Artikel 5
,00 0000 - 00:00:00 WIBDibaca: 403 kali
Pengaruh Media Flashcard Terhadap Kemampuan Membaca
Pada Siswa Kelas 1 SD
Niken Dwi Mustikasari
Program Studi Magister Psikologi Profesi
Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstrak
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar dan mengajar dapat membangkitkan keingintahuan serta motivasi belajar bagi siswa. Flashcard adalah permainan kartu yang dilakukan dengan cara menunjukkan gambar secara cepat untuk memicu otak anak agar dapat menerima informasi yang ada dihadapan mereka, dan sangat efektif untuk membantu anak belajar membaca, mengenal angka, mengenal huruf diusia dini. Untuk melihat pengaruh dari media Flashcard terhadap kemampuan membaca pada siswa kelas 1 SD, maka digunakan penelitian eksperimen semu dengan pretest – posttest design dimana terdapat dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana kelompok eksperiment adalah kelompok yang mendapatkan pretest, perlakuan, dan posttest sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang mendapatkan pretest dan posttest saja. Penentuan kedua kelompok tersebut dilakukan dengan teknik non probability sampling. Hasil dari uji anova, terlihat bahwa antar kelompok memiliki perbedaan, hal ini terlihat dari F = 5,014 dengan taraf Sig/p = 0,004 (p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antar kelompok yang diperbandingkan. Apabila dicermati satu persatu berdasarkan Post Hoc Tests, diketahui bahwa antara post test/setelah perlakuan pada kelompok eksperimen (2), dengan tes kedua/post test pada kelompok control, ditemukan ada perbedaan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya metode flashcard memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan membaca (efektif meningkatkan kemampuan membaca) pada siswa kelas 1SD.
Kata Kunci: Media Flashcard dan Kemampuan Membaca
Pendahuluan
Membaca merupakan bagian yang penting dalam proses pendidikan. Membaca merupakan cara yang efektif dimana seseorang mendapatkan infor-masi dan belajar ilmu pengetahuan. Tidak dapat dibayangkan proses pembe-lajaran dan pendidikan tanpa membaca. Proses pembelajaran membaca secara formal diawali pada saat anak duduk dibangku TK atau PAUD, di dalamnya dikenalkan huruf-huruf dan penyusunan satu kata sederhana. Anak sangat mem-butuhkan bacaan, sebab dengan mem-baca imajinasi anak akan dirangsang untuk menggambarkan sesuatu seperti bentuk, warna, perasaan senang atau sedih.
Membaca merupakan jembatan bagi anak menuju proses memahami dan mengerti, dimana dengan membaca anak tahu banyak hal sebagai salah satu ciri anak cerdas. Misalnya, membaca sebuah cerita akan menumbuhkan kemampuan mendengar dan mengingat. Pengalaman yang timbul setelah membaca akan menghubungkan milyaran sel otak anak untuk mematangkan syaraf otaknya.
Dewasa ini kemampuan memba-ca siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) memiliki kecen-derungan rendah. Rendahnya kemam-puan membaca siswa SD/MI ditengarai karena lemahnya pembelajaran Bahasa Indonesia, khusus pembelajaran memba-ca. Berdasarkan riset yang dikeluarkan oleh Progress in Inter-national Reading Literacy Study, memperlihatkan minat membaca siswa Sekolah Dasar di Indonesia termasuk kategori rendah. Studi PIRLS tahun 2006 memper-lihatkan posisi Indonesia pada posisi 41 dari 45 negara (duniajogja, 2012).
Suparman (dalam Fitriyani, 2002) menyebutkan dalam penelitiannya menemukan bahwa dari 85 sekolah sampel yang terbesar dari lima propinsi baru 35% yang dapat mencapai kriteria kemampuan membaca yang diharapkan.
Selain itu, Jiono (1992) menemukan bahwa nilai rata – rata kemampuan membaca siswa sebesar 23,8 dari nilai maksimum 66. Nilai rata – rata tersebut baru kira – kira 35% dari nilai maksimum. Fitriyani juga menyebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh The International Association of Educational Achievement ( IEA ) di 27 negara menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia termasuk dalam kategori rendah.
Banyak faktor yang mempe-ngaruhi kemampuan membaca pada siswa, secara umum terdapat dua faktor yang mempangaruhi tinggi rendahnya minat baca siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa seperti pambawaan, dan kebiasaan, sedang faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa atau faktor lingkungan baik dari keluarga maupun lingkungan sekolah. Harjanto (2011) menyebutkan ada banyak hambatan yang harus dihadapi dalam mengembangkan kegiatan membaca, faktor penghambat ini dapat berasal dari dalam lingkungan keluarga sendiri atau dari lingkungan luar.
Somadayo (2011) menyebutkan banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam membaca, diantaranya adalah guru, siswa, kondisi lingkungan, materi pelajaran, serta tek-nik pengajaran membaca. Teknik penga-jaran seperti yang disebutkan menjadi tujuan penelitian ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyampaian materi yang bagus akan lebih mudah diserap oleh siswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyampaian materi yang bagus akan lebih mudah diserap oleh siswa. Teknik pengajaran disini berkaitan dengan penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam meng-ajar.
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar dan mengajar dapat membangkitkan keingintahuan serta motivasi belajar bagi siswa. Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa. Media pembelajran dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan, Murtiani ( 2012 )
Fakta sampai saat ini masih ada SD yang belum memanfaatkan media pembelajaran sebagai sarana penyam-paian materi kepada siswa terutama yang berkaitan tentang kemampuan membaca, padahal sudah banyak metode atau media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa. Pembelajaran masih bersifat monoton yang berorientasi pada guru sehingga siswa tidak jarang merasa jenuh, dimana hal tersebut juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran, tidak terkecuali pembe-lajaran membaca.
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar dan mengajar dapat membangkitkan keingintahuan serta motivasi belajar bagi siswa. Faktanya sampai saat ini masih ada SD yang belum memanfaatkan media pembe-lajaran sebagai sarana penyampaian materi kepada siswa terutama yang berkaitan tentang kemampuan membaca, padahal sudah banyak metode atau media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.
Fakta sampai saat ini masih ada SD yang belum memanfaatkan media pembelajaran sebagai sarana penyam-paian materi kepada siswa terutama yang berkaitan tentang kemampuan membaca, padahal sudah banyak metode atau media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa. Pembelajaran masih bersifat monoton yang berorientasi pada guru sehingga siswa tidak jarang merasa jenuh, dimana hal tersebut juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran, tidak terkecuali pembe-lajaran membaca
Hasil observasi yang dilakukan penulis pada SDN Nawangan 3 Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan, diketahui bahwa pada pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas 1 khususnya dari KD : membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal yang tepat, pada indikator mengenali huruf dan membacanya sebagai suku kata dan kalimat sederhana masih banyak siswa yang mempunyai nilai dibawah nilai ketuntasan minimal yaitu 65. Jumlah keseluruhan siswa yaitu 33 anak, 3 diantaranya sudah mampu membaca dengan lancar, 1 anak tidak dapat mem-baca dikarenakan berkebutuhan khusus yaitu mengalami tuna rungu dan wicara, sedangkan sisanya hanya membaca dengan mengeja satu per satu huruf, akibatnya akan berdampak pada proses belajar mengajar pada kelas – kelas beri-kutnya apabila hal tersebut dibiarkan.
Masih adanya beberapa siswa pada kelas atas (kelas 2 sampai dengan kelas 6), bahkan tidak jarang lulus SD dengan kemampuan membaca yang minim merupakan contoh dari dampak tersebut. Banyak factor yang mempe-ngaruhi rendah kemampuan membaca pada siswa kelas 1 di SD Nawangan III, diantaranya orang yaitu siswa, atau tinggal dengan orang tua yang buta huruf, sehingga orang tua kurang mem-perhatikan kondisibanaknya di sekolah, selain itu, proses belajar mengajar yang kurang menarik membuat siswa mudah merasakan bosan.
Dalam pelaksanaannya guru sebagai pusat pembelajaran dimana guru hanya memberikan contoh membaca yang kemudian ditirukan oleh siswa, yang dalam hal ini dimungkinkan siswa hanya menghafal apa yang telah diucapkan oleh guru dan bukan tidak mungkin siswa tidak memahami tulisan yang ada, sehingga terkesan guru tidak memberi kesempatan siswa untuk berlatih membaca. Abidin (2012) menyebutkan bahwa pembelajaran bu-kanlah proses yang didominasi oleh guru. Pembelajaran adalah proses yang secara kreatif menurut siswa melakukan sejumlah kegiatan sehingga siswa benar-benar membangun pengetahuannya secara mandiri dan berkembang pula kreativitasnya. Pembelajaran yang didominasi kerja guru adalah sebuah proses pemancungan terhadap segala potensi yang dimiliki siswa.
Membaca menurut Flesh (dalam Fitriyati, 2002) dapat diartikan sebagai proses memperoleh pengertian dari kombinasi huruf-huruf tertentu. Pada saat anak belajar struktur kata mereka memperoleh ciri-ciri khas huruf secara terpisah dan cara-cara huruf-huruf tersebut dikombinasikan dalam berma-cam kata, kemudian timbul pengertian bahwa setiap huruf memiliki satu atau lebih bunyi ujaran dan bunyi kata secara keseluruhan dibentuk berdasarkan rang-kaian bunyi huruf-huruf.
Menurut penelitian yang dila-kukan oleh Susan L, dkk dalam Journal learning Disabilities & Practice (dalam Olivia &Ariani, 2009) menyebutkan ada beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak pra sekolah saat belajar membaca, yaitu: pengetahuan alphabet (alphabetic numeric), kesadaran bunyi (phonological awareness), keterampilan memberi nama dengan cepat (rapid naming skills).Savitri (dalam Fitriyani, 2002) menentukan empat aspek dalam tes kemampuan membaca awal yang dibuatnya.
Aspek-aspek tersebut melibat-kan kemampuan aktif reseptif bahasa yaitu : Identitas fonem, menekankan pada auditori discrimination yaitu kemampuan membedakan bunyi antara dua kata dari beberapa kata yang disajiakan. Aspek korespondensi huruf-huruf. Membaca mengeja. Butir 2 dan 3 melibatkan proses decoding berupa proses menghubungkan huruf dengan kata-kata atau ide-ide.
Proses ini digolongkan dalam area asosiasi symbol bahasa visual dan kemampuan aktif-reseptif. Keduanya melibatkan kemampuan diskriminasi auditori dan visual yaitu kemampuan untuk mendengarkan perbedaan antara bunyi huruf dan melihat perbedaan antar bentuk huruf.
Mengenal pola aspek, aspek ini tidak menuntut kecakapan auditori tetapi lebih berkaitan dengan kemampuan melihat bagian kata dalam kata atau memasang-kan bagian kata dengan kemampuan melihat perbedaan visual antar bagian kata.
Olivia & Ariani (2009) menye-butkan bahwa kesulitan membaca pada anak secara umum bersumber pada beberapa hal antara lain kejenuhan, keterbatasan daya ingat (memori), serta lemahnya konsentrasi anak. Kejenuhan terjadi karena mungkin dalam aktivitas belajar membaca yang dihadapi anak hanyalah huruf, huruf dan huruf. Apa yang dialami oleh anak sangat mungkin karena otak mereka mengalami kele-lahan dalam menerima materi. Membaca merupakan hal yang menuntut kete-kunan sehingga kerap kali hal ini terkesan membosankan bagi anak, dalam hal ini guru dituntut mencari cara untuk mengantisipasi kebosanan tersebut.
Bermain dan belajar mungkin bisa menjadi alternatif pilihan dimana pasa masa kelas 1 SD merupakan peralihan dari usia TK. Chusna (2012) menyebutkan bahwa permainan anak bisa memberikan nilai pendidikan yang tinggi jika guru mampu mengatur dan mengarahkan permainan tersebut menjadi pendidikan, karena proses perkembangan anak tidak bisa sempurna hanya dengan kebetulan, pengalaman sendiri yang dialami anak, atau kondisi -kondisi yang tidak teratur. Fischer (2004) berpendapat bahwa dalam suasana yang santai dan menyenangkan orang dapat belajar dengan lebih baik dan sungguh-sungguh.
Sebenarnya banyak media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak seperti media Flashcard. Flashcard merupakan suatu media untuk mengajarkan anak membaca dengan mengenal huruf berwarna, dalam pelaksanaan metode ini dilakukan dengan memperhatikan kartu – kartu ukuran cukup besar, dengan tulisan yang berwarna mencolok yang disertai dengan gambar agar dapat dilihat dengan jelas oleh anak, kemudian ditunjukkan kepada anak dalam waktu yang sangat singkat (Glenn Doman dalam Team Dava Publishing, 2010 ).
Flashcard adalah permainan kartu yang dilakukan dengan cara menunjukkan gambar secara cepat untuk memicu otak anak agar dapat menerima informasi yang ada dihadapan mereka, dan sangat efektif untuk membantu anak belajar membaca, mengenal angka, mengenal huruf diusia dini. Adapun manfaat Flashcard (Kaskus dalam Sulistiorini B &deti N, 2012), yaitu: anak akan dapat membaca pada usia sedini mungkin, mengembangkan daya ingat otak kanan, melatih kemampuan konsentrasi anak, memperbanyak per-bendaharaan kata anak.
Dalam pelak-sanaan metode ini mengarahkan kepada pendidik untuk memberikan pelajaran membaca dengan menyenangkan karena melibatkan unsur bermain didalamnya. Selain itu, aspek yang dapat dikembangkan dari metode ini adalah kemampuan menyimak dan konsentrasi pada anak, sehingga anak dapat menerima pelajaran dengan mudah. Media pembelajaran flashcard ini merupakan media pembelajaran yang mudah dibuat dan tidak mahal. Oleh karena itu, dari segi pembiayaan cukup terjangkau.
Alat peraga manual ini meru-pakan alat peraga yang mudah dibuat oleh guru kelas, dengan bahan – bahan yang mudah didapatkan di toko – toko. Bahan – bahan sangat sederhana yang dibuat dari kertas karton putih yang agak kaku sehingga mudah berdiri tegak dan tidak mudah rusak, selain itu juga spidol besar berwarna merah untuk menuliskan huruf – huruf dalam karton (Aulia, 2011).
Dalam menggunakan flashcard untuk belajar membaca anak, perlu diketahui kunci keberhasilan menggu-nakan flashcard sebagai education card. Kunci keberhasilan pengenalan memalui flashcard menurut Zakir (dalam Sulis-tyorini B &Ningtyas D, 2012 ) adalah :
Repetition. Mengucapkan dan mengulangi huruf atau kata pada flashcard dengan jelas, tidak terlalu lembut. Lebih baik lagi jika susunan kartu yang guru kenakan benar-benar diingat atau dibagian belakang kartu diberi nomor sehingga pengulangannya sempurna, tidak acak. Maksud repetition adalah misalnya hari ini mengenalkan ‘grapes-banana-pean-apple” maka sesi berikutnya yang diulang juga susunan sama. Setelah lebih dari tiga hari, untuk anak yang sudah bisa bicara ujung-ujung belakang kata, tanyakan pada mereka “ ini gambar apa ya..” dan setelah sudah khatam baru boleh diacak.
Gunakan target. Jangan kenal-kan macam-macam flashcard secara bersamaan. Contoh 1 minggu kenalkan dan tamatkan seri kartu A, minggu depan tamat kartu B dan seterusnya. Siapkan waktu 20-40 menit per sesi.
Menciptakan suasana bermain namun serius dan tetap harus menye-nangkan.
Mematikan televisi, silent up bila perlu tutup pintu kelas saat kegiatan ini dilakukan supaya anak fokus.
Melihat kemampuan anak untuk belajar. Apakah mereka siap untuk belajar atau tidak. Bila anak rewel, mengantuk, lapar maka sesi belajar akan sangat tidak menyenangkan.
Kreatifitas guru dalam meng-gunakan media pembelajaran akan sangat membantu semarak proses pem-belajaran. Anak yang sebelumnya mera-sa jenuh dan bosan, maka dengan adanya kreatifitas guru dalam meng-gunakan media pembelajaran akan senang dan cenderung untuk mengulang.
Pengulangan ini penting sebab untuk mengukuhkan hal – hal yang telah dipelajari, sehingga pelajaran yang diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan anak dan anak tidak menjadi bosan atau jenuh dengan materi pelajaran yang diberikan. Flashcard sebagai salah satu strategi pengajaran vocabulary untuk menciptakan proses belajar yang efektif serta tidak membosankan bagi siswa yang mempelajarinya. Kesederhanaan flahs-card dan penggunaan yang menye-nangkan membuat anak mudah meng-ingat hal yang disampaikan, selain itu anak akan merasa santai dalam belajar. Dengan adanya flashcard, anak yang tadinya masih kurang kemampuan mem-bacanya akan mengalami peningkatan.
Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasar-nya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sehingga melalui penelitian yang dilakukan, manusia dapat menggunakan hasilnya (Sugiyono, 2012).
Beberapa hal penting yang menyangkut metode penelitian yang akan dibicarakan dalam bab ini meliputi : Identifikasi variable, definisi operasi-onal variable, Subyek penelitian, Alat pengumpul data, Rancangan ekspe-rimen, analisa data.
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Handy dan Farhady, dalam Sugiyono, 2012).
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tergantung kemampuan membaca dan variabel bebas Metode flash card
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Kemampuan membaca adalah pengetahuan tentang alphabet, dimana anak mampu membedakan bunyi antara dua kata dari beberapa kata yang disajikan, kemampuan membaca dengan mengeja suatu proses untuk mentukan arti kata-kata tertulis, melisankan atau memahami bacaan untuk memperoleh pesan atau gagasan yang ingin disampaikan penulisnya Savitri (dalam Fitriyani, 2002).
Metode flash card, adalah suatu metode mengajarkan anak membaca dengan mengenal huruf berwarna, dimana dalam pelaksanaannya metode ini dilakukan dengan memperhatikan kartu – kartu ukuran cukup besar, dengan tulisan yang berwarna mencolok yang disertai dengan gambar agar dapat dilihat dengan jelas oleh anak, kemudian ditunjukkan kepada anak dalam waktu yang sangat singkat.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SDN Nawangan 3 yang berjumlah 114 anak, sedangkan sampel penelitian siswa kelas 1 yang berjumlah 33 anak, akan tetapi diantara ke 33 anak tersebut hanya 29 anak yang memenuhi persyaratan dalam penelitian, hal tersebut dikarenakan 1 anak mengalami kelainan tuna rungu dan tuna wicara sedangkan 3 anak sudah lancar dalam membaca, kemudian diperoleh 15 anak untuk kelompok eksperimen dan 14 anak untuk kelompok kontrol.
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan non probability sampling, dimana teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomer urut. Semua siswa kelas 1 dibagi berdasarkan nomor urut absensi siswa, dan siswa dengan nomor urut 1 – 17 sebagai kelompok eksperimen dan siswa dengan nomor urut 18 – 33 sebagai kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak dalam membaca, peneliti meng-gunakan tes kemampuan membaca dengan indikator yang didasarkan pada syarat kemampuan membaca pada anak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Indikator tersebut diantaranya adalah : kemampuan melafalkan bunyi huruf (Aulia, 2011), pengetahuan alfabet, kemampuan membaca dengan mengeja (Olivia & Ariani, 2009 ), kemampuan membedakan bunyi antara dua kata/identitas fonim (Savitri dalam Fitriyani, 2001).
Hasil tes kemampuan membaca tersebut, anak dikenakan perlakuan dengan menggunakan metode flash card.
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental research) yaitu nonequivalent control group design dimana pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelom-pok control tidak dipilih secara random.
Suryabrata (1998) menyebutkan tujuan dari penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memung-kinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi semua variable yang relevan.
Masing-masing kelompok dibe-rikan pretest untuk mengetahui kemam-puan awal subjek, dan post tes untuk mengetahui kemampuan setelah adanya pemberian perlakuan.
Pada penelitian eksperimen semu dengan pretest – posttest design seperti tergambar diatas terdapat dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Kelompok eksperiment adalah kelompok yang mendapatkan pretest, perlakuan, dan posttest. Kelompok kontrol adalah kelompok yang menda-patkan pretest dan posttest saja.
Penentuan kedua kelompok tersebut dilakukan dengan teknik non probability sampling, dimana teknik pengambilan smpel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomer urut. Semua siswa kelas 1 dibagi berdasarkan nomor urut absensi siswa, dan siswa dengan nomor urut 1 – 17 sebagai kelompok eksperimen dan siswa dengan nomor urut 18 – 33 sebagai kelompok kontrol.
Menurut Sugiyono (2012), penggunaan quasi experimental karena peneliti memiliki kesulitan dalam mendapatkan kelompok control yang digunakan untuk penelitian, selain itu karena teknik pengambilan sampel yang tidak dapat dilakukan secara random karena jumlah populasi yang sedikit dan memiliki karakter yang berbeda. Artinya, dalam populasi tersebut, memiliki kemampuan membaca yang mana antara individu satu dengan individu yang lain tidak sama. oleh karena itu, peneliti menggunakan desain eksperimental ini.
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian eksperimen ini pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :
Tahap persiapan. Persiapan yang dilakukan berupa penyesuaian waktu belajar di sekolah dan alokasi waktu yang telah ditetapkan. Pembuatan dan pengujian intsrumen penelitian berupa tes kemampuan membaca. Pembuatan alat tes menggunakan acuan dari beberapa teori yang kemudian diringkas menjadi indicator dalam alat tes.
Teori tersebut diantaranya adalah Aulia (2011) yang menyebutkan tanda-tanda kesiapan membaca, yaitu apakah anak sudah dapat memahami bahasa lisan, apakah anak sudah dapat melafaskan kata-kata dengan benar, apakah anak sudah dapat mengingat kata-kata yang mereka dengar, apakah anak sudah dapat melafaskan bunyi huruf, apakah anak sudah menunjukkan minat mambaca, apakah anak sudah dapat membedakan bunyi dengan baik.
Selain itu Susan L, dkk (dalam Olivia &Ariani, 2009) menyebutkan ada beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak pra sekolah saat belajar membaca, yaitu : pengetahuan alphabet (alphabetic numeric), kesadaran bunyi (phonological awareness), keterampilan memberi nama dengan cepat (rapid naming skills).
Savitri (dalam Fitriyani, 2002) menentukan empat aspek dalam tes kemampuan membaca awal yang dibuatnya yaitu : Identitas fonem, As-pek korespondensi huruf-huruf. Memba-ca mengeja, Mengenal pola aspek.
Dalam prosesnya pemilihan aitem/indator alat tes dilakukan oleh validator yaitu guru TK dan guru SD kelas 1.
Pelaksanaan dimulai dengan memberikan pretest pada kedua kelom-pok kelas, kemudian dilanjutkan dengan memberikan perlakuan pada kelompok esksperimen, setelah perlakuan tersebut selesai, maka kedua kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelom-pok kontrol diberikan post test.
Dalam pelaksanaan tahapan – tahapan tersebut berlangsung selama 120 menit.
Tahap pelaporan merupakan ta-hap akhir dari penelitian. Pada tahap ini dikemukakan proses berlangsungnya penelitian dan hasil penelitian
Analisis data diawali dengan pengujian persyaratan analisis, yaitu uji normalitas sebaran dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan pengujian hipo-tesis.
Uji ini untuk mengetahui apakah skor variable yang diteliti mengikuti distribusi normal atau tidak.. Data yang baik dan layak digunakan dalam pene-litian adalah data yang memiliki distribusi normal.
Sujarweni (2008) menyebutkan jika data memiliki sebaran normal artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi teoritis kurva. Kaidah yang dipakai bila taraf signifikansi koefisien Z Kolmogorov Smirnov ? > 0,05 maka sebaran dikatakan normal, dan bila taraf signifikansi koefisien ? < 0,05 maka sebaran dikatakan tidak normal. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Normalitas Z Kolmogorov Smirnov dengan menggunakan program SPSS versi 17.
Uji normalitas sebaran dengan menggunakan uji normalitas kolmo-gorov smirnov diketahui berdistribusi normal, hal ini tampak dari koefisen Z Kolmogorov Smirnov pada kelompok eksperimen yaitu pretest = 0,644 dengan taraf signifikansi = 0,801 dan posttest = 0,728 dengan taraf signifikansi = 0,664, ini berarti p > 0,05 sehingga hasilnya adalah normal. Pada kelompok kontrol diketahui koefisien Z Kolmogorov Smirnov pretest = 0,950 dengan taraf signifikansi = 0,327, sedangkan untuk posttest Z Kolmogorov Smirnov = 0,633 dengan taraf signifikansi = 0,818, ini berarti kurva dalam distribusi normal.
Uji homogenitas dilakukan un-tuk mengetahui homogen tidaknya vari-ans data variable Y (kemampuan membaca) antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, yang akan dianalisis/diperbandingkan. Data dikata-kan homogen apabila taraf signifikansi > 0,05, dan apabila taraf signifikansi < 0,05, maka dikatakan tidak homogen (Sujarweni, 2008). Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher dan dilakukan dengan menggunakan pro-gram SPSS versi 17.
Hasil uji homogenitas diketahui bahwa Levene Statistic = 0.465, dan p = 0.708 sehingga p > 0,05 yang berarti data kedua kelompok tersebut homogen.
Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rerata antara kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control dengan menggunakan rumus Uji-t (t-test) pada taraf signifikansi 5% (0,05). Apabila taraf signifikansi t test > 0,05, berarti dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian metode flash card untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa, sedangkan apabila taraf signifikansi t test < 0,05, berarti dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian metode flash card untuk mening-katkan kemampuan membaca siswa (Sujarweni, 2008). Penghitungan uji-t ini menggunakan program SPSS versi 17.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan hasil uji anova di atas, terlihat bahwa antar kelompok memiliki perbedaan, hal ini terlihat dari F = 5,014 dengan taraf Sig/p = 0,004 (p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antar kelompok yang diperbandingkan. Apabila dicer-mati satu persatu berdasarkan Post Hoc Tests, maka dapat disimpulkan :
Pada kelompok eksperimen ditemukan tidak ada perbedaan antara sebelum perlakuan (pre test), dengan setelah perlakuan (post test), dengan p = 0,152 (p > 0,05), meskipun apabila dilihat mean pre test (10,60) > dari mean post test (11,93).
Pada kelompok kontrol dite-mukan tidak ada perbedaan antara tes pertama (pre test), dengan tes kedua (post test), dengan p = 1,0 (p > 0,05) ), meskipun apabila dilihat mean pre test (9,857) < dari mean post test (9,785).
Antara sebelum perlakuan/pre test pada kelompok eksperimen (1), dengan tes pertama /pre test pada kelompok kontrol (3), ditemukan tidak ada perbedaan, dengan p = 0,646 (p > 0,05), meskipun apabila dilihat mean pre test kelompok eksperimen (10,60) > dari mean pre test kelompok kontrol (9,857).
Antara sebelum perlakuan/pre test pada kelompok eksperimen (1), dengan tes kedua/post test pada kelompok kontrol (4), ditemukan tidak ada perbedaan, dengan p = 0,575 (p > 0,05), meskipun apabila dilihat mean pre test kelompok eksperimen (10,60) > dari mean post tes kelompok kontrol (9,785).
Antara setelah perlakuan/post test pada kelompok eksperimen (2), dengan tes pertama/pre test pada kelompok kontrol (3), ditemukan ada perbedaan, dengan p = 0,010 (p < 0,05), dengan mean post test kelompok eksperimen (11,93) > mean pre test kelompok kontrol (9,857).
Antara setelah perlakuan/post test pada kelompok eksperimen (2), dengan tes kedua/post test pada kelompok kontrol (4),ditemukan ada perbedaan, dengan p = 0,007 (p < 0,01), dengan mean post test kelompok eksperimen (11,93) > mean post test kelompok kontrol (9,785).
Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat berlangsungnya pembelajaran pada kelas ekseperimen (dengan media flashcard) diketahui bahwa siswa pada kelompok eksperimen tampak focus dan lebih bersemangat. Pem-belajaran tidak monoton karena guru tidak hanya berdiri didepan kelas, akan tetapi guru juga berjalan mendekati siswa sambil membimbing siswa sehingga siswa lebih merasa diper-hatikan oleh guru. Pada kelompok kontrol (tanpa metode flashcard), kelas tampak monoton. Guru hanya menerangkan denga mendekte siswa didepan kelas dan sesekali duduk dikursi guru. Siswa tampak ramai sendiri, ada yang mengantuk dan banyak siswa yang bergantian ijin kekamar mandi.
Hasil wawancara yang dila-kukan dengan guru pada kelompok eksperimen adalah bahwa guru lebih mudah mengendalikan siswa sehingga siswa tidak jenuh dan ramai. Siswa lebih bersemangat dalam menjawab perta-nyaan atau membaca nyaring. Berbeda dengan kelompok kontrol, menurut wali kelas (guru pada kelompok kontrol) kelas pada kelompok control, tampak ramai seperti biasanya, siswa asik dengan mainan yang dibawa dan susah untuk konsentrasi. Wawacara dengan salah seorang siswa pada kelompok eksperimen, adalah bahwa siswa merasa senang dan enjoy karena belajar dengan flashcard dapat dilakukan sambil bermain.
Hasil dari uji anova, terlihat bahwa antar kelompok memiliki perbedaan, hal ini terlihat dari F = 5,014 dengan taraf Sig/p = 0,004 (p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antar kelompok yang diperbandingkan. Apabila dicermati satu persatu berdasarkan Post Hoc Tests, pada poin f diketahui bahwa antara post test/setelah perlakuan pada kelompok eksperimen (2), dengan tes kedua/post test pada kelompok control (4), ditemukan ada perbedaan, dengan p=0.007 (p,0.001) dengan mean post test kelompok eksperimen ( 11,93 ), mean post test kelompok control ( 9,785 ). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya metode flashcard memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan membaca (efektif meningkatkan kemampuan membaca) pada siswa kelas 1SD. Apalagi hal ini diperkuat dengan hasil observasi maupun wawancara sebagai-mana dikemukakan di atas, yaitu bahwa siswa yang belajar dengan media flashcard dapat lebih aktif dan santai dalam pembelajaran, sedangkan siswa tanpa media flashcard tampak jenuh dan bosan sehingga siswa lebih asik dengan mainannya.
Sebagai langkah evaluasi, sebe-lum pulang guru memberikan tes mem-baca baik dengan menggunakan flash-card yang berisi kata atau gabungan kata ataupun dengan buku. Bagi siswa yang mampu membaca kata yang ditunjukkan guru, sebagai hadiah siswa tersebut diperbolehkan pulang terlebih dahulu. Dengan begitu siswa akan termotivasi untuk belajar.
Kesimpulan
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa media flashcard berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan membaca pada siswa kelas 1 SD. Belajar dengan flashcard, siswa lebih semangat dan lebih antusias dalam menerima materi yang diberikan guru. Suasana yang enjoy dan menyenangkan membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga mudah mempe-lajari huruf – huruf dan membaca.
Bagi guru kelas. Banyak media yang dapat digunakan dalam pembe-lajaran khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca bagi siswa salah satunya adalah dengan media flashcard. Penggunaan media flashcard yang santai dan menyenangkan membuat siswa enjoy dalam menerima materi yang diberikan guru, untuk itu sebaiknya guru menggunakan media dalam pembela-jaran khususnya dalam pembelajaran peningkatan kemampuan membaca pada siswa kelas 1 SD. Dunia anak adalah dunia bermain sehingga dengan adanya media flashcard yang disajikan dengan permainan adalah cara yang efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca maupun untuk pelajaran yang lain.
Bagi orangtua. Keberhasilan siswa tidak hanya didapat dari pendidikan formal di sekolah akan tetapi keluarga juga sangat berpengaruh. Bagi orangtua hendaknya turut aktif dalam membantu putra putrinya dalam meningkatkan kemampuan membaca sehingga apa yang didapat di sekolah dapat diulang kembali di rumah. Flashcard adalah media yang sederhana dan mudah dlam penggunaannya sehing-ga orangtua tidak mengalami kesulitan menggunakannya. Orang tua dapat membuat sendiri flashcard dengan kata – kata yang mudah dikenal oleh anak (kata yang tidak asing bagi anak dilingkungan sekitarnya), selain itu dalam pelaksanaan tidak terpaku pada waktu – waktu tertentu. Flashcard bisa disajikan saat anak merasa enjoy dan santai karena flashcard dapat dijadikan sebagai alat mainan bagi anak.
Bagi peneliti lain hendaknya dalam penelitian selanjutnya lebih memperkuat penelitian ini dengan adanya tes IQ yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca siswa, sehingga hasil dari penelitian lebih baik. Selain itu agar pada penelitian yang akan datang agar dilakukan pada subjek yang jumlahnya lebih banyak lagi.
Daftar Pustaka
Aulia. (2011). Mengajarkan Balita Anda Membaca , Yogyakarta: Intan Media.
Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama.
Chusna, A. (2012). Efektifitas Model Pembelajaran I Love My Quran terhadap minat belajar Al Quran anak usia 8 – 10 tahun, Surabaya. Tesis, Program Studi Magister Psikologi Profesi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2012.
Fitriyati. (2002). Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas 1 SD Ditinjau Dari Kesadaran Fonologis Dan Inteligensi. Yogyakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Fischer, M. (2004). Proses Pengem-bangan Diri. Jakarta: Grasindo.
Jiono. (1992). Penelitian kemampuan Membaca bagi Siswa Ditingkat Pendidikan Dasar. Jakarta: Balitbang Dikbud.
Murtiani, S. (2012). Manfaat Media Pembelajaran Dalam Pendidikan di Sekolah. www. geschool.net. 2012/09/27.
Olivia, F & Ariani, L. (2009). Belajar Membaca Yang Menyenangkan Untuk Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Somadayo, S. (2011). Strategi Dan Teknik PEmbelajaran Membaca. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sulistiorini, B & Ningtyas, D. (2012). Pengembangan Membaca Anak Usia Dini Dengan Media Flashcard. Makalah. Universitas Negeri Malang.
Team Dafa Publishing. (2010). Menga-jari Bayi Membaca. Yogyakarta: Dafa Publishing.
www.duniajogja.com. 2012/07/18.
Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya