Artikel 6

,00 0000 - 00:00:00 WIB
Dibaca: 426 kali

EFEKTIVITAS FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM MENINGKATKAN HARGA DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI LOKALISASI PELACURAN TAMBAK ASRI SURABAYA

 

Program Studi Magister Profesi

 Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa Focus Group Discussion dapat meningkatkan Harga Diri pada Remaja yang Tinggal Di Lokalisasi Pelacuran Tambak Asri Surabaya. Subyek penelitian berjumlah lima belas orang sebagai kelompok penelitian eksperimen. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala Harga Diri dan meningkatkan Harga Diri dilakukan sebanyak lima kali pertemuan, lama setiap pertemuan satu setengah jam sampai dua jam. Analisis data dilakukan menggunakan metode nonparametric uji t dengan menggunakan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPPS). Hasil penelitian menujukkan bahwa nilai uji t diperoleh F = 12,960 dengan nilai p sebesar 0,001, ini mengartikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini sangat signifikan, dengan kata lain bahwa Focus Group Discussion dapat meningkatkan harga diri remaja yang tinggal di lokalisasi Tambak Asri Surabaya.

Kata Kunci : Harga Diri, Focus Group Discussion.

 


Pendahuluan

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manu-sia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang berjalan antara usia 12 sampai 20 tahun,  serta meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial.

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kegoncangan karena masih dalam taraf mencari identitas. Berkaitan dengan masa remaja, hasil-hasil studi yang panjang di berbagai Negara menunjukkan bahwa masa yang paling penting dan menentukan perkem-bangan harga diri seseorang adalah pada masa remaja. Pada masa inilah seseorang akan mengenali dan mengem-bangkan seluruh aspek dalam dirinya, sehingga remaja akan menentukan apakah memiliki harga diri yang positif atau negatif. Harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna, serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Misalnya seorang remaja yang memiliki harga diri yang cukup positif, dia akan yakin dapat mencapai prestasi yang di harapkan. Remaja yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Remaja dengan harga diri yang negatif cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderunghidupnya tidak bahagia (Tambunan, 2001).

Pada remaja yang memiliki harga diri negatif inilah muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan berharga, selanjutnya mengkompensasikan dengan tindakan lain yang seolah-olah membuat dirinya lebih berharga. Misalnya dengan mencari pengakuan dan perhatian dari teman-temannya yang kemudian muncul penyalagunaan obat, berkelahi dan mela-kukan tindakan kriminal demi -ngannya (Tambunan, 2001).

Bagi sebagian besar para remaja, rendahnya harga diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara (Damon, 1991 dalam Santrock, 2004).

Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi harga diri, yaitu masya-rakat dan tempat tinggal. Penilaian masyarakat terhadap individu akhirnya sampai kepada anak dan mempangaruhi konsep diri dan harga diri (dalam James, 1995). Lingkungan yang tidak sehat atau buruk sangat mempengaruhi harga diri remaja menjadi rendah, sedangkan lingkungan yang sehat akan berdampak pada harga diri yang tinggi. Remaja akan merasa dihargai dan merasa percaya diri jika keberadaan mereka dihargai dan diinginkan oleh lingkungan sekitar. Dalam hal ini yang dimaksud dengan lingkungan yang tidak sehat adalah lokalisasi pelacuran.

Lokalisasi pelacuran adalah tempat para pekerja seks bermukim atau sering disebut tempat berkencan dan bersenang-senang. Lokalisasi sendiri tidak jauh dari kegiatan prostitusi, prostitusi adalah memberikan layanan hubungan seksual demi imbalan uang. Prositusi merupakan tindakan orang-orang yang menyerahkan badan untuk berbuat zina dengan mendapat upah. Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang sudah tua, setua manusia itu sendiri (Supra-tiknya dalam Riyanti, 2004).

Hal ini sejalan dengan pendapat Kartono (2011), bahwa pelacuran merupakan “profesi” yang sangat tua usianya setua umur kehidupan manusia itu sendiri yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks, dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan.

Lokalisasi di Surabaya dikenal oleh masyarakat umum memiliki tempat wisata malam paling besar di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Sebagai ibu kota provinsi, seperti yang telah diberitakan pada (http://www.seputar-indonesia.com Diunduh pada tanggal 21 April 2014). Surabaya juga sebagai penyumbang lokalisasi terbanyak di Provinsi Jawa Timur yaitu, enam lokalisasi dengan 534 mucikari dan 2.110 WTS. Jumlah tersebut setara dengan 30% total jumlah WTS di provinsi ini”.

Awalnya pelacuran khususnya di Surabaya hanya terdapat lokasi atau tempat terkecil, namun seiring dengan perkembangan zaman lokalisasi pela-curan mulai menyebar dan berada ditengah-tengah kota sehingga tidak heran jika mudahnya akses ketempat-tempat pelacuran, membuat dunia makin dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari golongan rendah sampai menengah keatas. Seiring dengan pesatnya sektor industri di Indonesia, pesat pula laju protitusi atau tempat pelacuran di negri yang konon masyur dengan adat ketimurannya ini.

Sebagaimana disebutkan di Surabaya terdapat beberapa wilayah atau lokasi pelacuran yang di legalkan oleh pemerintah daerah setempat yaitu gang Dolly, Bangunrejo, Moro Seneng (Tandes), serta Tambak Asri (Kermil), selain itu juga ada Pangsud, Diponogoro, Embong Malang, Kedung Doro, Darmo Park, Stasiun Wonokromo, juga menjadi kawasan lampu merah yang marak setiap malam tiba (dalam Tim JP Press, 2004). Beberapa lokasi pelacuran ini berada ditengah-tengah pemungkiman penduduk  (www.seroja-satu.com Diunduh pada tanggal 15 April 2014).

Pada lokalisasi pelacuran, yang tinggal di dalam bukan hanya tempat-tempat prostitusi dengan para pekerja seks, namun ada sebagian masyarakat yang tidak berprofesi sebagai pekerja seks juga tinggal dalam wilayah terse-but. Kebanyakan pekerja seks komersil adalah pendatang, sedangkan penduduk aslinya adalah orang yang turun temurun tinggal di wilayah tersebut. Biasanya rumah yang bukan tempat prostitusi diberi tulisan “rumah tangga”, hal tersebut sebagai tanda bahwa rumah dan orang yang tinggal didalam rumah tersebut bukan pekerja seks, serta menghindari para pendatang untuk menda-tangi rumah mereka dengan tujuan mencari pekerja seks.

 Kebanyakan masyarakat ber-pendapat dan mengangap  bahwa orang yang tinggal di lokalisasi pelacuran adalah pekerja seks dan keturunan dari pekerja seks. Anggapan negatif orang terhadap warga yang tinggal dilokalisasi tapi bukan pekerja seks juga mendapat hinaan yang dapat merendahkan harga diri para remaja yang tinggal sekitar lokalisasi pelacuran.

Banyak remaja yang tinggal dilokalisasi pelacuran merasa tidak dihormati, tidak dihargai, dan dipandang hina oleh teman-temannya.Tak jarang juga sering dianggap pelacur oleh orang-orang yang melintas didepan rumah, atau menawar para remaja putri jika sedang berjalan dikomplek rumah karena dianggap sebagai pelacur.

Hal ini seringkali dikaitkan dalam situasi mencela baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain yang dinilai melalui tingkah laku orang yang bersangkutan seperti pada ungkapan “saya tidak memilki harga diri lagi” atau “dia itu tidak punya harga diri”. Ungkapan-ungkapan seperti itu tidaklah baik dalam perkembangan kepribadian remaja (Wagner, 2002 dalam Ali, M dan Asrori, 2006).

Seperti yang diberitakan oleh Fahmina Institute (2013), bahwa remaja putri bernama Putri Erlina (16 tahun). Gadis remaja yang masi duduk di kelas 2 sekolah menengah pertama (SMP) berasal dari Aceh Timur tidak tahu lagi bagaimana harus membela diri.Putri malu dan terhina dengan tuduhan semena-mena terhadap dirinya sebagai seorang pelacur yang membuat harga dirinya diremuk paksa.Tidak tahan menanggung derita hingga memilih mengakhiri hidupnya. Jasad ditemukan saat pagi buta di sebuah rumah sederhana berdinding anyaman bambu beratap daun nipah. Kasus kematian Putri Erlina, yang ditemukan bunuh diri pada 5 September 2012. Putri memu-tuskan mengakhiri hidup setelah sempat ditangkap dan dituduh sebagai pelacur oleh polisi syariah di Langsa.

Begitu juga dengan Lilis (15 tahun), meninggal dunia karena dituduh pelacur. Pihak sekolah tempatnya bersekolah mengeluarkan lilis, karena tidak ingin sekolahnya mendapatkan cap buruk dari masyarakat, hanya karena salah satu muridnya tinggal ditempat pelacuran. Akibat kasus itu, kehidupan Lilis dan keluarganya berubah 180 derajat, mereka juga harus berpindah tempat tinggal beberapa kali karena cap sebagai pelacur telanjur tersemat pada dirinya. Lilis pun sering mendapat perlakuan tidak baik dari para teman-teman sekolah. Akibat tekanan tersebut, Lilis mengalami tekanan psikologis dan sakit-sakitan, sampai akhirnya ia meninggal dunia pada Agustus 2008 (http://fahmina.or.id/artikel-a-berita/ berita/1119-siapa-butuh-perda-pereng-gut-nyawa.html Diunduh pada tanggal 24 April 2014).

Berdasarkan gambaran harga diri yang dialami para remaja di Aceh dan di Tambak Asri Surabaya, menun-jukkan adanya harga diri yang rendah karena dianggap sebagai pelacur dan tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya.Melihat fakta-fakta yang terjadi bahwa lingkungan lokalisasi pelacuran adalah lingkungan yang tidak sehat, yang dapat mempengaruhi rendahnya harga diri pada remaja yang tinggal dilokalisasi pelacuran.Remaja yang tinggal dilokalisasi dianggap sebagai bagian dari pekerja seks, sekalipun mereka bukan pekerja seks. Anggapan negatif dianggap meren-dahkan harga dri para remaja, sebab harga diri pada dasarnya bukan bawaan, akan tetapi dikembangkan oleh individu melalui interaksi dengan lingkungan dan bercermin dari interaksi tersebut.

Menurut Miller (1990), harga diri berhubungan dengan ketidak-cocokan antara ideal diri (bagaimana seharusnya) dengan konsep diri (kondisi sebenarnya). Semakin besar perbedaan, semakin kurang harga diri seseorang. Harga diri pada umumnya penting dalam perkembangan kepribadian individu. Seseorang yang bermasalah dalam harga diri pada umumnya gagal dalam mengembangkan potensi diri secara penuh.Individu cenderung menjadi pendiam dan menunjukkan gejala-gejala kecemasan, yaitu gugup, sakit kepala, mudah tersinggung, canggung, merasa tidak aman, menarik diri, bahkan mengalami gangguan emosi. Ada beberapa cara untuk meningkatkan harga diri seseorang.

Menurut Miller (1990) harga diri itu masih dimungkinkan untuk diubah dan diperbaiki. Hal-hal  yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan harga diri adalah Sikap, sikap yang negatif merefleksikan keadaan individu yang lemah, inferior yang mengarah pada kesimpulan ketidakberhargaan dan merasa tidak dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok tertentu, selain itu sikap juga merefleksikan harapan-harapan individu pada apa yang akan terjadi padanya dalam satu situasi yang baru. Harapan-harapan terhadap kesuk-sesan nampak pada sikap percaya diri, sedangkan harapan-harapan yang negatif memunculkan kecemasan dan kurang persisten. Individu dengan sikap diri yang negatif akan menempatkan nilai-nilai yang berbeda pada partisipasi sosialnya dalam berusaha. Perilaku, manifestasi perilaku yang memiliki harga diri rendah dan tinggi itu berbeda. Individu yang harga dirinya tinggi cenderung dominan dan asertif, sedangkan orang yang harga dirinya rendah akan menarik diri dari pergaulan sosial dan menilai dirinya negatif.

Harga diri (self  esteem) meru-pakan hal penting dalam kehidupan individu, self esteem tersebut dapat dimodifikai atau dirubah dari diri individu itu sendiri (Brigham, 1986, James, 1980 dalam Huitt, 2004). Untuk itu diperlukan suatu treatmen yang dapat meningkatkan harga diri individu tersebut agar dapat meningkatkan harga diri, perubahan dan modifikasi untuk menjadikan individu memiliki harga diri yang positif dapat dilakukan dari individu sendiri.Sebab lingkungan yang mempengaruhi individu menjadi rendah diri tidak dapat dirubah dan dimo-difikasi, seperti remaja yang tinggal di lingkungan lokalisasi pelacuran.Remaja tersebut harus dapat menerima keadaan dan lingkungan tempat tinggal mereka, untuk itu yang dapat dirubah dan dimodifikasi adalah para remaja itu sendiri dengan permasalahan tempat tinggal yang mempengaruhi rendah diri para remaja.

Menurut Irwanto (2006) bahwa suatu masalah atau isu tertentu dapat diatasi dengan melakukan focus group discussion  atau suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah. Focus group discussion mengarah pada evaluasi diri yang dirancang dan dilakukan individu yang dilakukan berasal dari interaksi dengan lingkungan dan perlakuan orang lain  terhadap dirinya (John 1991, dalam Hyatt, 1993).

Focus Group Discussion (FGD)atau diskusi kelompok terarah adalah suatu proses pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 1998).

Menurut Henning dan Coloumbia (dalam Munif Arifin, 2002 dalam http://helping-peopleideas.com Diunduh pada tanggal 15 Mei 2014), diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara halus mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting yang berhubungan dengan topik diskusi saat itu. Interaksi diantara peserta merupakan dasar untuk memperoleh informasi. Peserta mempunyai kesempatan yang sama untuk mengajukan dan membe-rikan pernyataan, menanggapi, komentar maupun mengajukan pertanyaan.

Focus Group Discussion (FGD)sama fungsinya seperti bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik (konselir) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru/ konselor), dan untuk membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari  untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau tindakan tertentu (Sukardi, 2008).

Berdasarkan fungsi FGD,bahwa remaja yangmemiliki harga diri negatif atau rendah, dapat dimungkinkan untuk mengalami perubahan menjadi harga diri yang positif dengan mengikuti FGD. FGD bukan saja kegunaannya untuk teknik penggalian informasi dan pengumpulan data-data, namun dapat menjadi treatmen dengan memanfaatkan dinamika kelompok dalam FGD. Dinamika tersebut berupaya untuk saling mengeluarkan dan membahas permasalahan harga diri rendah, memperoleh pendapat atau solusi untuk sikap dan perilaku menjadi positif, dan saling berempati satu dengan yang lainnya karena memiliki masalah yang sama. Tujuannya untuk saling mengu-atkan dan mendorong kearah yang positif.

Remaja dengan harga diri rendah dengan mengikuti kegiatan kegiatan FGD ini dapat secara langsung berlatih menciptakan dinamika kelom-pok dan memanfaatkan dinamika kelompok tersebut untuk membahas suatu topik (harga diri), berlatih berbicara, mengungkapkan pendapat, menanggapi pendapat orang lain, mendengarkan pendapat orang lain, dan menerima pendapat yang disampaikan orang lain. Dinamaika kelompok dalam FGD tersebut yang dimungkinkan menjadi treatmen dalam membahas permasalahan atau topik meningkatkan harga diri remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya.

Metode Penelitian

Populasi adalah wilayah genera-lisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (dalam Sugiyono 2007). Dalam penelitian ini populasi adalah remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu (dalam Sugiyono, 2007). Adapun ciri-ciri  subyek dalam pene-litian ini antara lain:

Remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya. Dalam penelitian ini,  kriteria usia subyek penelitian dipersempit yaitu antara 13 hingga 21 tahun. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Remaja dengan skor skala harga diri dalam kategori  sangat rendah. Bersedia untuk mengikuti proses terapi, karena kesediaan tersebut penting untuk didapatkan, sehingga terapi dapat berjalan dengan baik (apabila bersedia dan memiliki kemauan untuk mengubah dirinya).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitin ini adalah dengan menggunakan skala harga diri, wawancara, dan observasi.Penelitian ini diawali dengan dilakukannya uji coba skala kepada 58 remaja yang tinggal di Tambak Asri Surabaya. Pemilihan subyek dilakukan melalui proses pengi-sian skala Harga Diri secara pribadi kepada remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya. Wawancarasecara pribadi kepada remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya. Wawancara tersebut digunakan sebagai data awal yang mendasari remaja tersebut layak diikutsertakan sebagai subyek pene-litian.

Menurut Christensen (dalam Seniati, dkk., 2008), desain One Group Pre test-Post test Design disebut juga before-after design. Pada desain ini, di awal penelitian dilakukan pengukuran terhadap variabel terikat yang telah dimiliki subyek. Setelah diberikan manipulasi, dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel terikat dengan alat ukur yang sama.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen time series design seri (equivalent time samples design). Desain eksperimen seri (equivalent time samples design) merupakan desain eksperimen yang dilakukan berdasarkan satu seri (beberapa) pengukuran variabel terikat terhadap suatu kelompok subyek, yaitu O1, dan O2. Kemudian terhadap kelom-pok subyek tersebut dikenakan perla-kuan (Focus Group Discussion). Selanjutnya dilakukan satu seri peng-ukuran ulang, yaitu : O3, dan O4. Jumlah kali pengukuran yang diberikan baik pada pretest maupun posttest dapat dilakukan lebih banyak lagi.Bila ada perubahan hasil pengukuran pada sebelum dan sesudah perlakuan maka ada efek dari perlakuan.Jadi, dalam penelitian ini subyek perlakuan sekaligus sebagai kontrol (Latipun, 2006).

Eksperimen akan dilakukan dalam bentuk FGD (focus group discussion) oleh peneliti; setiap respon-den akan mengikuti beberapa sesi pertemuan, yaitu pretest, FGD (focus group discussion)  dilaksanakan dalam empat kali  pertemuan, dan posttest.

Analisis data kuantitatif tahap intervensi dilakukan dengan data skor skala Harga Diri, yang diberikan sebe-lum perlakuan (pre test), dan sesudah perlakuan (posttest).Teknik analisis yang digunakan adalah uji statistik non parametrik SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.

Skala pengukuran melalui proses uji coba (try out) dilakukan pada tanggal 11 hingga 15 Juni 2014 kepada 58 remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya. Adapun tujuan dilakukan uji coba (try out) instrument tersebut adalah untuk mengetahui tingkat validitas dan reabilitas dari alat ukur yang hendak diterapkan.Berdasarkan analisis kuan-titas skala Harga Diri yang terdiri dari 36 aitem, diperoleh hasil bahwa 11 aitem dinyatakan gugur, yaitu : aitem nomor 3, 4, 8, 12, 19, 20, 23, 25, 27, 35, dan 36. Dengan koefisien korelasi (rbt) antara 0,670 – 0,034; sedangkan uji reliabilitas ditunjukkan dengan rtt  = 0,866. Ini menujukkan bahwa skala Harga Diri bersifat andal.

Hasil data pengamatan maupun wawancara akan dijabarkan secara kualitatif melalui uraian deskriptif yang akan memberikan gambaran umum tentang Harga Diri Remaja di Lokalisasi Pelacuran Tambak Asri Surabaya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Semua data-data kuantitatif yang digunakan didalam penelitian ini berdistribusi normal atau dengan kata lain sebaran datanya mengikuti kurva normal, sehingga analisis statistik yang digunakan menggunakan statistik parametrik, yaitu dengan uji t (t-test). .

Berdasarkan perhitungan uji t diperoleh bahwa F = 12,960 dengan p = 0,001 (p < 0,001) sehinga dapat disimpulkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara pre test dengan post test. Berikut ini skor rerata pretest dan post tes.

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa kelompok eksperimen mengalami peningkatan skor harga diri yang bisa dilihat dari adanya peningkatan nilai rerata.Sehingga dapat disimpulkan bahwa FGD meningkatkan harga diri remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya.

 

Dapat diketahui bahwa semua partisipan (100%) sebelum mendapatkan layanan FGD memiliki skor Harga Diri yang tergolong sangat rendah.Namun setelah diberikan FGD sebagian besar (60%) partisipan memiliki skor Harga Diri yang tergolong sedang dan sebagian (40%) memiliki skor Harga Diri yang tergolong tinggi. Artinya setelah mendaptkan layanan FGD para partisipan (100%) mengalami pening-katan harga diri.

Semua partisipan (100%) meng-alami peningkatan skor harga diri. Ada 7 partisipan (60%) mengalami pening-katan kategori tinggi, serta 6 partisipan  (40%) pada kategori Sedang.

Semua partisipan (100%) pada kelompok eksperimen mengalami pe-ningkatan skor harga diri.

Penelitian dilaksanakan dengan memberikan layanan Focus Group Discussion sebanyak lima kali kepada kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini , sampel yang digunakan sebanyak 15 remaja. Berikut ini adalah deskripsi dari pelaksanaan layanan Focus Group Discussion untuk masing-masing perte-muan.

Pada pertemuan pertama, sebagian besar remaja dalam kelompok masih bertanya-tanya tentang pelak-sanaan kegiatan FGD.Hal tersebut dikarenakan sebelumnya para peserta belum pernah mendapatkan layanan FGD.Masih banyak juga para peserta yang belum memahami tentang FGD sehingga masih ada beberapa peserta yang kurang tertarik dengan kegiatan FGD tersebut.Selain itu peserta juga kurang aktif dalam mengungkapkan pendapatnya.

Topik yang dibahas dalam pertemuan pertama ini adalah mende-ngarkan cerita dan kesaksian para remaja yang merasa tidak memiliki harga diri dan degan segala perma-salahan yang timbul karena tinggal dilokalisasi pelacuran, serta pendapat orang lain memandang para remaja yang tinggal dilokalisasi pelacuran.

Dalam topic yang dibahas  ada beberapa peserta yang sudah mulai terbuka untuk mengutarakan kesamaan permaslahan yang dialami karena tinggal dilokalisasi pelacuran, dan sebagian peserta masi malu-mau serta masih merasa canggung. Para peserta cenderung lebih tertutup dan tidak yakin dengan pendapat yang disampaikan dalam kelompok. Pada peserta lain sudah cukup baik mengungkapkan pendapat meskipun terkadang dengan gurauan.

Pada pertemuan yang kedua, topik yang dibahas masi lanjutan dari pertemuan pertama yaitu masalah apa saja yang terjadi karena tinggal dilokalisasi. Pada sesi ini dinamika kelompok sudah mulai terbentuk dengan baik, sekalipun ada peserta yang mengungkapkan permasalahan diluar topik yang dibahas. Masih ada juga para peserta yang kurang aktif, para peserta yang aktif pada sesi ini yaitu peserta yang sama aktifnya dengan sesi pertemuan pertama. Pada pertemuan ini lebih banyak para peserta menyamakan masalah mereka seperti peserta lain yang berani bercerita.

Pada pertemuan ke tiga membahas topik tetap berfikir positif sekalipun banyak orang lain yang memandng rendah para remaja yang tinggal dilokalisasi pelacuran. Pentingnya berfikir positif untuk kelangsungan masa depan para remaja dan sebagai pembuktian bahwa remaja yang tinggal dilokalisasi dapat hidup sukses dan tidak dipandang rendah lagi oleh orang lain. Pada sesi pertemuan ini para peseta mampu membahas topic secara tuntas, namun terkadang pembicaraan topik tersebut hanya didominasi oleh dua remaja yang terlibat dalam perdebatan.Sehingga peneliti perlu mengatur jalannya kegiatan FGD dapat berjalan dengan teratur.

Peserta yang lainnya merasa bahwa untuk berfikir positif sudah sering dilakukan, namun tidak ada keuntungannya dan keadaan mejadi sama. Peserta lainnya masi ada yang kurang mampu dalam mengungkapkan pendapat dalam kegiatan FGD.Meskipun demikian kegiatan kelompok dapat berjalan dengan lancar dan mampu membahas topik secara tuntas.

Pada pertemuan ke empat membahas tentang membangun tetap optimis dalam menjalani hidup menuju masa depan yang lebih baik lagi. Para peserta secara mandiri mampu memba-has dan mengembangkan topic tersebut. Peserta mampu mengaktifkan kegiatan kelompok yang sedang dilaksanakan. Pada pertemuan ke empat ini para peserta semakin aktif dan pecaya diri dalam mengungkapkan pendapat, semangat dalam mengikuti kegiatan FGD pun semakin terlihat dari cara mereka berpendapat. Jika ada anggota kelompok yang ragu-ragu dalam mengungkap pendapat, maka anggota kelompok yang lain mampu membantu dan memberikan dorongan.

Secara keseluruhan pada sesi ini peserta mulai mengalami perubahan dalam segi percaya dirinya, para peserta sering mengungkapkan dan memberikan dorongan antar anggota dengan kata-kata percaya diri dan tidak perduli anggapan orang lain lagi.

Pada pertemuan ke lima merupakan pertemuan terakhir, karena sudah terbiasa dengan kegiatan FGD sehinga dinamika kelompok dan komunikasi peserta dalam kelompok semakin baik dan teratur. Para peserta lebih dapat secara sistematis membe-rikan pendapat dan menceritakan permasalahan secara terbuka tanpa malu-malu. Semua peserta mengung-kapkan yang mereka dapatlan dalam kegiatan FGD sangat membantu mereka dalam bersikap dan meningkatka harga diri mereka. Para peserta saling bertukar pendapat tentang cara mereka masing-masing dalam meningkatkan harga diri, kebanyakan para peserta menggunakan topik rasa percaya diri untuk dapat meningkatkan harga diri para peserta di depan orang lain.

Para peserta masing-masing mengungkapkan perasaan masing-masing setelah mengikuti FGD, kesamaan merasa harga diri rendah yang membuat para peserta menjadi empati satu dengan yang lainnya sehingga timbul untuk saling memberikan dukungan dan termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.

Hasil analisis data kualitatif juga dilakukan dalam analisi Self monitoring yang terjadi pada tiga tahap, yaitu pre-treatment,post-treatmen, dan follow up.Perbandingan dari dua tahap, yaitu pre-treatment, post-treatmen, dan follow up.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji t menujukkan adanya peningkatan skor harga diri yang signifikan pada kelompok eksperimen setelah diberikan Focus Group Discussion yaitu 0,001 (p <0,01). Untuk itu dapat dikatakan bahwa pemberian Focus Group Discussion dapat mening-katkan skor Harga diri pada remaja yang tinggal dilokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya. Dapat juga dilihat dari mean pre tes (52,133) lebih kecil disbanding mean post tes (68,800), dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian treatment berupa Focus Group Discussion efektif dalam meningkatkan Harga Diri pada remaja yang tinggal dilokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya, sehingga hipotesis penelitian dinyatakan diterima.

Focus Group Discussion adalah suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu (Irwanto, 2006). Metode ini merupakan proses diskusi dalam kelompok dengan membahas permasalahan secara tuntas dan sistematis maka setiap anggota kelompok dapat saling bertukar pikiran dan saling berpendapat secara bebas. Melalui FGD para peserta mengungkapkan permasalahan, membe-rkan kesempatan pada peserta lainnya untuk juga mengungkapkan apa yang sebaiknya atau tidak sebaiknya dilakukan. Para peserta secara tidak langsung mendapatkan saran atas permasalahan yang  disampaikan. Dengan kegiatan tersebut peserta mendapatkan penyelesaian permasa-lahan untuk meningkatkan harga diri secara interpersonal.

Pentingnya Focus Group Dis-cussion untuk remaja dalam penelitian ini yaitu: remaja mendapatkan kesem-patan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang terjadi disekitarnya, remaja memiliki pema-haman yang objektif, tepat, serta luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan, remaja belajar untuk bersikap positif terhadap keadaan diri dan lingkungan pribadi mereka yang bersangkutan dengan yang mereka bicarakan didalam kelompok, menyusun program kegiatan yang mewujudkan penolakan terhadap hal yang buruk dan sokongan terhadap yang baik, serta melaksanakan kegiatan nyata langsung untuk membuahkan hasil sesuai dengan yang dibicarakan.

Dalam penelitian ini pelak-sanaan layanan Focus Group Discussion dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan dengan jumlah anggotanya sebanyak lima belas remaja. Terdapat faktor pendukung yang diberikan berupa materi yaitu:  percaya diri, berfikir positif, dan optimis.

Secara keseluruhan Focus Group Discussion di berikan, agar mem-buka wawasan baru untuk menangani permasalahan yang berhubungan dengan harga diri.Pelaksanaan Focus Group Discussion mempengaruhi kognitif para peserta untuk mengambil suatu keputusan dan tindakan dalam mening-katkan harga diri. Hasil dari pelak-sanaan Focus Group Discussion yang sudah diberikan membuat para peserta menjadi lebih mencintai dirinya, dapat menerima keadaan dirinya sekarang ini, tidak mudah tersinggung, marah, putus asa, lebih optimis, para peserta lebih percaya diri, senantiasa berfikir positif yaitu selalu mencoba untuk menghadapi serta memecahkan masalahnya dengan berfikir positif dan bertindak secara positif.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Focus Group Discussion dapat meningkatkan Harga Diri pada remaja yang tinggal di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya. Hal ini disebabkan karena partisipan bersikap terbuka, disiplin, percaya diri, berfikir positif, optimis, dan memiliki dorongan untuk memperbaiki diri, serta mengikuti Focus Group Discussion secara intens; maka sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa Focus Group Discussion efektif meningkatkan Harga Diri Pada Remaja Di Lokalisasi Pelacuran Tambak Asri Surabaya terbukti.

Adanya peningkatan Harga Diri dapat dilihat dengan memperbandingkan skor skala tabel 17, 18, 19.Pada hasil tersebut dijelaskan bahwa terjadi peningkatan Harga Diri pada masing-masing remaja.

Agar program Focus Group Discussion yang dilaksanakan dapat berhasil meningkatkan Harga Diri pada remaja yang tinggal di lokalisasi Pelacuran Tambak Asri Surabaya, maka ada beberapa hal yang harus menjadi bahan pertimbangan, yaitu : proses terapi perlu mempertimbangkan tempat dan waktu pelaksanaan program, karakteristik dan kesedian partisipan untuk teribat dalam program, dan moderator. Selain dapat meningkatkan Harga Diri, program Focus Group Discussion juga dapat digunakan untuk meningkatkan percaya diri dan meningkatkan komunikasi interpersonal. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang diajukan oleh peneliti, yang diharapkan dapat bermanfaat, yaitu:

Subyek Penelitian hendaknya bersedia dan lebih aktif dalam memanfaatkan fungsi layanan focus group discussion,salah satunya mampu meningkatkan harga diri. Para remaja dapat melanjutkan layanan focus group discussion jika para remaja mulai merasa tidak nyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya atau berhadapan dengan orang lain. focus group discussion ini bisa dilakukan dengan mengunakan topik-topik yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaannya.

Para subyek peneliti dapat meneruskan layanan FGD ini dengan moderator subyek VD, dimana subyek VD memiliki kemampuan sebagai pemimpin, lebih menojol dan aktif dalam FGD, dan lebih menguasai jalanya FGD.

Tokoh Masyarakat. Setelah diketahui bahwa FGD dapat mening-katkan harga diri pada remaja di lokalisasi pelacuran Tambak Asri Surabaya, dan ketahui pelaksanaannya oleh ketua Rukun Warga 06 Tambak Asri. Hendaknya Rukun Warga dapat mefasiitasi pertemuan-pertemuan selan-jutnya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di sekitar lokalisasi pela-curan.

Bagi ketua karang taruna di Tambak Asri, dapat memanfaatkan FGD sebagai metode dalam menyelesaikan permsalahan maupun membahas hal-hal yang dirasa penting dalam menye-lesaikan permasalahan di lingkungan Tambak Asri Surabaya.

Bagi pekerja soasia atau LSM, dapat menggunakan layanan FGD dalam mengatasi dan mencari informasi dalam permasalahan yang ada di dalam Lokalisasi Pelacuran Tambak Asri dengan menyediakan waktu secara peri-odik pada remaja di lokalisasi pelacuran Tambak Asri. Serta dapat mencari permasalahan yang lain yang dialami oleh remaja atapun dalam usia anak-anak, dewasa, dan orang tua dengan menggunakan metode FGD.

Setelah diketahui bahwa Focus Group Discussion memberikan positif dalam meningkatkan Harga Diri pada remaja di lokalisasi Pelacuran Tambak Asri Surabaya, namun masih dibutuhkan pembenahan, terutama dalam subyek yang lebih kecil lagi, dan diharapkan dapat dilakukan dengan jenis penelitian eksperimen murni, dengan membagi partisipan ke dalam kelompok ekspe-rimen dan kelompok kontrol.

Perlu dilakukan penelitian yang serupa akan tetapi dilatar belakangi oleh konteks yang berbeda agar dapat membandingan temuan dari hasil penelitian ini.

Proses pelaksanaan intervensi dengan jarak waktu antar pertemuan yang lebih panjang (lama), agar informasi (data) yang diperoleh lebih kaya, serta dapat digunakan sebagai bahan evaluai per sesi terapi

Meskipun peneliti teah meminta persetujuan dan kesediaan dari masing-masing partisipan untuk dapat fokus secara penuh pada terapi ini, namun pada kenyataannya dalam proses pelaksanaannya peneliti tidak dapat benar-benar mengontrol keaktifan parti-sipan, sehingga dalam proses terapi terdapat partisipan yang tidak sepeuhnya berminat menjalankan proses terapi, seperti : keterlambatan dalam mengikuti sesi, fokus pada sesi yang sedang berjalan, lebih aktif didalam kelompok, dan tidak berbicara sendiri dengan teman disebelahnya. Disarankan agar peneliti yang akan datang, dapat bener-benar mengontrol hal tersebut, sehingga tidak terulang kembali, demi menjaga keefektifan dan keefisienan penelitian.

 

 

 

Daftar Pustaka

Ali, M & Asrori, (2006). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Branden, N. (1999). Kiat Jitu Mening-katkan Harga Diri. (Alih Bahasa).  Jakarta: Pustaka Dela-prateasa

Centi, J. Paul. (1999). Mengapa Rendah Diri. (Alih bahasa: A.M. Hardjana). Yogyakarta: Kanisius

Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Per-kembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

Desminta. (2007). Psikologi Perkembangan.Bandung: Pener-bit PT. Remaja Rosdakarya Offset

Escalada dan k.l. Heong. (2009).  Focus Group Discussion. http://rice-hoppers.net .(Diakses Pada Tanggal  27  April 2014)

Fahmi Institut. (2013). http:// fahmina.or.id/artikel-a-berita/ berita/1119-siapa-butuh-perda-perenggut-nyawa.html(Diunduh Pada Tanggal 25 April 2014)

Felker. 1994. The Development Of Self Esteem. New York : William Morrow & Company

Fridya Mayasari, M. Noor Rochman Hadjam. (2000). Perilaku Sek-sual Remaja Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi. Universitas Gadjah Mada.

Huitt, W. (2004). Self – Concept and Self–Esteem. Education Psycho-logy Interactive. Valdosta, GA : Valdosa State University

Heatherton, T. F & Wyland, C. L. (2003). Assessing Self Esteem. Washington: American Psycho-logy Association

Hendra, Novi. Focus Group Discussion. http://www.slideshare.net/Hennov/focusgroup-discussion-fgd-14605662. (Diakses Pada Tang-gal 20 Mei 2014).

Hull, H.T. (1997). Pelacuran di Indo-nesia: Sejarah dan perkem-bangan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Hurlock, EB. (1997). Psikologi Perkem-bangan. Suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga

Hyatt, R. (1993). Psychology. Self Es-teem The Keytone To Happiness. Dushki : Publishing Group. Lne.

Irwanto. (2006). Focus Group Discussion. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Kartono, K. (2011). Patologi Sosial. Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada

Latipun. (2006). Psikologi Eksperimen, Edisi Kedua. Malang: Univer-sitas Muhammadiyah Malang (UMM) Press.

Liche Seniati. (2011). Psikologi Eksperimen. Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Indeks

McManus, F., Waite, p & Shafran, R. (2008). Cognitive Beaviour The-rappy for Low Self Esteem : A Case Example. Maryland: Elsevier

Miller, S. M. et al. (1990). Axiety in Children. Nature and Deve-lopment: Handbook of Deve-lopmental Psichology. New York: Plenom Press

Muryantinah Mulyo Handayani, Sofia Ratnawati, Avin Fadilla Helmi. (1998).  Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurnal Psikologi. Universitas Gadjah Mada.

\Munif Arifin. (2012). Teknik FGD atau diskusi Kelompok Terarah .(http://helpingpeopleideas.com/publichealth/index.php/2011/05/focusgroupdiscussion/ )(Diakses  Pada Tanggal 15 Mei 2014)

Monks, FJ. Knoers.AMP.Haditono, SR. (1992).Psikologi Perkembangan Pengatar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Mruk, C. J. (2006). Self Esteem, Re-searh, Theory, and Practice 3rd Edition. New York : Springer Publishing Company

Nanda Aditya Rizki. (2012). Metode Focus Group Discussion Dan Simulation Game Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kese-hatan Reproduksi.Jurnal Psikologi. Universitas Negeri Semarang.

Khera. (2002). Kiat Jitu Menjadi Pemenang: You Can Win (Alih Bahasa: Tim Penerjemah Mitra Utama). Jakarta: Pt. Pren-hallindo & Pearson Education Asia Pte Ltd.

Paramita Indraswari, (2012). Modifiksi kognitif perilaku untuk Mening-katkan Self esteem Remaja dengan Teknik Restrukturisasi kognitif, visualisasi, dan memperbaiki penampilan diri. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Pendidikan Univer-sitas Indonesia.

Prayitno. (2004). Seri Layanan L.6 L.7 Layanan Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok. Padang: Jurusan BK FIP UNP

Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro & Makro. Jakarta: Erlangga.

Purwanto. (2012). Metodologi Peneli-tian Kuantitatif: Untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Riyanti Erlin. (2004). Study Pendahu-luan Protitusi Remaja “Ciblek” Di Simpang Lima Semarang. Skripsi. Fakultas Psikologi Uni-versitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Rohmah Ainur Faridah. (2004). Penga-ruh pelatihan harga Diri terhadap Penyesuaian Diri pada Remaja. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

Sarandria. (2012). Efektifitas Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk Meningkatkan Self Esteem pda Dewasa Muda. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi universitas Indonesia.

Santrock. J. W. (2004). Adolesdence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, J. (2009). Statistic itu Mudah : Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggu-nakan SPSS 16. Yogyakarta : CV. Andi Offset.

Sedarmayanti Hidayat, S. (2011). Meto-de Penelitian. Bandung : CV. Mandar Maju.

Seniati, L. Yulianto A. Setiadi, B. N. (2008). Psikologi eksperimen. Jakarta : PT. Mancanana Jaya Cemerlang.

Siregar, A. R. (2006). Harga Diri Pada Remaja Obesitas. Skripsi. Sumatra Utara: Fakultas Psiko-logi Uneversitas Sumatra Utara

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:  Rineka Cipta

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahyan. Jakarta : Penerbit PT. Tangga Pustaka

Suryabrata, S. (1991). Metode Pene-litian. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sujadi, F. F. dan Armana, M. E. (2001) .Hubungan antara Tingkat Self Esteem dengan Kecenderungan Berbohong saat Chatting di Internet. Jurnal Psikologi. Bandung : Fakultas Psikologi Universion Padjajaran Bandung (Diunduh Pada Tanggal 21 April 2014).

Smith, b, et. Al. (2006). Emotion and pychois : Links between depression, self – esteem, negative schematic belief and delusion and hallucinations. Schizophrenia Research. http:// www.nelft.nhs.uk/_documentbank/Emotion_paper.pdf (Diunduh Pada Tanggal 22 April 2014)

Stuart, g. w & Sandeen. (1995). Prin-ciples and practice of Psy-chiatric Norsing, (5 th edition). St. Louis : Mosby.

Tambunan, Reymond. (2001). Harga diri Remaja. http://www.psiko-logi.com/remaja/240901.htm (Diunduh Pada Tanggal 19 April 2014).

Tatiek Romlah.(2001).Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang

Tim JP-Press. (2004). Surabaya Double Cover. Surabaya: Jawa Poss Press

Timora Sandha P, Sri Harlati, Nailul Fauziah. (2012). Hubungan antara Self esteem degan Penyesuaian Diri pada Siswa Tahun Pertama SMA Kristen Mitra Semarang. Jurnal Psiko-logi. Fakultas Psikologi Univer-sitas Diponegoro Semarang. http://ejournal-s1.undip.ac.id/ inder.php/empati  (Diunduh Pada Tanggal 21 April 2014).

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (BerbasisIntegrasi). Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo Persada

Wahyuni, I. (2005). Hubungan antara Tingkat Self Esteem dengan Sikap Terhadap Perencanaan Karir Pada Siswa SMU Dr. Soetomo.Skripsi.Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

WelaAswida, Marjohan, Yarmis Syukur. (2012). Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Mengurangi Kecemasan Berko-munikasi Pada Siswa.

Wikan Putri Larasati. (2012). Mening-katkann Self – Esteem Melalui Metode Self Instruction. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jurnal Psikologi. (http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor). (Diunduh Pada Tanggal 23 Mei 2014)

Yusuf, Iwan Awaludin. (2011). Memahami Focus Group Discussion (FGD). http://bin-cangmedia.wordpress.com.(Di unduh Pada Tanggal 23 Mei 2014)

Yusuf, Syamsu, (2004), Psikologi Perkembangan anak  Remaja. Bandung : Rosdakarya

--------------, Daerah Lokalisasi Pela-curan di Surabaya. .http://www.serojasatu.com.id (Diunduh Pada Tanggal 15 April 2014).

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/01/28/pengertian-harga-diri/. (Diunduh Pada Tanggal 12 April 2014)

http://www.who.int/topics/mental_health/en/ (Diunduh pada Tanggal 19 April 2014)

http://www.seputar-indonesia.com (Diunduh Pada Tanggal 12 April 2014)

http://www.slideshare.net/hennov/focus-group-discussiion-fgd-14605662// (Diunduh Pada Tanggal 22 Mei 2014)

www.minggupagi.com (Diunduh Pada Tanggal 21 April 2014)

www.indomedia.com (Diunduh Pada Tanggal 21 April 2014)


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya