Artikel 4

,00 0000 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 407 kali

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN HUBUNGAN INTERPERSONAL PADA REMAJA

 

Dwi Sarwindah S & Aisyah Tri Milani

Fakultas Psikologi Untag Surabaya

 

Abstrak

 

Remaja merupakan masa transisi atau masa peralihandari masa kanak – kanak menuju kedewasaan. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak – anak banyak mengalami perubahan secara psikis dan fisiknya. berpengaruh terhadap penerimaan diri remaja terhadap orang lain begitu pula sebaliknya. Sampel dalam penelitian ini akan diperoleh dengan metode purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan subyek didasarkan atas ciri – ciri dan sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan dengan ciri dan sifat populasi yang diketahui sebelumnya. Subyek penelitian diharapkan sebanyak 100 responden.Penelitian ini terdapa t dua macam skala yaitu skala keharmonisan keluarga dan skala hubungan interpersonal. Hasil perhitungan analisis product moment diperoleh hasil rxy sebesar 0,430 pada taraf signifikansi (p) 0,00 p < 0,01 (Sangat Signifikan). Hal ini berarti variabel bebas (X) Keharmonisan Keluarga mempunyai hubungan dengan variabel terikat (Y) Atraksi Interpersonal. Koefisien determinasi (r2) = 0,185 dengan demikian sumbangan efektif variabel X terhadap Y sebesar 0,185 x 100 = 18,5 % artinya  variabel X mempengaruhi variabel Y sebesar 18,5% sehingga masih ada variabel lain yang mempengaruhi variabel Y sebesar 81,5%.

 

Kata Kunci: Keharmonisan keluarga, hubungan interpersonal.

 

 

Pendahuluan

Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihandari masa kanak – kanak menuju kedewasaan. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak – anak banyak mengalami perubahan secara psikis dan fisiknya. Mendukung pernyataan tersebut, Santrock (2003) mengatakan bahwa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Pada masa remaja di tuntut untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Salah satu indikasi bahwa remaja sebagai makhluk sosial adalah perilaku komunikasi antar manusia, komunikasi sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari – hari, hal ini semakin menegaskan bahwa remaja senantiasa berinteraksi dengan orang lain. Hubungan remaja dengan teman sebaya dan hubungan remaja dengan orang tua atau anggota keluarga lain dapat dianggap sebagai suatu sistem atau jaringan yang berinteraksi. Hubungan yang dibina atas dasar hal – hal kecil mengharmoniskan dengan keluarga, mengakrabkan persahabatan, yang terbit dari kata hati yang tulus ikhlas, dan bersikap positif dalam berkomunikasi, salah satu indikator dari hubungan interpersonal. Seorang remaja dikatakan mempunyai hubungan interpersonal, apabila remaja tersebut menunjukkan kesukaan terhadap orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang, dengan kata lain seorang remaja tertarik kepada siapa atau seorang remaja menghindari siapa. Makin tertarik remaja dengan seseorang, makin besar kecenderungan remaja berkomunikasi dengan orang lain. Kesediaan seorang remaja untuk berbagi aspek – aspek yang unik dari diri kepada orang lain juga menjadi bagiannya. Seringkali remaja lebih menyukai bahkan memilih seseorang yang mempunyai sikap sama atau tidak jauh berbeda, atau sebaliknya remaja ingin memiliki sikap yang sama dengan orang yang remaja sukai.

Perilaku yang muncul pada diri remaja sangat dipengaruhi oleh kondisi dalam lingkungan keluarganya. Komunikasi yang memburuk, hubungan dengan keluarga yang kurang begitu harmonis sedikit banyak akan mempengaruhi remaja. Lemahnya ketertarikan ini bisa berdampak pada pengabaian sosial termasuk pengabaian afektif (Affective Disregard). Sehingga yang terjadi remaja seringkali memberi penilaian negatif terhadap orang lain. Masa remaja seperti yang dikatakan oleh Ericksonbahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Masa remaja ditandai dengan pergolakan internal untuk menemukan identitas dirinya berkaitan dengan eksistensi hidupnya. Pengaruh kurangnya keharmonisan keluarga menjadi faktor negatif dalam penemuan identitas yang sehat. Sehingga remaja cenderung mengalami fase kebingungan identitas. Penarikan diri dari lingkungan sosial seringkali menjadi jalan keluar bahkan bersikap negatif atau melakukan penolakan terhadap orang lain.

Pada dasarnya sistem keluarga ada dalam perangkat sistem yang lebih besar yaitu lingkungan tetangga, komunitas dan masyarakat yang lebih luas lagi, namun lingkungan tempat tinggal dan sub kultur seorang remaja juga mempunyai pengaruh besar terhadap pengalamannya mengenai pendapat terhadap orang lain, kepercayaan dan nilai – nilai serta kebebasan yang diberikan orang tuanya menurut Verasari (dalam Puspitasari, 2007). Tidak semua orang mempunyai penyesuaian yang baik pada lingkungan, terutama jika seseorang berada pada lingkungan baru dan menjalani peran baru terlebih jika seseorang tersebut mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan sehingga menyebabkan remaja menarik diri dari lingkungan sosial. Proses sosialisasi individu terjadi pada tiga lingkungan utama, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kehadirannya di sekolah merupakan perluasan lingkungan sosial pertama dalam proses sosialisasi dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang sangat menantang atau bahkan mencemaskan diri remaja. Hal ini berkaitan dengan kemampuan remaja untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Lingkungan sosial utama setiap individu adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memberikan pengaruh besar terhadap persepsi seorang remaja terhadap lingkungan sosial lainnya. Membentuk suatu keluarga yang harmonis, bahagia dan tentram untuk selamanya menjadi idaman bagi setiap pasangan. Mencapai harapan tersebut pasangan suami istri tentunya tidak hanya saling percaya, saling pengertian, saling memberi dan menerima tetapi juga harus menunjukkan komunikasi yang saling terbuka. Menurut Maramis hubungan ideal dalam perkawinan adalah adanya perasaan kebersatuan, perasaan saling memiliki, mampu berbagi dalam segala hal, bersama – sama berpartisipasi dalam mencapai segala sesuatu yang menjadi tujuan perkawinan (Puspitasari, 2007). Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan remaja yang merupakan tempat pertama dan utama bagi remaja untuk diasuh sebagai pribadi oleh orang tua. Orang tua dan keluarga sebagai lingkungan primer membentuk karakteristik dan perkembangan dasar yang dijadikan modal utama dalam perkembangan tingkat lanjut (Ahmadi, 2007).

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah: Ada hubungan antara keharmonisan keluarga dengan hubungan interpersonal pada remaja. Remaja yang berada dalam keluarga yang harmonis lebih mampu melakukan hubungan interpersonal.

            Keharmonisan keluarga adalah situasi dan kondisi dalam keluarga dimana di dalamnya tercipta kehidupan beragama yang kuat, suasana yang hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya sehingga memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang.

Agar tercipta keluarga yang harmonis ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, faktor – faktor tersebut antara lain; Berbagi visi dan cita-cita, saling percaya, saling menghargai, mudah memaafkan, keterbukaan, bersahabat dalam suka dan duka, menerima kekurangan pasangan hidup, bersikap murah hati dalam kemesraan, ciptakan kejutan bagi pasangan, ciptakan bulan madu kedua, jangan sepelekan janji.  (http://baitijannati.wordpress.com/2009/05/01/kiat-kiat-menjaga-keharmonisan-rumah tangga/)

Komunikasi yang terjalin baik dalam keluarga, akan sangat berpengaruh terhadap sikap anggota keluarga terhadap orang lain. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan remaja, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada remaja. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku remaja terhadap orang lain dalam masyarakat.

Menurut Barlund, dengan mengetahui siapa tertarik kepada siapa atau siapa menghindari siapa, akan dapat meramalkan arus komunikasi interpersonal yang terjadi. Makin tertarik seseorang kepada orang lain, makin besar kecenderungannya untuk menjalin komunikasi. Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang, disebut sebagai hubungan interpersonal (dalam Rakhmat, 2009).

Hubungan interpersonal atau kesukaan pada orang lain, sikap positif, dan daya tarik seseorang, pada diri remaja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal antara lain: (a) Kesamaan karakteristik personal ditandai dengan kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat/status sosisal ekonomi, agama, ideologi, dan lain-lain. (b) Orang yang berada di bawah tekanan emosional, stres, bingung, cemas dan lain-lain akan menginginkan kehadiran orang lain untuk membantunya, sehingga kecenderungan untuk menyukai orang lain semakin besar. (c) Orang yang rendah diri cenderung mudah untuk menyuaki orang lain. Orang yang merasa penampilan dirinya kurang menarik akan mudah menerima persahabatan dari orang lain. (d) Sebagai makhluk sosial, manusia mungkin tahan untuk hidup terasing selama beberapa waktu, namun tidak untuk waktu yang lama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat isolasi sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesukaan kita pada orang lain.

Sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi seorang remaja untuk hubungan interpersonal adalah: (a) Dayatarik fisik (Physical attractiveness). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama hubungan interpersonal. Seseorang yang berpenampilan cantik menarik biasanya lebih mudah mendapat perhatian dan simpati orang. (b) Ganjaran (Reward). Pada umumnya seseorang akan menyukai orang yang memberikan ganjaran pada dirinya. Ganjaran bisa berupa bantuan, dorongan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita. (c) Familiarity. Seseorang atau hal-hal yang sudah dikenal dan akrab biasanya lebih disukai daripada hal-hal atau orang yang masih asing. (d) Kedekatan (Proximity). Erat kaitannya dengan familiarity adalah kedekatan. Hubungan dengan orang lain tergantung seberapa dekat dengan orang tersebut. Sebagai contoh, sejumlah kasus menunjukkan bahwa orang lebih menyukai orang lain berdekatan tempat tinggal dengannya. (e) Kemampuan (Competence). Terdapat kecenderungan bahwa seseorang lebih menyukai orang lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi atau lebih berhasil dalam kehidupannya daripada dirinya.

Jadi seorang remaja yang berada dalam keluarga yang harmonis lebih mudah untuk melakukan hubungan interpersonal. Dukungan dari keluarga pada diri remaja sangat berpengaruh terhadap penerimaan diri remaja terhadap orang lain begitu pula sebaliknya.

 

Metode Penelitian

          Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

Variabel bebas (X) keharmonisan keluarga. Variabel tergantung (Y) hubungan interpersonal

Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah:

Keharmonisan keluarga : Yang dimaksud dengan keharmonisan keluarga adalah situasi dan kondisi dalam keluarga dimana di dalamnya tercipta kehidupan beragama yang kuat, suasana yang hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya sehingga memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang. Keharmonisan keluarga akan diungkap dengan menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti berdasarkan indikator – indikator sebagai berikut: persamaan visi dan misi, sering terlihat bersama – sama, hampir tidak pernah ada perselisihan.

Hubungan interpersonal ; Apabila seseorang mempunyai kemampuan untuk membina hubungan secara efektif dengan orang lain, bersikap positif, menunjukkan kesukaanya kepada orang lain dan juga daya tarik seseorang, dengan cara memahami hal – hal apa saja yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Pada saat menyukai seseorang, akan cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengannya, positif. Sebaliknya, kalau tidak menyukai, akan melihat segalanya secara negatif, orang yang memiliki daya tarik bagi orang lain akan mempermudah pendapat dan sikapnya diterima  demikian pula sebaliknya. Hubungan interpersonal akan diungkap dengan skala yang dibuat oleh peneliti berdasarkan indikator – indikator antara lain: membuka pintu komunikasi, sopan dan ramah dalam berkomunikasi, tidak sungkan meminta maaf pada saat merasa bersalah, cepat dan tanggap, penuh perhatian, bertindak jujur dan adil.

Sampel dalam penelitian ini akan diperoleh dengan metode purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan subyek didasarkan atas ciri – ciri dan sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan dengan ciri dan sifat populasi yang diketahui sebelumnya. Pengambilan sampel berdasarkan purposive sampling ditujukan pada subyek yang mempunyai ciri – ciri, serta secara kuota sampling pemilihan sekelompok subyek yang didasarkan atas ciri – ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono, 2011). Ciri – ciri tersebut antara lain: a) Remaja usia 13 – 16 tahun, b) yang masih mempunyai kedua orang tua (ayah dan ibu), c) laki – laki dan perempuan. Subyek penelitian diharapkan sebanyak 100 responden.

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2006). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain (Nazir, 2006). Metode observasi ini berguna untuk menunjang data yang diperoleh melalui angket. Angket (kuesioner) adalah alat ukur yang terdiri dari serangkaian pernyataan yang diisi oleh responden sendiri. Angket ini menggunakan tipe pilihan (multiple choice). Penggunaan metode angket ini didasarkan pada pendapat Hadi (2000) bahwa: 1. Subyek adalah orang yang paling mengetahui dirinya; 2. Hal yang dinyatakan subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya; 3. Interpretasi subyek tentang pernyataan yang diajukan adalah sama dengan yang dimaksud peneliti. Penelitian ini terdapat dua macam skala yaitu skala keharmonisan keluarga dan skala hubungan interpersonal.

Skala keharmonisan keluarga ini digunakan untuk mengungkap keserasian dan keselarasan dalam keluarga menurut remaja. Skala ini disusun berdasarkan definisi operasional yang terdiri dari tiga indikator yaitu: persamaan visi dan misi, sering terlihat bersama – sama, hampir tidak pernah ada perselisihan. Skala hubungan interpersonal ini digunakan untuk mengungkap dorongan dan keinginan remaja untuk bersikap positif terhadap orang lain, yang disusun berdasarkan definisi operasional, dimana skala terdiri dari: membuka pintu komunikasi, sopan dan ramah dalam berkomunikasi, tidak sungkan meminta maaf pada saat merasa bersalah, cepat dan tanggap, penuh perhatian, bertindak jujur dan adil.

Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content validity yang ditentukan melalui pendapat profesional (professional judgment). Selain menggunakan validitas isi, untuk menguji validitas (kesahihan) alat ukur juga dilakukan dengan mengkorelasikan butir skor total dengan menggunakan teknik korelasi Momen Tangkar Pearson.

Untuk menentukan kesahihan butir, digunakan ketentuan berkore-lasi positif dan taraf signifikansi 5%, artinya suatu butir alat ukur dinyatakan sahih, jika koefisien korelasi positif taraf signifikansi yang diperoleh lebih besar atau sama dengan angka batas penerimaan dan penolakan pada taraf signifikansi 5% (Hadi, 2000).

Untuk melakukan uji keandalan alat ukur digunakan teknik Hoyt (Hadi, 2000) karena teknik ini mempunyai keluwesan yang tinggi dan aitem-aitem yang disusun mengukur hal yang sama (univocal) dan untuk menentukan keandalan suatu alat ukur digunakan taraf signifikansi 5% artinya suatu alat ukur dinyatakan andal apabila taraf signifikansi (p) dari keandalan (rtt) yang diperoleh lebih kecil atau sama dengan 5%.

 

Hasil Penelitian

Suatu alat ukur dikatakan valid, apabila alat ukur tersebut cukup akurat, stabil atau konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur (Nazir, 2006). Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan suatu pendapat, baik pendapat sendiri maupun pendapat orang lain tentang representatif tidaknya isi yang akan diuji (Nazir, 2006).

Selain menggunakan validitas isi, untuk menguji kesahihan alat ukur juga digunakan indeks diskriminasi item dengan tujuan untuk mengetahui item mana yang mempunyai daya beda yang benar – benar telah mengungkap atribut yang ingin diteliti. Indeks diskriminasi item dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson,

            Analisis korelasi tersebut yang dikorelasikan adalah skor item dan skor total, yang di dalam skor total tersebut termasuk skor item maka akan terjadi bobot atau over estimate, sehingga perlu dikoreksi dengan menggunakan teknik korelasi bagian total (the corelation of parts with whole) Hadi (2000),

Analisis kesahihan item terhadap 32 item keharmonisan keluarga, diperoleh 29 item sahih dan 3 item gugur dengan koefisien validitas item sahih, rbt bergerak dari 0,196 hingga 0,579 dengan taraf signifikansi p bergerak dari 0,023 - 0,00 (p < 0,05) , sedangkan analisis kesahihan item terhadap 42 item hubungan interpersonal diperoleh 38 item sahih dan 4 item gugur dengan koefisien validitas item sahih, rbt bergerak dari 0,212 hingga 0,638 dengan taraf signifikansi p bergerak dari 0,016 – 0,00 (p < 0,05).

Perhitungan uji validitas dalam penelitian ini menggunakan komputer program analisis item Seri Program statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih Versi IBM/ IN 1999.

Reliabilitas (keandalan) menunjukkan pada pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik dan tetap konsisten bila pengukurann itu diulang kembali dengan menggu-nakan alat yang sama (Hadi, 2000).

Suatu alat ukur disebut memiliki realibilitas tinggi atau dapat dipercaya jika alat ukur tersebut mantab, stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability) serta tidak berubah – ubah pengukurannya. Apabila penggunaan alat ukur tersebut berkali – kali dan memberikan hasil yang sama atau serupa. Pengujian terhadap reliabilitas alat ikur dilakukan dengan menggunakan analis varians dari Hoyt (Hadi, 2000) karena tidak ada syarat apa pun, rumus Teknik Hoyt

Suatu alat ukur dinyatakan reliabel (ajeg) jika p (taraf signifikansi) lebih kecil atau sama dengan 5% (Hadi, 2000). Analisis keandalan terhadap skala keharmonisan keluarga diperoleh koefisien keandalan, rtt sebesar 0,840 dengan p = 0,000 (p?0,01) yang menandakan skala tersebut andal.

Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Product Moment

Sebelum melakukan analisis data dengan Product Moment, maka harus dipenuhi uji prasyarat analis yaitu:

Uji Normalitas Sebaran

Uji ini bertujuan untuk mengetahui kenormalan distribusi sebaran skor ubahan. Uji normalitas sebaran ini menggnakan teknik Kai Kuadrat (Hadi, 2000). Kai Kuadrat digunakan untuk melakukan penelitian probabilitas perbedaan frekuensi dalam sampel dari frekuensi dalam populasi sebagai akibat dari kesalahan sampling

Hasil uji normalitas sebaran ini dilakukan terhadap variabel Hubungan interpersonal (Y) diperoleh hasil koefisien Kai Kuadrat sebesar 5,608 dengan derajat kebebasan (db)= 2 dan tarif signifikansi (p) = 0,0061 Oleh karena p? 0,05 maka dengan demikian ubahan perilaku prososial pada remaja mempunyai sebaran Normal.

Uji Linieritas HubunganUji linieritas hubungan ini dilakukan untuk mengetahui linieritas hubungan antara regresi linier dengan regresi kuadratik. Hasil perbandingan ini ditujukan dalam nilai Fbeda (Hadi, 2000).

Uji linieritas terhadap data penelitian Keharmonisan Keluarga (X) diperoleh Fbeda ke2 - Ke1 sebesar 0,080 dengan p= 0,775 (p?0,05) yang menunjukkan bahwa hubungan data – data variasbel yang diuji mengikuti bentuk linier.

Analisa korelasi product moment ini dilakukan menguji hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Hasil perhitungan analisis product moment diperoleh hasil rxy sebesar 0,430 pada taraf signifikansi (p) 0,00 p < 0,01 (Sangat Signifikan). Hal ini berarti variabel bebas (X) Keharmonisan Keluarga mempunyai hubungan dengan variabel terikat (Y) Atraksi Interpersonal. Koefisien determinasi (r2) = 0,185 dengan demikian sumbangan efektif variabel X terhadap Y sebesar 0,185 x 100 = 18,5 % artinya  variabel X mempengaruhi variabel Y sebesar 18,5% sehingga masih ada variabel lain yang mempengaruhi variabel Y sebesar 81,5%. Berdasarkan uji perbandingan antara rerata empiris dan rerata hipotesis dengan menggunakan uji Z kelompok tunggal didapatkan hasil bahwa, pada ubahan (X) Keharmonisan keluarga antara rerata empiris diperoleh uji Z = - 13,880 pada taraf signifikansi (p) = 0,000 (p>0,01). Hal ini berarti Rerata hipotesis dengan Rerata empiris pada variabel tersebut signifikan/ terdapat perbedaan. Rerata Hipotesis (87,00) secara statistik lebih rendah jika dibandingkan dengan Rerata Empiris (104,730) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas Keharmonisan keluarga pada kelompok ini berada pada kategori Tinggi. Ubahan (Y) Atraksi interpersonal, antara Rerata Hipotesis dengan Rerata empiris diperoleh hasil Uji Z = 16,550 pada taraf signifikansi (p) = 0,000 (p<0,01) hal ini berarti bahwa Rerata Hipotesis dengan Rerata empiris pada variabel tersebut Sangat Signifikan/ terdapat perbedaan, Rerata Hipotesis (114,000) secara statistik lebih rendah jika dibandingkan dengan rerata empiris (149,850) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intensitas variabel Atraksi Interpersonal pada kelompok ini berada pada kategori tinggi.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis terbukti yaitu ada hubungan antara keharmonisan keluarga dengan tingkah laku atraksi interpersonal. Hal tersebut memper-kuat pendapat dari Verasari (dalam, puspitasari 2007) pada dasarnya sistem keluarga ada dalam perangkat sistem yang lebih besar yaitu lingkungan tetangga, komunitas dan masyarakat yang lebih luas lagi, namun lingkungan tempat tinggal dan sub kultur seorang remaja juga mempunyai pengaruh besar terhadap pengalaman mengenai pendapat terhadap orang lain, kepercayaan dan nilai – nilai serta kebebasan yang diberikan orang tuanya, karena tidak semua remaja mempunyai penyesuaian yang baik hal tersebut tergantung pada lingkungan keluarga pada khususnya dan lingkungan sekitar pada umumnya. Pada hakekatnya keluargalah wadah pembentukan masing – masing anggotanya, terutama  remaja yang masih berada dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tua, selain sebagai pembentukan karakter masing – masing anggota terutama remaja, peranan terpenting dalam keluarga adalah memenuhi kebutuhan remaja, baik kebutuhan fisik maupun psikis. Dalam suatu keluarga yang harmonis tentunya terdapat komunikasi yang baik, antar orang tua yaitu suami dengan istri begitu juga orang tua dengan anaknya. Komunikasi yang baik dapat tercipta apabila pesan dan kesan dapat tersampaikan secara positif serta adanya hubungan timbal balik pada proses komunikasi tersebut. Komunikasi yang terjalin kurang efektif dalam suatu keluarga, akan memicu suatu masalah komunikasi di keluarga, tak lepas dari peran orangtua yang dominan, kualitas komunikasi remaja sangat dipengaruhi oleh sejauh mana orangtua berkomunikasi kepadanya, sehingga persepsi seorang remaja pada individu lain yang berada di lingkungan sosialnya sedikit banyak akan ikut terpengaruhi. Menurut Hurlock, remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya. Maka semakin harmonis suatu keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku sosial remaja, sehingga makin tertarik remaja dengan orang lain maka semakin besar kecenderungan remaja untuk berkomunikasi dengan orang lain, menurut Barlund (2009).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data dengan teknik statistik Product moment dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara keharmonisan keluarga dengan tingkah laku atraksi interpersonal pada remaja. Semakin tinggi keharmonisan keluarga maka akan semakin tinggi tingkah laku atraksi interpersonalnya. Ini berarti hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara keharmonisan keluarga dengan tingkah laku atraksi interpersonal diterima.

Saran: Bagi Remaja. Alangkah lebih baiknya apabila seorang remaja mau untuk bersikap terbuka dengan siapapun dan mempertahankan sikap keterbukaannya tersebut, terlebih dalam lingkungan keluarganya. Menerima setiap kondisi yang ada dengan tetap yakin akan kemampuan diri sendiri.

Bagi Orang tua

Bersikap terbuka dengan menjalin komunikasi yang baik dengan memberikan contoh pada saat di rumah dan mengarahkan serta memberi dukungan penuh sehingga seorang remaja akan menjadi terbiasa dan mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Bagi Peneliti lain  apabila ingin melanjutkan penelitian dengan topik yang sama, hendaknya dapat menggunakan variabel lain yang kemungkinan juga mempengaruhi tingkah laku atraksi interpersonal, seperti konsep diri, self eteem, penerimaan diri dan lain – lain.

 

 

Daftar Pustaka

Agustina, Hellya. 2008. Perbedaan Perilaku Egosentrisme Antara Siswa SMA Standar Internasional Dengan Sisiwa SMA Regular. Skripsi Sarjana Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945. Tidak Diterbitkan

Azwar, S. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hadi, S. 2000. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Pustaka Offset.

Hadi, S. 2000. Seri Program Satistik, Manual. Yogyakarta : Fak. Psikologi Universitas Gadjah Mada

Hurlock, E. 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga

Nazir, M. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

Octavanti, Devita. T. 2010. Perbedaan Kemampuan Bersosialisasi antara Siswa SMA yang Mengikuti Program Reguler dengan yang Mengikuti Program Akselerasi. Skripsi Sarjana Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945. Tidak Diterbitkan

Rakhmat Jalaludin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Puspitasari, Devi. 2009. Hubungan Antara Sikap terhadap Situs Porno dengan Perilaku Seks Bebas pada Pengguna Internet. Skripsi Sarjana Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945. Tidak Diterbitkan

Santrock, J. W. 2006. Adolescence Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga

Singarimbun, Masri. 1995. Metodologi Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES

Suranto Aw. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu

Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali

Wicaksono, G. T. 2008. Pengaruh Kemampuan dalam Membina Hubungan dengan Orang Lain terhadap Kinerja Karyawan di Klinik Kesehatan dan Apotik Adhitia Palembang. Tesis Magister Profesi Fakultas psikologi, Universitas 17 Agustus 1945. Tidak Diterbitkan

http://www.anneahira.com/keluarga-harmonis.htm

http://baitijannati.wordpress.com/2009/05/01/kiat-kiat-menjaga-keharmonisan-rumah-tangga/

http://www.psikomedia.com/article/view/Psikologi-Keluarga/2076/Definisi-Keharmonisan/

http://respository.usu.ac.id/bitstream/1234 56789/30842/Definisi-Keharmonisan

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/4/Chapter%20I.pdf

 

 


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya