiri pada produk yang dibuatnya. Seiring dengan pesatnya dunia usaha, para pesaing-pesaing baru yang muncul dengan produk-produk baru, hal ini memaksa para produsen yang telah ada untuk melakukan inovasi terhadap barang yang diproduksinya (melakukan inovasi produk) bahkan hingga mengambil ide alternatif untuk memalsukan produk fashion asli.

Arti kata tiruan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)adalah bukan yang sejati(tulen), palsu, dan imitasi. Proses membuat barang tiruan disebut peniruan, pengertian peniruan memiliki pengertian yang hampir sama dengan pemalsuan.Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen, dengan maksud untuk menipu.Produk palsu menghilangkan nilai simbolik dari barang (mewah) asli dan menyamarkan brand equity (Zhou and Hui, 2003). Barang palsu yang diproduksi dianggap sebagai versi murah dari barang aslinya, sehingga dimungkingkan tidak akan terlihat persepsi yang berbeda dalam hal kualitas.

Menurut Tom et al. (1998), konsumen lebih tertarik untuk membeli barang dengan komponen fashion yang menempel pada produk tersebut, seperti halnya dengan barang-barangfashion mewah. Konsumen bersedia untuk membayar untuk atribut visual dan fungsi tanpa harus membayar kualitas yang sebenarnya (Grossman dan Shapiro, 1988; Cordell et al., 1996).Konsumen juga diharapakan membeli barang palsu yang memiliki merek terkenal yang menempel di barang palsu tersebut (Cordell et al., 1996). Hal ini mendorong pemikiran bahwa hanya barang fashion bermerek saja yang berharga untuk dipalsukan dan menjadi target untuk terjadinya produksi ilegal (Eisend dan Schuchert-Guler, 2006).Hal ini dilakukan tentu saja dengan berbagai macam pertimbangan dan melihat kebutuhan para konsumen.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif adalah suatu kecenderungan individu untuk melakukan perilaku membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif di masa yang akan datang yang sesuai dengan pengetahuan dan kebutuhan kosumen sebagai pemecahan masalah terhadap kebutuhan produkfashion.

       Pengukuran intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif disusun berdasarkan determinan intensi membeli yang didasarkan pada teori tindakan terencana (Theory of Planned Behavior) yang diungkapkan oleh Ajzen yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Dari ketiga determinan tersebut kemudian akan diturunkan menjadi enam indikator yaitu :outcome evaluation (hasil evaluasi), behavioral beliefs (keyakinan berperilaku), normative beliefs (keya-kinan normatif), motive to comply (motif untuk memenuhi), control belief (kontrol keyakinan), dan perceived power (kekuatan yang dirasakan seseorang) untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang yang dimilikinya. Gaya hidup adalah konsepsi sederhana yang mencerminkan nilai konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan Solomon (1999) yang mengatakan bahwa gaya hidup mencerminkan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang bagaimana seseorang menggunakan waktu dan uang.

Mowen& Minor (2001) menga-takan bahwa gaya hidup menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana individu membelanjakan uangnya, dan bagaimana individu mengalokasikan waktu. Hal ini sesuai dengan Setiadi (2003) yangmengatakan bahwa gaya hidup secara luas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang individu anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang individu pikirkan tentang dirinya sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). Selanjutnya, Nas &Sande (dalam Eka &Betaria, 2005) mendefinisikan gaya hidup sebagai konstruk kesadaran dari frame of reference yang diciptakan relatif bebas oleh individu untuk menguatkan identitasnya dalam pergaulan dan membantunya dalam komunikasi. Dalam pengertian ini, gaya hidup menunjuk pada frame of reference (kerangka acuan) yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku.

Menurut Suwarman (2002) gaya hidup seringkali digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini dari seseorang. Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah.Seseorang mungkin dengan cepat mengganti model dan merek pakaiannya karena menyesuaikan dengan perubahan hidupnya.

Hawkins (2007)menyatakan gaya hidup sebagai bagaimana individu menjalankan proses kehidupan. Gaya hidup merupakan fungsi dari ciri-ciri dalam diri individu yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu individu bergerak melalui daur hidupnya.Gaya hidup itu bersifat dinamis dan secara konstan mengalami perubahan.Gaya hidup merupakan dasar motivasi yang mempengaruhi sikap dan kebutuhan individu, yang pada akhirnya mempengaruhi pembelian dan aktivitas yang digunakan individu.

Hawkins (2007) juga menambahkan bahwa gaya hidup mencakup produk apa yang individu beli, bagaimana individu menggunakannya, dan apa yang akan individu pikirkan tentang produk tersebut. Kemudian pengertian dari “brand minded“ adalah pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek eksklusif atau terkenal (McNeal, 2007). 

          Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup brand minded merupakan gaya hidup individu yang berorientasi pada penggunaan produk-produk yang memiliki merek eksklusif.

Pengukuran terhadap gaya hidup dapat dilakukan dengan menggunakan psikografik. Psikografik adalah pengukuran kuantitatif mengenai gaya hidup, kepribadian dan demografik konsumen. Psikografik sering diartikan sebagai pengukuran AIO (activity, interest, and opinion) yang mengacu pada pengukuran kegiatan, minat, dan opini.

Hipotesis dalam penelitian adalah ada hubungan positif antara gaya hidup brand minded dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri.

 

Metode Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia 16 sampai 19 tahun di Surabaya.Jumlah subyek penelitian adalah 100 orang remaja putri.Subyek penelitian ini ditentukan dengan teknik random sampling.

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala, yang terdiri dari  dua macam skala, yaitu Skala Gaya hidup brand minded dan Skala Intensi membeli produk  fashion tiruan bermerek eksklusif.

 

Hasil Penelitian & Pembahasan

Hasil perhitungan dengan korelasi product moment dengan bantuan program komputer program SPSS versi 20, menunjukkan harga koefisien Korelasi Pearson (rxy) sebesar 0,141 pada taraf signifikansi p=0,162 (p < 0,01). Hal ini berarti antara ubahan bebas gaya hidup brand minded dengan ubahan terikat intensi membeli produk fashion tiruan bermerek esklusif tidak ada hubungan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya hidup brand minded tidak memiliki hubungan dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri, karena remaja putri yang memiliki intense membeli produk fashion tiruan beremerek eksklusif tidak dipengaruhi oleh gaya hidup yang mementingkan brand atau merek dalam kehidupannya atau disebut juga gaya hidup brand minded.

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di atas, dapat dilakukan pembahasan mengenai hasil temuan penelitian tersebut. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara gaya hidup brand minded dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis ditolak.

Ditolaknya hipotesis artinya tidak ada hubungan antara gaya hidup brand minded dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri. Ditolaknya hipotesis ini memiliki pengertian bahwa ada variabel lain yang dapat berhubungan dan mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri.

Adanya intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri dapat terjadi karena adanya pengaruh teman sebaya atau konformitas.Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nawangsih (2011) mengenai hubungan antara konformitas dengan intensi membeli blackberry. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara  konformitas teman sebaya dengan intensi membeli blackberry. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein ( 1975) bahwa intensi membeli konsumen dipengaruhi tidak hanya oleh sikap konsumen, tetapi juga oleh pengaruh kelompok dan persepsi mengenai kemampuan mengendalikan yang dimiliki oleh konsumen tersebut. Dalam teori tersebut disebutkan bahwa intense membeli juga dipengaruhi oleh pengaruh kelompok sedangkan pengertian dari konformitas adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh kelompok (David dan Frank, 2003).Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensi membeli dapat dipengaruhi oleh perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh kelompok atau disebut juga konformitas.

Intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif juga dapat dipengaruhi oleh citradiri yang ingin ditampilkan oleh remaja.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Prastya (2011) mengenai hubungan antara citra diri dengan intensi membeli pakaian bermerek pada remaja.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan negative antara citra diri dengan intensi membeli pakaian bermerek pada remaja putri. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan Graeff (1996) bahwa menurut teori citra diri, orang akan bertindak dengan cara yang dapat mempertahankan dan meningkatkan citra dirinya melalui produk yang dibeli dan digunakan. Dengan kata lain, citra diri dapat didefinisikan, dipertahankan, dan ditingkatkan melalui produk yang  dibeli dan digunakan. Citra diri adalah suatu nilai bagi individu, sehingga perilaku konsumsi individu akan diarahkan untuk perlindungan dan peningkatan konsep diri melalui pembelian, memperlihatkan, dan penggunaan barang sebagai simbol yang akan mengkomunikasikan makna simbolis pada diri dan orang lain (Sirgy, 1982). Oleh sebab itu, citra diri seseorang dapat mempengaruhi intensi membeli seseorang, karena dengan adanya citradiri yang ingin ditampilkan, seseorang akan memiliki intensi untuk membeli produk yang akan meningkatkan citra dirinya.

Hal lain yang memiliki pengaruh terhadap intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif adalah pengetahuan remaja putri yang minim mengenai produk fashion bermerek eksklusif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukanM endrofa (2012) tentang pengaruh pengetahuan produk dan citra merek terhadap niat beli laptop merek HP yang dimediasi oleh harga diskon di Surabaya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan produk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat beli laptop merek HP. Hal ini bisa diartikan bahwa pengetahuan konsumen terhadap produk mendasari intense pembelian konsumen pada produk laptop merek HP. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan Sumarwan (2004) yang menyatakan bahwa pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Keputusan pembelian didahului dengan adanya intensi membeli, oleh sebab itu pengetahuan produk dapat mempengaruhi intense membeli seseorang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2012) tentang pengaruh fitur produk ,konsep diri, dan gaya hidup terhadap intensi membeli dan word of mouth pada blackberry. Dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa gaya hidup tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli. Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2009) tentang orientasi gaya hidup konsumtif remaja kota Bengkulu terhadap niat beli produk distro (distribution outlet). Dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa orientasi gaya hidup remaja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli produk distro.

Remaja putri yang memiliki gaya hidup brand minded adalah remaja putri yang memiliki uang saku di atas satu juta rupiah dan mengenal serta mengetahui merek-merek produk fashion yang eksklusif. Remaja putri yang memiliki gaya hidup brand minded menyukai produk fashion bermerek eksklusif yang biasanya dapat dibeli di pusat perbelanjaan yang besar dan terkenal dengan toko-toko yang menjual produk fashion bermerek eksklusif yang asli.

Berbelanja produk fashion bermerek eksklusif di pusat perbelanjaan yang sudah terkenal menjual barang bermerek eksklusif yang asli, memperkecil kemungkinan dijumpainya penjual yang menjual barang tiruan bermerek eksklusif. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini remaja putri yang memiliki gaya hidup brand minded tidak terpengaruh untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif sehingga tidak menimbulkan intensi untuk membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

 

Kesimpulan dan Saran

Penelitian ini dilatarbelakangi masalah intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri. Intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif tersebut diperkirakan berkaitan dengan gaya hidup brand minded. Apabila remaja putri memiliki gaya hidup brand minded diperkirakan akan memiliki hubungan positif dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

Variabel terikat dalam penelitian adalah intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif dan variabel bebasnya adalah gaya hidup brand minded. Penelitian ini ingin melihat adanya hubungan antara kedua variabel. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini berbunyi terdapat hubungan positif antara gaya hidup brand minded dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri.

Penelitian ini dilakukan di Surabaya dengan menggunakan 100 orang remaja putri sebagai respondennya.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode data primer yang menggunakan skalalikert, kemudian skala yang digunakan merupakan skala tryout terpakai.Selanjutnya analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis product moment.

Hasil analisis data penelitian menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara gaya hidup brand minded dengan intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri. Karena hasil menunjukkan tidak ada hubungan,berarti gaya hidup brand minded tidak berpengaruh terhadap intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif pada remaja putri.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran-saran kepada peneliti lain yang tertarik meneliti mengenai variabel yang sama. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti di bidang yang sama .

Untuk peneliti selanjutnya yang ingin membuat penelitian sejenis, maka disarankan agar :

a. Mengingat banyak faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif selain gaya hidup, disarankan bagipeneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor tersebut seperti konfromitas, citra diri, pengetahuan produk, dan lain sebagainya. Seperti halnya jenis kelamin, karena dalam penelitian ini hanya meneliti remaja putri, disarankan untuk peneliti selanjutnya juga meneliti remaja putra.Melihat remaja putra cukup banyak yang saat ini mementingkan penampilannya sehingga dapat memicu munculnya intensi membeli produk fashion tiruan bermerek eksklusif.

b. Penelitian ini juga dapat dikembangkan melalui penelitian dengan subyek wanita dan pria dewasa yang sudah bekerja karena pada subyek tersebut kemungkinan menganut gaya hidup brand minded lebih besar dibandingkan remaja putri yang belum memilki penghasilan sendiri, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian

c. Memfokuskan penelitian kepada satu merek saja sehingga pengukuran dapat dilakukan kepada subyek yang memiliki intensi terhadap satu merek tersebut. Dengan demikian pengukuran dapat dilakukan dengan lebih efektif dan memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian.

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Agustiani,H.2006. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri, Bandung : PT. Refika Aditama.

Ajzen, I.2005. Attitudes, Personality, and Behavior ( 2 nd ed). England: McGraw – Hill

Ajzen,I.1991.The Theory of Planned Behavior.  JournalOrganizational Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211

Ali, M.,& Asrori, M.2009.Psikologi Remaja. Jakarta : Bumi Aksara

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

 

Armitage, C. J., & Conner, M. 2001. Social CognitiveDeterminants of Blood Donation. Journal of Applied Social Psychology, 31, 1431-1457

Assael, H. 2001. Consumer Behavior and Marketing Action ( 6th ed ). New York : Thomson Learning

Azwar, S. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Balai Pustaka Pelajar

Azwar, S.. 2008. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Balai Pustaka Pelajar

Azwar, S. 2007. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :Pustaka Pelajar

 

Barata, D. D. 2007. Pengaruh Strategi Brand Extension pada Intensi Membeli Konsumen. Jurnal Manajemen, 2,  2007

Cordell, V.V., Wangdata, N., Kieschnick, S. L. Jr. 1996. Counterfeit Purchase Intentions : Role of Lawfulness Attitudes and Product Traits as Determinants.Journal of Business Research, 35, 41-53

Engel, J.F., Blackwell, R. D., and Miniard, P. W. 1995. Consumer Behavior ( 8thed). USA : The Dryden Press

 

Fajhrianthi & Krisnawati, 2010. Analisis Perbedaan Tingkat Intensi Membeli Melalui Media(Online Shopping) Ditinjau dari Tipe Gaya Hidup padaKonsumen Pengguna Internet.

Jurnal Insan Media Psikologi, 12(3), 2010

 

Fishbein, M., & Ajzen, I. 1988. Attitude, Personality, and Behavior.London :Addison- Wesley Publishing Company

 

Fishbein, M., & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior.An Introduction toTheory Research. London : Addison- Wesley Publishing Compan

Hidup Value Minded. Jurnal Psikologika, 1(1), 23-30

 

Graeff, T. R. Image Congruance Effects on Products Evaluations : The Role of Self Monitoring

and Public / Private Consumption.Journal  Psychology and Marketing, 13(5), 481-99

Grossman, G. M., &Shapiro, C. 1988. Foreign Counterfeiting of Status Goods,Quarterly. Journal of Economics, February, 79-100

 

Hadi, S.2000. Seri Program Statistik, Manual. Yogyakarta : Fakultas Psikologi .Universitas Gadjah Mada.

Hasibuan, E.H. 2009. Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded dengan Kecenderungan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Skripsi, tidak diterbitkan.  Sumatera Utara : Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Hawkins, D., Mothersbough, D., dan Best, R. 2007. Consumer Behaviour :Building Marketing Strategy ( 10 th ed ). McGraw Hill Irvin

 

Hurlock, E. 2008.  Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.  Jakarta: Erlangga.

Hutahuruk, T. J. 2006. Segmentasi Pengguna Media Online Berdasarkan Gaya Hidup.Jurnal Thesis, Mei- Agustus 2006, 113-130.

Irawati, C., & Haryanto, J.O. 2012. Pengaruh Fitur Produk, Konsep Diri, dan Gaya Hidup terhadap Intensi Membeli dan Word of Mouth pada Blackbery. Journal Riset dan Bisnis Indonesia, 8(1)

Johnson, D. H., & Johnson, F. P. 2013. Joining Together: Group Theory and Group Skills.Pearson

Kotler, P.,&Gary, A. 2004.Principles of Marketing( 10 th ed). New Jersey : Pearson Prentice Hall

Liu, J., Chu-Chi.,& Chen, J. S. 2006.Virtual Experiential Marketing on Online Purchase Intention. Proceedings of the 11th Annual Conference of Asia Pacific Decision. Sciences Institute Hongkong

McNeal, J. U. 2007. On Becoming a Consumer The Development of Consumer Behavior Pattern in Childhood. Butterworth- Heinemann

Mowen, J.C., & Minor, M. 2002. Perilaku Konsumen ( Edisi Kelima). Jakarta : Erlangga

Mubin, M. A., & Cahyadi, A. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Ciputat Press Group

 

Nawangsih, R. A. 2011. Hubungan antara Konformitas dengan Intensi Membeli Blackberry. Skripsi, tidak diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia

eynolds, S. H., Scott, J. D., and Warshaw, M. R. 1973.Introduction to Marketing Management Text and Cases.Illinois: Irwin, Inc.

Rosandi, A. F. 2004. Perbedaan Perilaku Konsumtif antara Mahasiswa Pria dan Wanita di Universitas Katolik Atma Jaya. Skripsi, tidak diterbitkan.Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya

Schiffman, L. G.,&Kanuk, L.L. 1994. Consumer Behavior( 5 th ed ). New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Saputra, E. 2009. Orientasi Gaya Hidup Konsumtif Remaja Kota bengkulu terhadap Niat Beli Produk Distro. Skripsi, tidak diterbitkan. Bengkulu : Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu

Setiadi, J. N. 2003. Perilaku Konsumen : Konsep Implikasi Untuk Strategi danPenelitian masaran. Jakarta : Prenada Media

 

Siegel, S. 1997. Statistik non-parametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta:Gramedia

 

Simamora, B. 2002. Aura Merek : 7 Langkah Membangun Merek yang Kuat. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama

 

Sirgy, M. 1982. Self Concept in Consumer Behaviour : A Critical Review. Journal of Consumer Research, 9

 

Solomon, M. R. 1996. Consumer Behavior. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

 

Sun, B., & Morwitz, V. G. 2008. Stated Intentions and Purchase Behavior: A Unified Model. Forthcoming IJRM, 27

 

 

Susianto.1993. Jurnal Psikologi dan Masyarakat. Jakarta : Gramedia Widiasarana

 

Suryani, T. 2006. Perilaku Konsumen : Implikasi pada Strategi Pemasaran. Jakarta : Graha Ilmu

 

Suwarman, U. 2002. Perilaku Konsumen. Bogor  : Ghalia Indonesia

Tirtiroglu, E.,&Elbeck, M. 2008. Qualifying Purchase Intentions Using Queueing Theory.Journal of Applied Quantitative Methods, 3(8), Summer 2008

 

Tom, G., Garibaldi, B., Zeng, Y., &Pilcher, J. 1998. Consumer Demand for Counterfeit Goods. Journal Psychology & Marketing, 15(5), 405-21

 

 

 

 

 


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya